Jumat, 21 September 2012

Sejarah Kelurahan Kalawa



Sejarah Kelurahan Kalawa
(Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A)
Merekam Jejak “Iventarisasi Tanah Adat dan Hak-Hak Adat di atas Tanah”
di Kelurahan Kalawa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah)
oleh :
Aryo Nugroho Waluyo,.SH.

Kelurahan Kalawa merupakan sebuah kampong dimana penduduknya mayoritas merupakan Suku Dayak Ngaju. Sisanya adalah suku Banjar dan Jawa. Asal penduduk kampong Kalawa  adalah berasal dari Pulang Pisau yang dulunya merupakan sebuah Desa. Berdasarkan cerita dari orang-orang tua, Kampong Kalawa dulunya bernama Lewu Dandang Taheta Rundung Ulek Lawang Patahu. Kampong ini bersebarang langsung dengan Desa Pulang Pisau atau  Lewu Tumbang Hantasan Raja Rundung Ulek Labuhan Banama. Desa Pulang Pisau dan Kalawa ini tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan keluarga yang saling berhubungan sampai sekarang.

Pulang Pisau sejak zaman Belanda merupakan sebuah Bandar atau pelabuhan bongkar muat barang hasil bumi seperti karet, gemor dan jelutung. Di sebelah selatan juga terdapat sebuah Desa yaitu desa Buntoi atau dulunya bernama  Lewu Luwuk Dalam Betawi.g Di perkirakan pada tahun 1957 Lewu Luwuk dalam Betawig berganti nama menjadi lewu Petak Bahandang. Nama Buntoi diambil dari nama sebuah sungai dimana dulunya penghasil ubi kayu (jawau) yang dibawa ke Banjarmasin (Provinsi Kalimantan Selatan). Lama kelamaan orang menyebut Jawau Buntoi lalu sebuatan tersebut  berganti dengan Buntoi.

Begitu juga halnya Lewu Dandang Taheta Rundung Ulek Lawang Patahu, berganti nama menjadi sebuah Desa pada tahun 1958 dan bernama Desa Kalawa, pada tahun 1980 Desa Kalawa secara administratif masuk ke dalam wilayah kelurahan Pulang Pisau yang di pimpin oleh bapak Yan Tandu (saat ini menjabat menjadi Damang kepala adat Kecamatan Kahayan Hilir). Pada tahun 2006, Desa Kalawa menjadi sebuah kelurahan yang bernama Kelurahan Kalawa.[1]
 
Sebelum menjadi sebuah Kelurahan pada tahun 2006, kampong kalawa dipimpin oleh seorang pambakal yang merupakan pimpinan pemerintahan desa. Pambakal pertama kampong Kalawa adalah Bapak Luwi Handuran yang kemudian di jabat pambakal kedua yang di jabat oleh Bapak Idie Sangan. Pada tahun 1980 desa kalawa masuk ke dalam kelurahan Pulang Pisau, kemudian pada tahun 2006 secara administrasi Kalawa berganti menjadi sebuah kelurahan yang di pimpin oleh Bapak Mardi S.Sos yang menjabat sampai sekarang.

b). Keadaan Sosial dan Budaya

Ä  Jumlah Penduduk Dan Persebarannya

Kelurahan Kalawa, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki luas wilayah 10.307,7 Ha, berpenduduk 1.569 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 781 jiwa - perempuan 788 jiwa, dan jumlah kepala keluarga sebanyak 424 KK. 
Jumlah KK Prasejahtera 95KK , KK sejahtera 106KK, KK Kaya 10KK, KK sedang 40KK dan KK miskin sebanyak 190 KK.

Tingkat pendidikan : Buta huruf 12 orang, Tidak tamat SD 186 orang, Tidak tamat SLTP 24 orang, Tidak tamat SLTA 58 orang, tamat SLTP 788 orang, tamat SLTA 354 orang, Diploma II 26 orang dan sarjana 11 orang.
Sarana kesehatan : pondok bersalin 1 buah, Pos yandu 3 buah, PPKBD 1 buah, Sub PPKBD 2 buah. Sarana ibadah Masjid 1 buah, Mushola/langgar 2 buah, Gereja 2 buah, Balai Hindu kaharingan. 

Kompisi kepercayaan di Kelurahan Kalawa, Islam 45%, Kristen 45% dan Kaharingan 10%. Walaupun secara umum hukum adat yang hidup dikelurahan Kalawa berasal dari kepercayaan Kharingan, namun seiringnya waktu kepercayaan kharingan pun berganti dengan agama pendatang yaitu islam dan kristen, namun khusus untuk masalah adat, semua agama harus mengikuti adat istiadat para leluhur orang dayak yaitu kharingan. Dikelurahan Kalawa untuk menyatukan hal ini maka dibentuklah para Mandir adat berdasarkan agama kepercayaan masing-masing.

Penduduk menurut umu dan pekerjaannya, 0-12 th 364 jiwa, 13-19 th 151 jiwa, 20-40 th 171 jiwa, 41-57 th 883 jiwa, jumlah total jiwa 1.569. Klafikasi pekerjaan , PNS (26), POLRI                (1), Pensiunan (8), Swasta (202), Dagang (18), Tani/Nelayan              (616), Karyawan (12), Buruh (5), Pekerjaan Lain (186), Belum Bekerja (495).

c). Keadaan Geografis
Letak Geografis wilayah Kelurahan Kalawa : 114˚ 14 ̕ BT 02 44̕ LS. Batas Wilayah Adminitrasi Kelurahan Kalawa : Utara (Desa Gohong), Selatan (Mentaren I), Barat  (Kecamatan Sebangau Kuala), Timur (Sungai Kahayan).
Sebagian besar permukiman warga Kelurahan Kalawa berada disepanjang aliran sungai kahayan, selain untuk keperluan sehari-hari sungai kahayan dijadikan oleh warga Kelurahan Kalawa sebagai sarana transportasi jalur air.

d). Keadaan Ekonomi
Sebagian masyarakat  bermata pencaharian sebagai  petani, yaitu berladang dan berkebun karet, jumlah mata pencahrian berdasarkan jiwa adalah sebagai berikut  : Buruh 7 Jiwa, Petani 571 Jiwa, Peternak 50 Jiwa, Pedagangan 10 Jiwa, Tukang kayu 1 Jiwa. Jumlah area pengolahan tanah untuk lahan pertanian dan perkebunan di Kelurahan Kalawa adalah sebagai berikut : Lahan Persawahan 716 Ha, Kebun Karet 1.122 Ha, Kebun Buah-Buahan 12 Ha. Perternakan: ternak sapi 2 ekor, ternak ayam buras 1.648 ekor, ternak itik 64 ekor, ternak babi 142 ekor.

Masyarakat Kelurahan Kalawa dalam hal mengelola tanah mereka mengenal pola handel[2], istilah handel sebenarnya berati sungai kecil yang sengaja dibuat untuk sebagai pembatas antara lahan garap yang satu dengan lahan garap yang lain. Penulisan istilah  handel sendiri pun beragam,  ada yang menyebut handel ada yang menyebut handil walaupun secara artian maknawiah itu sama saja.

Sejarah Dan Pengelolaan Handil Di Kelurahan Kalawa
Handil adalah sebuah sungai (parit) untuk sistem pengairan pada daerah pasang surut pada kawasan rawa gambut berbentuk yang digunakan  untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan yang dilakukan kebanyakan masyarakat Kalimantan tengah. Handil merupakan konsep pengelolaan kawasan yang unik dimana pada awalnya adalah sebuah sungai kecil (saka) yang dijadikan parit memanjang untuk mengatur arus sungai. Pada sisi kiri dan kanan handil dijadikan masyarakat tempat untuk dijadikan lokasi ladang, kebun karet, dan kebun buah.  Sedangkan Handil dalam bahasa Banjar[3] artinya kawasan pertanian yang baru ditemukan yang biasanya dikerjakan oleh kumpulan para petani yang berasal dari suatu kampung yang sama, misalnya:
·         Handil Baru, Aluh Aluh, Banjar

Di Kelurahan Kalawa sendiri sejak dari dulu sudah terdapat beberapa handil yang saat ini masih di kelola oleh warga. Handil yang dari dulu digunakan oleh warga adalah Handil Mahikei dan Handil Buluh. Dulunya kedua handil ini adalah sebuah sungai kecil yang digunakan warga untuk jalur transportasi ke lokasi ladang, kebun karet, kebun panting dan menuju arah hutan untuk memungut hasil hutan. Menurut penuturan orang tua  di kampong Kalawa, diperkirakan handil sudah ada sejak tahun 1914 an. 

Nama-nama handil tersebut biasanya diambil dari nama pohon, nama tumbuhan, nama orang, nama ikan atau nama alam lainnya. Setiap handil biasanya dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan kepala handil. Peran penting dari kepala handil adalah mengkordinir setiap kegiatan pengaturan, pemeliharaan sungai dan handil. Selian itu juga adalah mengatur pembagian lahan di kiri kanan handil. Oleh karena itu kepala handil sangat berperan dalam pembagian lahan untuk masyarakat di kampong. Kepala handil dipilih oleh anggota handil dengan system musyawarah bersama anggotan handil.

Untuk membantu pengelolaan lahan, kepala handil di bantu oleh seorang kepala padang dan seorang pengerak. Kepala padang adalah orang yang mengkoordinir kegiatan berladang pada musim tanam padi. Dan penggerak adalah seorang yang biasanya mengumpulkan warga untuk berkumpul apabila diadakan musyawarah atau kegiatan, misalnya gotong royong atau handep. Lama kepemimpinan kepala handil tidak terbatas selama kepala handil tersebut masih mampu dan akan dipilih lagi bersama anggota handil dengan azas mufakat dan kekeluargaan.

Untuk membatasi lahan warga biasanya dibuat tatas yang berguna untuk batas tanah warga dan juga digunakan untuk mengeluarkan kayu atau saluran air untuk kolam ikan tradisional atau biasa di sebut beje. Untuk menjadi keanggotaan handil warga yang terlibat harus melakukan berbagai proses, antara lain ;
¨  Membayar uang ke kas kelompok Handil ; hal ini untuk bangan dimana akan dilakukan gotong royong pembersihan handil dan juga bisa dipakai untuk memberikan sumbangan kepada anggota handil apabila mengalami  musibah.
¨  Setelah membayar sumbangan kepada kepala handil atau pembantunya, maka anggota handil akan di berikan lokasi lahan. Lokasi lahan ini digunakan untuk berladang yang kenudian dijadikan kebun karet dan buah. Luas lahan tidak ditentukan secara pasti, namun biasanya tergantung anggota kelompok dan kepala handil berkisar luasan 32 X 32 Depa.
¨  Melakukan gotong royong ; anggota handil harus melakukan kegiatan gotong royong atas permintaan kepala handil. Keputusan ini  biasa dikeluarkan setelah ada rapat dengan anggota handil. Kegiatan gotong yong dilakukan untuk pembagian lokasi lahan baru untuk berladang.

a.       Bentuk Dan Pola Kepemilikan
Untuk mengatur sistem kepemilikan lahan di kawasan handil,  memang belum di atur dalam sebuah peraturan dalam bentuk dokumen tertulis. Akan tetapi bagi masyarakat di Kampong Kalawa maupun Desa –Desa yang berada disekitar Kampong Kalawa pola kepemilikan mereka atur dalam kehidupan sehari-sehari atas pembagian lahan saat menjadi anggota handil yang di tandai dengan adanya jenis tanaman seperti jenis karet, cempedak atau durian. Begitu juga halnya kepemilikan kawasan yang terdapat pohon  jelutung, cukup ditandai dengan membersihkan sekitar pohon tersebut dan menyadap pohon jelutung yang sudah diturunkan dari generasi sebelumnya. 

Dalam hal jual beli lokasi lahan (misalnya,kebun karet) biasanya dapat diperjual belikan kepada orang lain yang masih ada ikatan keluaraga di kampung, sebatas memenuhi prinsip-prinsip yang berlaku di masyarakat (adat istiadat). Luas lahan atau lokasi (ladang atau kebun) di nyatakan dengan luasan lembar atau depa. Dalam sistem penjualan lokasi lahan atau kebun dilakukan kedua belah pihak dengan disaksikan atau diketahui oleh kepala handil atau pambakal. Selain jual beli, pergantian kepemilikan bisa berdasarkan pemberian seseorang, warisan, tukar menukar (nangkiri) atau sistem gadai (sandak). Tukar menukar atau barter (nangkiri) bisa berupa lahan kebun dengan sebuah perahu (kelotok) atau rumah . Dan lokasi Lahan didalam akan dikelola dan diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya untuk di manfaatkan.

Sedangkan untuk kepemilikan komunal sebuah wilayah misalnya wilayah Kampong, adalah di tandai dengan batasan yang sudah diatur oleh pemerintahan berdasarkan dari peta Kampong. Wilayah atau batas kampung biasanya di tandai dengan sebuah sungai atau nama pohon. Batas kampung tersebut dari dulu sudah ada yang mana berdasarkan dari kesepakatan antar kampung bersebelahan  yang sejak dari dulu sudah terjalin serta masih ada hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Misalnya batas kampung Kalawa dengan Kampung Gohong ditandai dengan batas sungai (sei.langanen).

b.      Sistem Pengukuran Tanah di Kelurahan Kalawa

Warga Kelurahan Kalawa mempunyai istilah tersendiri untuk hal ukuran tanah yaitu : borong /depa, 1 borong = 17 m x  17 m = 282 m², sedangkan untuk 1 hektare = 36 borong x 289 m² = 10404 m²/ hektare.





[1]  Uban Subandi, Riset Handil di Kelurahan Kalawa
[2]  Ada berbagai ragam menegenai penyebutan Handel/Handil, Menurut Andi Kiki “Handil fungsinya  serupa dengan Beje, sedangkan Beje adalah sebuah kolam perangkap ikan yang dibuat oleh masyarakat (umumnya oleh suku Dayak) di pedalaman hutan Kalimantan Tengah. Beje umumnya berukuran lebar 2 m, kedalaman 1.5 m dan panjang bervariasi bisa sampai ratusan meter jika dilakukan bersama-sama (bukan milik perorangan). Beje-beje akan tergenang oleh air luapan dari sungai dan sekitarnya serta terisi oleh ikan-ikan alami pada musim penghujan. Kemudian air akan surut kembali pada musim kemarau. Beje-beje menjadi kolam-kolam tempat pembesaran ikan di dalamnya, dan siap di panen pada musim kemarau.
Pembuatan “handel” (kanal berdimensi kecil) tersebutdilakukan berdasarkan kemampuan air masuk ke daerah bagian dalam sebagai akibatdorongan air laut. Oleh karena itu “handel ” yang dibuat masyarakat hanya berdimensikecil yaitu sempit (1-2 m), dangkal (1-2 m) dan pendek (0,5 – 2,0 km). Siwido limin http://ml.scribd.com/doc/7757605/Pemanfaatan-Lahan-Gambut-Dan-Permasalahannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar