Sabtu, 17 Juni 2017

Membaca Ulang Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk Tentang Gugatan Warga Negara/Citizen Law Suit atas Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) dan Dampaknya di Kalimantan Tengah pada tahun 2015


Gugatan citizen law suit di daftarkan ke Pengadilan Negeri Kalimantan Tengah pada tanggal 16 Agustus 2016, dengan nomor pokok perkara 118/Pdt. G/LH/2016/PN.Plk. Ada 7 warga Kota Palangka Raya yang menjadi penggugat yaitu terdiri dari perwakilan NGO, Peneliti, Akademisi dan Ibu Rumah Tangga. Sedangkan yang menjadi pihak Tergugat ada 7 lembaga penyelengara negara yaitu : 1. Presiden Republik Indonesia, 2. Menteri Lingkungan Dan Kehutanan Republik Indonesia, 3. Menteri Pertanian Republik Indonesia; 4. Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 6. Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah; 7. Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Kalimantan Tengah.

Alasan diajukannya Gugatan salah satunya adalah bahwa kejadian Karhutla di tahun 2015 yang menimpulkan kabut asap telah mengakibatkan meninggalnya 1 balita, 1 anak dan 2 orang dewasa diantaranya Ratu Agnesia (2 bulan) dari Kota Palangkaraya, Salmiah (49 thn) dari Kota Palangkaraya, Karmansyah (70 thn) dari Kabupaten Pulang Pisau dan Intan Destiaty Zulfah (9 tahun) dari Kabupaten Kotawaringin Timur.

Tulisan ini mencoba untuk menyingkat bagian penting dari Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk, yang telah dibacakan di hadapan umum pada hari Rabu, tanggal 22 Maret 2017. Tujuan dari penulisan ini agar khalayak bisa membaca dan memahami pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara ini. Hal lain gugatan CLS ini merupakan pertama kali di sidangkan di Kalimantan Tengah sehingga tentunya banyak pelajaran yang dapat dipetik khususnya bagi perkembangan hukum. Walaupun pada akhirnya beberapa Tergugat menempuh upaya hukum Banding di Pengadilan Tinggi Palangka Raya namun setidaknya putusan ini tetap mengikat sebelum adanya putusan selanjutnya. 

Tulisan singkat ini berisikan mengenai pokok tuntutan dari para Penggugat dan Pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara ini. Jika boleh disistematikakan sebagai berikut :
a.      Pertimbangan Hakim atas Gugatan Provisi Penggugat
b.      Pertimbangan Hakim mengenai terpenuhinya syarat Formal Penggugat
c.       Pertimbangan Hakim dalam Pokok Perkara  a qou
I.                   Fakta Hukum Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Tengah
II.                Fakta Hukum jarak pandang (visibility) dibawah 500 m
Pertimbangan Hakim mengacu kepada Komnas HAM RI

III.             Fakta Hukum kerugian materil maupun immateril masyarakat Kalimantan Tengah

d.      Pertimbangan Hakim Keterkaitan Pertangungjawaban para Tergugat

Gugatan Pengugat Poin 2 di Kabulkan

Tergugat I (Presiden) belum secara optimal melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan

                Tergugat I sd V telah melakukan perbuatan melawan hukum

Tergugat VI (Gubernur Kalimantan Tengah) kurang optimal atau lamban dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan tragedi kabut asap, dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Tergugat VII (DPRD Provinsi Kalimantan Tengah) dapat dikualivisir telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Pertimbangan Hakim mengacu Deklrasi Rio tentang Lingkungan Hidup dalam Prinsip keadilan antargenerasi (intergenerational equity).

Gugatan Pengugat poin 3 di kabulkan sebagaian
           
            Gugatan Pengugat Poin 4 di Kabulkan

Gugatan Pengugat Poin 5 di Kabulkan

Gugatan Pengugat Poin 6 di Kabulkan

Gugatan Pengugat Poin 7, 8, 9, 10 dan poin 11 di Kabulkan

Gugatan Pengugat Poin 12 di Tolak

Gugatan Pengugat Poin 13 di Tolak

Gugatan Pengugat Poin 14 di Kabulkan

            Dan penutup.



Pokok Gugatan Para Penggugat
Dalam Provisi
Menyatakan Gugatan Para Penggugat dinyatakan Sah sebagai Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa Melalui Mekanisme Gugatan Warga Negara;

Dalam Pokok Perkara
1.       Menerima dan mengabulkan gugatan untuk seluruhnya;
2.      Menyatakan PARA TERGUGAT telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
3.      Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat yaitu:

1)      Peraturan Pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup;
2)     Peraturan Pemerintah tentang baku mutu lingkungan, yang meliputi: baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
3)     Peraturan Pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
4)     Peraturan Pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup;
5)     Peraturan Pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup;
6)     Peraturan Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan
7)     Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup;

4.      Menghukum TERGUGAT I untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang menjadi dasar hukum terbentuknya tim gabungan yang terdiri dari TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI;
5.      Menghukum TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI untuk membuat tim gabungan dimana fungsinya adalah :
1)      Melakukan peninjauan ulang dan merevisi izin-izin usaha  pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah terbakar maupun belum terbakar berdasarkan pemenuhan kriteria penerbitan izin serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
2)     Melakukan penegakan hukum lingkungan perdata, pidana maupun administrasi atas perusahan-perusahaan yang lahannya terjadi kebakaran;
3)     Membuat roadmap (peta jalan) pencegahan dini, penanggulangan dan pemulihan korban kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan;
6.      Menghukum TERGUGAT I beserta TERGUGAT II, TERGUGAT V dan TERGUGAT VI segera mengambil tindakan :
1)      Mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara asap di Propinsi Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi Korban Asap;
2)     Memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Provinsi Kalimantan Tengah;
3)     Membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antispasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap;
4)     Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama dengan lembaga lain untuk memastikan evakuasi berjalan lancar;
7.      Menghukum TERGUGAT I beserta TERGUGAT II dan TERGUGAT VI untuk membuat:
1)     Peta kerawanan kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
2)     Kebijakan standart peralatan pengendalian kebakaran hutan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
8.      Menghukum TERGUGAT II untuk segera melakukan revisi Rencana Kehutanan Tingkat Nasional yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 41 Tahun 2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana Dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model;
9.      Menghukum TERGUGAT II dan TERGUGAT VI untuk :
1)      Mengumumkan kepada publik lahan yang terbakar dan perusahaan pemegang izinnya;
2)     Mengembangkan sistem keterbukaan informasi kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
3)     Mengumumkan dana jaminan lingkungan hidup dan dana penanggulangan yang berasal perusahaan – perusahaan yang lahannya terbakar;
4)     Mengumumkan dana investasi pelestarian hutan dari perusahaan-perusahaan pemegang izin kehutanan;
10.   Menghukum TERGUGAT VI untuk membuat tim khusus pencegahan dini kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang berbasis pada wilayah Desa yang beranggotakan masyarakat lokal, untuk itu TERGUGAT VI wajib:
1)      Mengalokasikan dana untuk operasional dan program tim;
2)     Melakukan pelatihan dan koordinasi secara berkala minimal setiap 4 bulan dalam satu tahun;
3)     Menyediakan peralatan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan;
4)     Menjadikan tim tersebut sebagai sumber informasi pencegahan dini dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah;
11.    Menghukum TERGUGAT VI dan TERGUGAT VII segera menyusun dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang Perlindungan kawasan lindung seperti diamanatkan dalam Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
12.   Menghukum PARA TERGUGAT untuk meminta maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah, melalui 3 (tiga) media cetak nasional (Harian Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia); 7 (tujuh) media cetak lokal (Kalteng Pos, Palangka Post, Tabengan, Radar Sampit, Borneo News, Palangka Ekspres, Detak); 4 (empat) media elektronik televisi, yang terdiri dari : TVRI Kalimantan Tengah, Metro TV, Kompas TV, RCTI; dan 6 (enam) media elektronik radio yang terdiri dari Radio Republik Indonesia (RRI) Kalimantan Tengah, Radio Cannisa FM Palangka Raya, Radio Evella FM Palangka Raya, Radio Bravo FM Palangka Raya, Radio RDS FM Palangka Raya, Radio Cafe FM Palangka Raya, Radio Kalaweit FM Palangka Raya  dan melalui Baliho ukuran 6 x 3 meter sebanyak 13 (tiga belas) dan selanjutnya dipasang disetiap jalan protokol disetiap Kabupaten Kota di Provinsi Kalimantan Tengah, dengan kalimat sebagai berikut:
“Bahwa kami Presiden/ Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah dengan ini meminta maaf kepada seluruh rakyat Kalimantan Tengah, karena kami selaku penanggung jawab pemerintah merasa telah gagal memberikan kepastian hak atas lingkungan hidup  yang baik dan sehat kepada seluruh rakyat Kalimantan Tengah. Kami ingin memastikan bahwa pada tahun 2016 dan tahun-tahun selanjutnya tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan”
13.   Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu,meskipun dikemudian hari terdapat upaya hukum lain seperti Verzet, Banding, Kasasi dan upaya hukum lainnya (Uit Voerbaar Bij Vooraad);
14.   Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar biaya perkara;

                        
Pertimbangan Hakim

A.    Pertimbangan Hakim atas Gugatan Provisi Penggugat

Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya telah mengajukan tuntutan provisi, dimana tuntutan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut pada pokoknya mohon agar Gugatan Para Penggugat dinyatakan Sah sebagai Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa Melalui Mekanisme Gugatan Warga Negara;

Menimbang, bahwa sehubungan dengan tuntutan Provisi yang dimohonkan oleh pihak Penggugat tersebut, Majelis akan mempertimbangkannya sebagai berikut :

Menimbang, bahwa dalam R.Bg/HIR tidak dikenal adanya Lembaga Provisionil akan tetapi Lembaga Provisionil diatur dalam RV, namun oleh karena dalam praktek peradilan Lembaga Provisionil tersebut sangat dibutuhkan maka dengan mengacu pada ketentuan Pasal 283 RV bahwa pemeriksaan gugatan provisi dilakukan secara kilat, sehingga dengan adanya gugatan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut seharusnya Majelis Hakim secepatnya harus menjatuhkan putusan sela atas gugatan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut, akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 285 RV masih dimungkinkan untuk memutus dan mempertimbangkan gugatan provisionil tersebut bersama-sama dengan putusan akhir;

Menimbang, bahwa menurut doktrin yang dimaksud dengan pengertian putusan provisionil adalah putusan yang bersifat sementara yang bukan menyangkut mengenai pokok perkara yang berisi tindakan sementara menunggu sampai dengan dijatuhkannya putusan akhir mengenai pokok perkara, dan oleh karena putusan provisionil tersebut sifatnya adalah serta merta maka sifatnya sangat eksepsional;

Menimbang, bahwa setelah Majelis mencermati materi tuntutan provisi yang diajukan oleh Penggugat, menurut Majelis tuntutan provisi yang dimohonkan oleh para Penggugat tersebut telah memasuki materi pokok perkara yaitu terkait dengan persyaratan formal dari prosedur gugatan dengan menggunakan mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit), dimana untuk menentukan apakah tuntutan provisi yang dimohonkan oleh para Penggugat tersebut dapat dinyatakan sah sebagai Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa Melalui Mekanisme Gugatan Warga Negara atau tidak Majelis akan pertimbangkan hal tersebut dalam Pokok Perkara;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas, maka tuntutan provisi yang dimohonkan oleh para Penggugat tersebut haruslah dinyatakan ditolak;

DALAM POKOK PERKARA :
           
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;

Menimbang, bahwa dalam gugatannya Para Penggugat pada pokoknya menuntut agar Para Tergugat dinyatakan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, dengan alasan karena PARA TERGUGAT adalah para penguasa yang mempunyai kewajiban melakukan perbuatan hukum untuk melindungi, terjaminnya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 jo Pasal 2 dan 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia jo Pasal 65 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana PARA TERGUGAT selama bencana kabut asap belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang menimbulkan kabut asap. PARA TERGUGAT lamban dalam melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan serta kurangnya koordinasi antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sehingga masyarakat menjadi korban. Lambatnya kinerja pemerintah dibuktikan dengan kabut asap yang meluas hingga wilayah Singapura dan Malaysia, korban meninggal dunia, warga menderita ISPA dan terganggunya aktivitas masyarakat. Kebakaran hutan dan lahan terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama di tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah.

Menimbang, bahwa yang menjadi dasar dan alasan Para Penggugat mengajukan gugatan terhadap para Penggugat dalam perkara a quo yaitu karena PARA PENGGUGAT adalah warga Negara Republik Indonesia yang termasuk bagian dari penduduk Kota Palangka Raya yang menjadi korban dari bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi sekitar bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015 yang telah menghirup udara yang tercemar akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan tersebut dan akibat dari perbuatan PARA TERGUGAT yang selama bencana kabut asap belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra, kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap tersebut telah mengakibatkan :
-          Meninggalnya 1 balita dan 1 anak dan 2 orang dewasa diantaranya Ratu Agnesia (2 bulan) dari Kota Palangkaraya, Salmiah (49 thn) dari Kota Palangkaraya, Karmansyah (70 thn) dari Kabupaten Pulang Pisau dan Intan Destiaty Zulfah (9 tahun) dari Kabupaten Kotawaringin Timur karena menghirup kabut asap dan telah mengakibatkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) di 14 (empat belas) Kabupaten/kota dengan jumlah kasus sekitar 11.751 kasus di bulan Agustus 2015, sekitar 23795 kasus di bulan September 2015 dan sekitar 13949 kasus;
-          Para pelajar (SD-SMA) yang berada di wilayah Kabupaten/Kota seperti Kabupaten Barito Selatan, Barito Utara, Barito Timur, Murung Raya, Kapuas, Pulang Pisau, Gunung Mas, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat, Lamandanau, Sukamara, dan Kota Palangkaraya mengalami pengurangan jam pelajaran dan libur sekolah dan telah pula mengakibatkan kerugian disektor transportasi udara, dimana berdasarkan Dishubkominfo Provinsi Kalimantan Tengah, terdapat 3 (tiga) maskapai besar sejak bulan Agustus- September 2015 mengalami kerugian sebsar Rp 24,31 Milliar (akibat pembatalan penerbangan) dan ada 2.512 penerbangan di 3 (tiga) otoritas bandara di Provinsi Kalimantan Tengah seperti Tjilik Riwut, H.Asan dan Iskandar mengalami gangguan sehingga mengalami kerugian sekitar Rp 153 Milliar lebih;


B.    Pertimbangan Hakim mengenai terpenuhinya syarat Formal Penggugat

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan yang diajukan oleh para Penggugat dalam perkara a quo diajukan melalui mekanisme gugatan warga negara (Citizen lawsuit), sehubungan dengan hal tersebut maka sebelum Majelis mempertimbangkan materi pokok perkara dalam perkara a quo, Majelis terlebih dahulu akan mempertimbangkan persyaratan formal yang harus dipenuhi dalam mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit) yaitu dengan pertimbangan sebagai berikut :

Menimbang, bahwa sebenarnya gugatan warga negara (citizen lawsuit) belum diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sedangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 hanya mencantumkan 4 macam bentuk gugatan perdata dalam sengketa lingkungan hidup yaitu :
1.       Hak Gugat secara umum sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UUPPLH;
2.      Hak Gugat perwakilan kelompok;
3.      Hak gugat Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
4.      Hak gugat Organisasi Lingkungan Hidup;

Menimbang, bahwa secara historis gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit) lahir di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law, sedangkan untuk Indonesia yang menganut sitem hukum civil law sebenarnya tidak mengenal gugatan warga negara (citizen lawsuit), namun dalam perkembangannya yaitu dalam praktek peradilan di Indonesia sudah sering menggunakan/menerapkan mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit);

Menimbang, bahwa sungguhpun dalam hukum acara Indonesia mekanisme citizen lawsuit belum diatur dalam Undang-Undang, namun guna mengisi kekosongan hukum acara dalam mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit) Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, dimana dalam Keputusan Nomor : 36/KMA/II/2013 tersebut antara lain disebutkan bahwa persyaratan untuk mengajukan gugatan warga negara adalah sebagai berikut :
1.       Penggugat adalah satu orang atau lebih Warga Negara Indonesia bukan badan hukum;
2.      Tergugat adalah pemerintah dan/atau lembaga negara;
3.      Dasar gugatan adalah untuk kepentingan umum;
4.      Obyek gugatan adalah pembiaran atau tidak dilaksanakannya kewajiban hukum;
5.      Notifikasi/somasi wajib diajukan dalam jangka waktu 60 hari kerja sebelum adanya gugatan dan sifatnya wajib, Apabila tidak ada notifikasi gugatan wajib  dinyatakan tidak diterima;
6.      Notifikasi/somasi dari calon penggugat kepada calon tergugat dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Menimbang, bahwa selanjutnya dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 tersebut telah disebutkan pula  bahwa isi pemberitahuan singkat/notifikasi/somasi dari calon penggugat kepada calon tergugat secara tertulis yang berisi :
-          Informasi pelaku pelanggaran dan lembaga yang relevan dengan pelanggaran;
-          Jenis pelanggaran;
-          Peraturan perundang-undangan yang telah dilanggar;
-          Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan lingkungan dan kepentingan makhluk hidup yang potensial atau sudah terkena dampak pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
-          Tidak boleh mengajukan tuntutan ganti rugi uang;
-          Prosedur acara persidangan CLS mengacu pada HIR/R.Bg.

Jangka waktu notifikasi/somasi dari calon penggugat kepada calon tergugat adalah 60 hari kerja yaitu dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada Pemerintah melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana diminta atau dituntut oleh calon penggugat;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang diajukan oleh para Penggugat dalam perkara a quo telah memenuhi persyaratan gugatan warga negara sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 atau tidak Majelis akan mempertimbangkannya sebagai berikut :

Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis kemukakan di atas bahwa menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 bahwa persyaratan yang pertama untuk mengajukan gugatan warga negara bahwa pihak Penggugat adalah satu orang atau lebih warga Negara Indonesia dan bukan badan hukum, yang mana berdasarkan bukti P-1.1 s/d/ P-1.7 telah ternyata bahwa para Penggugat adalah merupakan warga Negara Indonesia dan para Penggugat dalam mengajukan gugatan warga negara dalam perkara a quo statusnya sebagai pribadi dan bukan  sebagai badan hukum, sehingga dengan demikian persyaratan yang pertama telah terpenuhi;

Menimbang, bahwa menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 bahwa persyaratan yang kedua untuk mengajukan gugatan warga negara yaitu pihak Tergugat adalah pemerintah dan/atau lembaga negara, yang mana berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata bahwa para Tergugat dalam perkara a quo yaitu Tergugat I s/d. Tergugat VII adalah merupakan lembaga pemerintah atau lembaga negara, dengan demikian maka persyaratan yang kedua telah terpenuhi;

Menimbang, bahwa menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 bahwa persyaratan yang ketiga untuk mengajukan gugatan warga negara yaitu Dasar gugatan adalah untuk kepentingan umum, sedangkan persyaratan yang keempat yaitu Obyek gugatan adalah pembiaran atau tidak dilaksanakannya kewajiban hukum, yang mana terkait dengan persyaratan yang ketiga dan keempat tersebut di atas setelah Majelis mencermati surat gugatan para Penggugat telah ternyata bahwa para Penggugat dalam posita gugatannya ada menguraikan atau memasukkan persyaratan ketiga dan keempat tersebut di atas, sehingga dengan demikian menurut Majelis persyaratan ketiga dan keempat tersebut telah pula terpenuhi;

Menimbang, bahwa menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 persyaratan yang kelima untuk mengajukan gugatan warga negara yaitu calon Penggugat wajib melakukan notifikasi/somasi kepada calon Tergugat dalam jangka waktu 60 hari kerja sebelum adanya gugatan dan Notifikasi/somasi dari calon penggugat kepada calon tergugat dan apabila tidak ada notifikasi gugatan wajib dinyatakan tidak diterima, sedangkan persyaratan yang keenam yaitu notifikasi/somasi dari calon Penggugat kepada calon Tergugat tembusannya disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat;

Menimbang, bahwa terkait notifikasi/somasi tersebut di atas, khusus untuk Tergugat VII dalam jawabannya telah menyangkal belum menerima notifikasi/somasi dari pihak Penggugat, yang mana untuk memperkuat dalil sangkalannya tersebut pihak Tergugat VII telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda T.VII-1 yaitu berupa Agenda Surat Masuk dari bulan Pebruari 2016 s/d. bulan Maret 2016, namun terkait dengan notifikasi/somasi yang ditujukan kepada para Tergugat tersebut pihak Penggugat berdasarkan bukti P- 8.1 s/d. P-8.7 pihak Penggugat telah dapat membuktikan bahwa Penggugat telah melakukan notifikasi/somasi yang ditujukan kepada Tergugat I s/d. Tergugat Tergugat VII dan tembusan atas notifikasi tersebut telah disampaikan kepada Pengadilan Negeri Palangka Raya, dengan demikian menurut Majelis persyaratan kelima dan keenam telah pula terpenuhi;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas telah ternyata bahwa gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang diajukan oleh para Penggugat dalam perkara a quo telah memenuhi persyaratan formal sebagaimana yang disyaratkan dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013, sehubungan dengan hal tersebut maka selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan materi pokok perkara dalam perkara a quo;

C.    Pertimbangan Hakim dalam Pokok Perkara  a qou

Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan di atas bahwa para Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap para Tergugat dengan mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit), dimana dalam gugatannya para Penggugat pada pokoknya telah mendalilkan bahwa para Tergugat sebagai penyelenggara pemerintahan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena Para Tergugat telah lalai menjalankan fungsi dan tugasnya untuk melakukan tindakan pencegahan dan penaggulangan secara serius terhadap kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi hampir setiap tahunnya di Provinsi Kalimantan Tengah, dimana PARA TERGUGAT selama bencana kabut asap belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang menimbulkan kabut asap.Dan akibat dari perbuatan PARA TERGUGAT yang lamban dalam melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan serta kurangnya koordinasi antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sehingga masyarakat menjadi korban. Lambatnya kinerja pemerintah dibuktikan dengan kabut asap yang meluas hingga wilayah Singapura dan Malaysia, korban meninggal dunia, warga menderita ISPA dan terganggunya aktivitas masyarakat. Kebakaran hutan dan lahan terjadi dalam rentang waktu yang
cukup lama di tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah;

Menimbang, bahwa sehubungan dengan dalil-dalil gugatan yang dikemukakan oleh para Penggugat tersebut, para Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya telah menyangkal dalil-dalil gugatan para Penggugat, yang mana oleh karena dalil-dalil gugatan para Penggugat telah disangkal oleh para Tergugat, maka Penggugat haruslah dibebani kewajiban untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya;

Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil-dalil gugatannya Penggugat di persidangan telah mengajukan bukti-bukti surat yang diberi tanda P1-1 sampai dengan P-10 dan selain itu Penggugat di persidangan telah pula mengajukan 1 (satu) orang saksi dan 1 (satu) orang Ahli yang masing-masing telah didengar keterangannnya dibawah sumpah menurut agamanya masingmasing yaitu saksi ADIE dan Ahli IMAM PRIHANDONO,SH.MH.LLM,Ph.D.;

Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil sangkalnnya Tergugat II di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda T.II-1 s/d. T.II-19 dan selain itu Tergugat II di persidangan telah pula mengajukan 1 (satu) orang Ahli yang telah didengar keterangannya dibawah sumpah yaitu Ahli Dr.Ir. ISRAR,M.Sc., untuk Tergugat III di persidangan telah mengajukan bukti-bukti surat yang diberi tanda TIII-1 s/d. T.III-11 dan selain itu Tergugat III telah pula mengajukan 1 (satu) orang saksi yang telah didengar keterangannya dibawah sumpah yaitu saksi ABDUL SIDIK, untuk Tergugat IV untuk memperkuat dalildalil sangkalannya di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda T.IV-1 s/d. T.IV-2, untuk Tergugat V di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda T.V-1 s/d. T.V-10, untuk Tergugat VI di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda T.VI-1 s/d. T.VI-10 dan Tergugat VII di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda T.VII-1 s/d. T.VII-10 dan selain itu telah pula mengajukan 1 (satu) orang Ahli yang telah di dengar keterangannya dibawah sumpah yaitu Ahli Dr.H. MUHAMMAD EFENDI,SH.MH., sedangkan Tergugat I di persidangan tidak ada mengajukan bukti-bukti, yang mana bukti-bukti dari para pihak tersebut selengkapnya sebagaimana telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh Para Penggugat tersebut dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya atau sebaliknya apakah berdasarkan bukti-bukti yang diajukannya Para Tergugat dapat membuktikan dalil-dalil bantahannya;

Menimbang, bahwa sehubungan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak tersebut, maka Majelis hanya akan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan dalam perkara ini;

Menimbang, bahwa sebelum Majelis mempertimbangkan pokok permasalahan dalam perkara a quo lebih lanjut, Majelis terlebih dahulu akan menguraikan tentang perbedaan antara “Tanggung jawab berdasarkan kesalahan (Liability Based on Fault)” dengan “Tanggung jawab mutlak (Strict Liability)” dalam perkara perkara perdata yaitu sebagai berikut :

Menimbang, bahwa hak gugat secara umum berdasarkan UUPPLH terdapat 2 (dua) macam sistem tanggung jawab perdata (civil liability), yaitu :
1.       Tanggung jawab berdasarkan kesalahan (Liability Based on Fault) yaitu tanggung jawab berdasarkan kesalahan bersumber dari pasal 1365 KUHPerdata, dimana dalam hal tanggung jawab berdasarkan kesalahan, beban pembuktian berada pada Penggugat yaitu siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan;
2.      Tanggung jawab mutlak (Strict Liability), dimana tanggung jawab mutlak tersebut diatur dalam Pasal 88 UUPPLH. Adapun yang dimaksud dengan tanggung jawan mutlak adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak Penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Dengan diterapkannya asas tanggung jawab mutlak, beban pembuktian tidak lagi dibebankan kepada Penggugat, tetapi beban pembuktian dibebankan kepada Tergugat untuk dapat membuktikan tidak adanya perbuatan melawan hukum.

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan para Penggugat dalam perkara a quo diajukan melalui mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit), sehubungan dengan hal tersebut maka Majelis perlu terlebih dahulu mengutip pendapat para ahli hukum tentang pengertian “gugatan warga negara” (citizen lawsuit) yaitu sebagai berikut :

Menimbang, bahwa menurut Sudikno Mertokusumo “setiap anggota warga negara atas nama kepentingan umum dapat menggugat negara atau pemerintah atau siapa saja yang melakukan perbuatan melawan hukum, yang nyata-nyata merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam actio popularis, hak mengajukan gugatan bagi warga Negara atas nama kepentingan umum adalah tanpa syarat, sehingga orang yang mengambil inisiatif mengajukan gugatan tidak harus orang yang mengalami sendiri kerugian secara langsung, dan juga tidak memerlukan surat kuasa khusus dari anggota masyarakat yang diwakilinya”.

Menimbang, bahwa menurut Muhammad Kohar (Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya) dalam tulisannya yang berjudul “Penuntutan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup” menerangkan bahwa Citizen lawsuit adalah prosedur gugatan yang diajukan oleh warga negara terhadap pemerintahan atau penyelenggara Negara, yang tidak memenuhi kewajibannya dan lalai memenuhi hak-hak warga negara. Kelalaian tersebut dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum dan oleh karenanya Pemerintah diminta untuk memperbaiki kinerjanya;

Menimbang, bahwa menurut Bambang H. Mulyono dalam Tulisannya yang berjudul “Citizen Lawsuit Perlukah PERMA untuk Implementasi (Varia Peradilan Tahun ke XXIV No.186, September 2009, halaman 48) disebutkan bahwa Prosedur gugatan dengan menggunakan mekanisme citizen lawsuit adalah perwujudan akses individual/orang perorangan warga negara untuk kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan publik, dimana setiap warga negara dapat melakukan gugatan terhadap tindakan atau bahkan pembiaran (omisi) oleh negara terhadap hak-hak warga negara. Riilnya misalnya ada pelanggaran hak (asasi/hukum) atau pelanggaran hukum oleh negara di mana si penggugat tidak harus merupakan pihak yang mengalami kerugiaan rill atau langsung, termasuk untuk kepentingan alam dan lingkungan hidup (natural and environmental issues) dengan mengajukan gugatan di pengadilan, guna menuntut agar penyelenggara negara melakukan penegakan hukum yang diwajibkan kepadanya atau untuk memulihkan kerugian publik yang terjadi.

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan para Penggugat dalam perkara a quo diajukan melalui mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit) yaitu atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1365 KUH-Perdata, sehubungan dengan hal tersebut maka Majelis akan mempertimbangkan apakah para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang didalilkan oleh para Penggugat, maka Majelis akan mempertimbangkannya sebagai berikut:

Menimbang, bahwa perihal Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) maupun Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) diatur oleh ketentuan atau dasar hukum yang sama. Yaitu Pasal 1365 KUH-Perdata;

Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi, „Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUH-Perdata di atas, setidaknya ada lima unsur yang harus dipenuhi yaitu :
1)      adanya perbuatan;
2)     perbuatan itu melawan hukum;
3)     adanya kerugian;
4)     adanya kesalahan; dan
5)     adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan.

Menimbang, bahwa menurut Molegraaff bahwa Perbuatan Melawan Hukum tidak hanya melanggar undang-undang akan tetapi juga melanggar kaedah kesusilaan dan kepatutan. Sedangkan Hoge Raad mengatakan Perbuatan Melawan Hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan :
-          Hak Subyektif orang lain.
-          Kewajiban hukum pelaku.
-          Kaedah kesusilaan.
-          Kepatutan dalam masyarakat (yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain).

Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah didalilkan oleh para Penggugat dalam surat gugatannya bahwa oleh karena yang menjadi substansi gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo terkait dengan peristiwa bencana kabut asap pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, yang mana terjadinya peristiwa kabut dan asap tersebut berasal dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, sehubungan dengan hal tersebut maka Majelis perlu terlebih dahulu membuktikan kebenaran dari peristiwa sebagaimana yang didalilkan oleh para Penggugat tersebut;

Menimbang, bahwa berdasarkan jawaban yang disampaikan oleh Para Tergugat di persidangan telah ternyata bahwa Para Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya tidak ada yang menyangkal dalil-dalil para Penggugat khususnya yang terkait dengan adanya peristiwa bencana kabut asap pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, yang mana terjadinya peristiwa kabut dan asap tersebut berasal dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dan fakta tersebut telah pula diperkuat dengan adanya bukti P-3, P-4.1, s/d. P-4.3, P-5.1 s/d. P-5.10, P- 6, P-7, P-8, P-9, P-10, P-11, P-12, P-13, P-14, P-15, P-17, P-18 (T.II, T.II-11);

Menimbang, bahwa fakta tersebut di atas diperkuat pula oleh keterangan saksi ADIE yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

-          Bahwa saksi tinggal di Desa Mantangai Hulu Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah sejak lahir dan saksi bekerja sebagai petani, menyadap karet dan mencari ikan musiman;
-          Bahwa salah satu kebiasaan masyarakat di Kalimantan Tengah khususnya petani apabila menyelang musim tanam para petani sering melakukan pembakaran lahan pertaniannya;
-          Bahwa saksi mengalami kebakaran hutan sejak tahun 1997. Ada dua kali yang paling parah dalam peristiwa kebakaran tersebut yaitu tahun 1997 dan tahun 2015 dan sepengetahuan saksi saat kebakaran hutan pada tahun 1997, keadaan masyarakat sekitar saksi banyak yang tidak bisa melakukan usahanya untuk mencari nafkah seperti pergi ke kebun atau ladang karena apabila berangkat menggunakan alat transportasi perahu motor atau mesin ces seringkali tersesat dikarenakan jarak pandang hanya 1-2 meter saja;
-          Bahwa tahun 1997, keluarga saksi mengalami sesak napas, diare dan muntah dan saat itu tidak ada bantuan dari pemerintah provinsi dan pusat atas musibah bencana asap tersebut. Masyarakat mempertahankan hidupnya dengan mengonsumsi hasil ladang sehingga masyarakat bertahan hidup;
-          Bahwa lamanya kebakaran hutan pada tahun 1997 sekitar enam bulan sedangkan kebakaran tahun 2015 berlangsung hampir tiga bulan, yang mana ketebalan asapnya kurang dari kebakaran hutan pada tahun 1997 dan jarak pandang pada saat kabut asap hanya sekitar sekitar 10-25 meter yang menyebabkan masyarakat tersesat hampir satu hari. Rambu-rambu jalan di sungai ada, tetapi tidak jelas karena tidak diperbaiki pemerintah, namun perbaikan rambu dilakukan pasca kebakaran tahun 2015 Saat ini, ramburambu tersebut sudah diperbaiki;
-          Bahwa menurut saksi yang menyebabkan kebakaran hutan pada tahun 1997 adalah pembabatan hutan dan penggalian kanal pada masa Pengembangan Lahan Gambut 1 juta hektar, Sedangkan penyebab kebakaran pada tahun 2015, saksi tidak mengetahui sumber api darimana;

`          Menimbang, bahwa sehubungan dengan adanya peristiwa bencana kabut asap pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah tersebut, selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah benar Para Tergugat dalam kapasitasnya sebagai penguasa atau pemangku kepentingan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena Para Tergugat telah lalai menjalankan fungsi dan tugasnya untuk melakukan tindakan pencegahan dan penaggulangan secara serius terhadap kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi hampir setiap tahunnya di Provinsi Kalimantan Tengah, dan apakah benar PARA TERGUGAT selama bencana kabut asap belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang menimbulkan kabut asap ?

Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah didalilkan oleh Para Penggugat dalam surat gugatannya bahwa Tergugat I dalam kapasitasnya selaku Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (vide Pasal 4 ayat (1) UUD 1945), dimana Presiden dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Menteri-Menteri Negara dan setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (vide Pasal 17 UUD 1945);

Menimbang, bahwa secara nasional kelembagaan yang utama dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 64 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa tugas dan wewenang pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dilaksanakan dan/atau dikoordinasikan oleh Menteri. Menteri yang dimaksud Pasal 1 angka 39 adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian kementrian yang dimaksud adalah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Menimbang, bahwa arah kebijakan lingkungan hidup tercermin dalam Pasal 3 UU No.32 Tahun 2009 mengenai tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dimana menurut Pasal 3 UU NO. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
a.      Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b.      Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c.       Menjamin kelangsungan hidup;
d.      Menjaga kelestarian;
e.      Mencapai keserasian;
f.        Menjamin terpenuhinya;
g.      Menjamin pemenuhan;
h.      Mengendalikan pemanfaatan;
i.        Mewujudkan pembangunan berkelanjutan;
j.        Mengantisipasi isu lingkungan global;

Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 3 UU No. 32 Tahun 2009, disebutkan : “Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelajutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

Menimbang, bahwa menurut pendapat N.H.T. Siahaan, dalam Bukunya yang berjudul “Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan”, Edesi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 1, disebutkan bahwa pada mulanya masalah lingkungan hidup merupakan masalah alami, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai bagian dari proses natural. Proses natural ini terjadi tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan itu sendiri dan pulih kemudian secara alami. Akan tetapi, sekarang masalah lingkungan tidak lagi dapat dikatakan sebagai masalah yang semata-mata bersifat alami, karena manusia memberikan faktor penyebab yang sangat signifikan secara variabel bagi peristiwa-peristiwa lingkungan. Tidak bisa disangkal bahwa masalahmasalah lingkungan yang lahir dan berkembang karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit dibandingkan dengan faktor alam itu sendiri. Manusia dengan berbagai dimensinya, terutama dengan faktor mobilitas pertumbuhannya akal pikirannya dengan segala perkembangan aspek-aspek kebudayaannya, dan begitu juga dengan faktor proses masa atau zaman yang mengubah karakter dan pandangan manusia, merupakan faktor yang lebih tepat dikaitkan kepada masalah-masalah lingkungan hidup;

Menimbang, bahwa terkait dengan masalah penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah yang terjadi hampir tiap tahun yaitu sejak 1997 sampai 2015 yang menyebabkan wilayah di Propvinsi Kalimantan Tengah diselimuti kabut asap, menurut pendapat Majelis faktor penyebabnya utamanya adalah dari manusia, fakta mana sesuai dengan keterangan saksi ADIE dan bukti T.II-12, T.II-13, T.II-14 dan fakta tersebut sesuai dengan pendapat Ahli (Dr.Ir. ISRAR,M.Sc.) yang pada pokoknya berpendapat bahwa penyebab kebakaran di Indonesia khususnya di pulau Sumatera dan Kalimantan adalah 99% karena kegiatan dan aktivitas manusia, dimana biasanya pihak yang membakar lahan untuk menyiapkan lahan karena membakar merupakan cara yang cepat untuk menyiapkan lahan dan biayanya lebih murah, sehingga ketika hujan sudah bisa ditanam;

I.                  Fakta Hukum Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Tengah

Menimbang, bahwa berdasarkan Laporan dari Dr. Sutopo Nugroho,M.Si,APU, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB pada tanggal 30 Oktober 2015 (sesuai bukti P-4.2), diperoleh adanya fakta hukum Estimasi Luas Daerah Terbakar Periode 1 Juli s/d. 20 Oktober 2015 untuk wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dengan perincian untuk area gambut yang terbakar seluas 196.987 Ha dan untuk area non gambut yang terbakar seluas 133.876 ha, sehingga jumlah area yang terbakar di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah untuk periode 1 Juli s/d. 20 Oktober adalah seluas 330.863 Ha dan fakta tersebut diperkuat pula dengan adanya bukti P-4.3 yaitu berupa Berita Online dari CNN Indonesia tertanggal 31 Oktober 2015 yang pada pokoknya menjelaskan bahwa hingga tanggal 30 Oktober 2015 mencatat lahan gambut yang terbakar paling banyak terjadi di Kalimantan dengan luas lahan yang terbakar seluas 267.974 hektar, dimana Provinsi Kalimantan Tengah
menyumbang besaran besaran lahan gambut terbakar terbanyak yaitu seluas 196.987 hektar dan kebakaran gambut yang paling banyak terbakar terjadi di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur dan fakta tersebut sesuai pula dengan Laporan Dari Posko Krisis Kebakaran Lahan/Hutan sebagaimana yang tersebut pada bukti T.II-9, T.II-10, dan T.II-11;

II.               Fakta Hukum jarak pandang (visibility) dibawah 500 m

Menimbang, bahwa berdasarkan data dari Posko Karlahut Provinsi Kalimantan Tengah (sesuai bukti P-4.1), diperoleh adanya fakta hukum bahwa data sebaran Hotspot di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dari hasil Pantauan Satelit NOAA-18 (data sejak tanggal 8 September 2015) adalah sebagai berikut :


Menimbang, bahwa berdasarkan Data dari Posko Karlahut dan BMG Provinsi Kalimantan Tengah (sesuai bukti P-5.1), diperoleh adanya fakta hukum bahwa Daerah kritis yang terkepung asap dengan jarak pandang (visibility) dibawah 500 m terdapat di Kota Palangka Raya, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kotawaringin Barat dan diantara tanggal 20,21 dan 24 Oktober 2015 visibility di Kota Palangka Raya dibawah 50 m;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T.II yaitu Laporan dari Posko Krisis Kebakaran Lahan/Hutan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 24 September 2015, Laporan pukul 06.00 wib pada pokoknya menerangkan hal hal sebagai berikut :

-          Bahwa Penetapan status bencana asap : Status “Siaga Darurat” di 4 provinsi (Riau, Sumsel, Kalbar, dan Kalsel) dan 2 Provinsi ditingkatkan statusnya menjadi “Tanggap Darurat” yaitu Kalimantan Tengah dan Jambi;
-          Bahwa berdasarkan Hotspot yang diamati melalui satelit NOAA-18 pada tanggal 23 September 2014 di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 187 Hostpot (titik panas) dan pada tanggal 1 s/d. 23 Januari 2014 terdapat 2.939 Hostpot (titik panas), sedangkan berdasarkan data hotspot yang diambil melalui satelit Terra Aqua (NASA) pada tanggal 23 September 2015 di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 212 hotspot dan pada tanggal 1 s/d. 23 Januari 2015 terdapat 5.095 hotspot (titik panas);
-          Bahwa berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara dan cuaca tanggal 23 September 2015 pukul 10 wib bahwa kualitas udara atau ISPU (PSI) di Provinsi Kalimantan Tengah terendah adalah 1.246,24 dalam katagori berbahaya dan kualitas udara atau ISPU (PSI) tertinggi 1.991,93,93 dalam katagori berbahaya, sedangkan kondisi cuaca di Provinsi Kalimantan Tengah pada tanggal 23 September 2015 pukul 10 wib visibilitas 0,4 km dalam kondisi “berasap”;
-          Bahwa pada tanggal 23 September 2015 indikasi pergerakan asap di Kalimantan (selatan dan utara) terutama berasal dari wilayah Kalteng dan Kalbar yang menyelimuti seluruh wilayah;

Pertimbangan Hakim mengacu kepada Komnas HAM RI

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-3 yaitu berupa Keterangan Pers Nomor : 32/Humas-KH/IX/2016 Tentang Penanganan Asap Karhutla Abaikan Hak Asasi Manusia Komnas HAM RI, yang mana berdasarkan hasil pemantauan atau pengamatan yang dilakukan oleh Tim Pengamatan Situasi HAM Sebagai Dampak Bencana Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera pada pokoknya telah melaporkan hal-hal sebagai berikut :
-          Bahwa Pemerintah sangat lambat dan tidak menyeluruh dalam meminimalkan dampak asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta dalam memulihkan hak atas kesehatan masyarakat yang terpapar asap dan kondisi tersebut sebagai akibat dari lemahnya perencanaan, termasuk identifikasi jumlah penduduk yang potensial terdampak asap dan sudah terpapar asap bertahun-tahun;
-          Bahwa Komnas HAM mencatat perkembangan positif yang telah diupayakan pemerintah dengan pembentukan Badan Restorasi Gambut dan upaya-upaya pencegahan kebakaran di lahan gambut dibeberapa lokasi, namun upaya tersebut masih bersifat sporadik;
-          Bahwa tumpang tindihnya kewenangan dan lemahnya otoritas serta tanggungjawab dari beberapa lembaga mengakibatkan belum adanya perbaikan yang signifikan dalam menangani karhutla meski sudah berlangsung selama 18 tahun berlarut-larut. Asap karhutla diduga kuat berdampak serius bagi kesehatan paru-paru dan jantung warga, khususnya anak-anak dan kelompok rentan (wanita hamil, lansia, dan penderita penyakit saluran pernafasan);
-          Bahwa Komnas HAM telah melakukan kajian hukum bersama Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) pada 2016 serta pemantauan di tiga provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan Tengah pada 2015- 2016, dimana berdasarkan pemantauan dan kajian hukum tersebut Komnas HAM menemukan terjadinya pengabaian hak atas kesehatan, pendekatan yang sangat teknis atau berorientasi pada pemadaman api, penegakan hukum yang diduga diskriminatif, dan peraturan perundang-undangan yang sektoral serta multi tafsir pada penanganan dampak-dampak dari karhutla terhadap masyarakat selama 18 tahun terakhir. Akibatnya terjadi ketidakjelasan atas pihak yang paling mempunyai otoritas untuk mengkoordinasikan upaya-upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi korban dari asap karhutla;
-          Bahwa Komnas HAM menemukan bahwa hampir sebagian besar pemerintah daerah tidak memiliki kesiapan dalam menyediakan anggaran maupun sarana/prasarana yang memadai untuk menanggulangi dampak asap karhutla pada masyarakat. Pemerintah sangat lambat dan tidak menyeluruh dalam meminimalkan dampak asap dan memulihkan hak atas kesehatan masyarakat, sehingga akibatnya tragedi asap pada 2015 telah merengut sekurang-kurangnya 23 nyawa dan selama 18 tahun berturut-turut dan kualitas kesehatan masyarakat yang terpapar karhutla mengalami penurunan secara dratis. Dalam konteks ini Komnas HAM menilai negara telah gagal memberikan jaminan atas hak hidup sebagaimana dijamin Pasal 28a UUD 1945, Pasal 4 jo Pasal 9 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak atas kesehatan yang dijamin dalam Pasal 28h (1) UUD 1945 serta hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang dijamin dalam Pasal 9 (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

III.           Fakta Hukum kerugian materil maupun immateril masyarakat Kalimantan Tengah

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5-1, P.5-3, P.5-4, P.5-5. P.5-6, P.5-7, P.5-8, P.5-9, P.5-10, P-6, P-7 dan P-10, diperoleh adanya fakta hukum bahwa akibat dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang menimbulkan kabut asap tersebut menyebabkan kerugian bagi masyarakat Kalimantan Tengah baik kerugian materil maupun immateril yaitu berdasarkan fakta sebagai berikut :
-          Bahwa berdasarkan data Posko Karhutla Provinsi Kalimantan Tengah dan BMKG, terdapat beberapa daerah kritis yang terkepung asap dengan jarak pandang (visibility) di bawah 500 m diantaranya adalah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Kotawaringin Barat, sehingga hal tersebut berdampak terhadap aktivitas masyarakat;
-          Bahwa berdasarkan paparan Plt. Gubernur Kalimantan Tengah yang mengutip Data BMKG Palangkaraya tentang Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) periode tanggal 1 Oktober - 31 Oktober 2015, kondisi udara telah berada pada tingkat berbahaya dan Bahwa kabut asap telah mengakibatkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di 14 (empat belas) Kabupaten/kota dengan jumlah kasus sekitar 11.751 (sebelas ribu tujuh ratus lima puluh satu) kasus di bulan Agustus 2015, sekitar 23795 kasus di bulan September 2015 dan sekitar 13.949 kasus;
-          Bahwa kabut asap telah mengakibatkan penyakit diare dengan jumlah sebesar 4.453 orang dan selain itu kabut asap telah pula mengakibatkan meninggalnya 1 balita, 1 anak dan 2 orang dewasa diantaranya Ratu Agnesia (2 bulan) dari Kota Palangkaraya, Salmiah (49 thn) dari Kota Palangkaraya, Karmansyah (70 thn) dari Kabupaten Pulang Pisau dan Intan Destiaty Zulfah (9 tahun) dari Kabupaten Kotawaringin Timur;
-          Bahwa kabut asap telah merugikan para pelajar yang berada di wilayah Kabupaten/Kota seperti Kabupaten Barito Selatan, Barito Utara, Barito Timur, Murung Raya, Kapuas, Pulang Pisau, Gunung Mas, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat, Lamandanau, Sukamara, dan Kota Palangkaraya yang mengalami pengurangan jam pelajaran dan penghentian sementara kegiatan belajar mengajar;

Bahwa akibat kabut asap yang mengancam jiwa, masyarakat melakukan evakuasi sendiri dibantu oleh GAAS ke Banjarmasin, dengan 2 tahapan yaitu tahap pertama sekitar 20 orang dan tahap kedua sekitar 21 orang;
-          Bahwa berdasarkan data Kajian Dampak Kabut Asap terhadap Perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Provinsi Kalimantan Tengah, selama periode tanggal 22 Agustus - 29 Oktober 2015, kabut asap telah mengakibatkan pergerakan pesawat di 3 Bandara besar (take off dan landing) yang melayani dari dan ke Kalimantan Tengah mengalami 2.512 pergerakan. Dengan rincian Delayed berjumlah 941, Canceled berjumlah 1.564, Diverted (dialihkan) berjumlah 5 dan Return to Base berjumlah 2. Hal ini menjadi bukti masyarakat mengalami kerugian karena tidak dapat melakukan aktivitas dari dan menuju Provinsi Kalimantan Tengah;
-          Bahwa berdasarkan laporan Penerimaan Negara bukan Pajak akibat kabut asap Unit Penyelenggara Bandar Udara Tjilik Riwut Palangka Raya Bulan Agustus s/d Oktober 2015, jumlah penurunan penerimaan akibat kabut asap Rp. 1.524.365.055 (satu milliar lima ratus dua puluh empat juta tiga ratus enam puluh lima ribu koma nol lima puluh lima);
-          Bahwa persediaan obat-obatan kurang memadai khususnya di Desa Mentangai hulu dan Desa Pulau Kaladan Kecamatan Mentangai. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya permintaan obat-obatan oleh Polisi dan TNI ke Nurhadi (tokoh masyarakat Desa Mentangai Hulu), Ditempat lain, Posko Pembantu Puskesmas di Desa Pulau Kaladan mengalami kekurangan obat, hal ini disampaikan oleh kepala Posko Pembantu Puskesmas di Desa Pulau Kaladan ;
-          Bahwa masker yang disediakan oleh TERGUGAT VI dan TERGUGAT V tidak mencukupi kebutuhan masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah. Persediaan yang ada hanya 1.108.680 bh sedangkan jumlah penduduk provinsi Kalimantan Tengah menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah sekitar 1.439.858 jiwa;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta sebagaimana yang telah Majelis uraikan di atas, maka diperoleh adanya fakta hukum bahwa pada tahun 2015 di wilayah Kalimantan Tengah telah terjadi kerusakan lingkungan dan atau pencemaran lingkungan, yang mana peristiwa bencana kabut asap pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah tersebut berasal dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;

D.   Pertimbangan Hakim Keterkaitan Pertangungjawaban para Tergugat

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan keterkaitan pertanngungjawaban para Tergugat, dalam kapasitasnya selaku penguasa atau selaku pemangku kepentingan terhadap kejadian atau peristiwa kabut asap yang menyelimuti wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang diakibatkan dari kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah yang telah lama terjadi dan mulai masif sejak tahun 1997 dan terakhir terjadi pada tahun 2015;

Menimbang, bahwa menurut Majelis pertanggungjawaban Tergugat I s/d. Tergugat VI dalam peristiwa kabut asap yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah yaitu sebagai berikut :

Menimbang, bahwa TERGUGAT I adalah Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. (Vide Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945), dimana TERGUGAT I selaku pemegang kekuasaan pemerintahan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban menjalankan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya guna mewujudkan cita pendirian bangsa ini, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”;

Menimbang, bahwa dalam pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Manterimenteri Negara dan Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, sedangkan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara lebih lanjut disebutkan bahwa “Kementerian berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Presiden”;

Menimbang, bahwa dalam ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa “Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah”;

Menimbang, bahwa dalam pasal 2 Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan disebutkan bahwa Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan berasaskan :
a.      Keadilan dan kepastian hukum;
b.      Keberlanjutan;
c.       Tanggung jawab negara;
d.      Partisipasi masyarakat;
e.      Tanggung gugat;
f.        Prioritas; dan
g.      Keterpaduan dan koordinasi.

Gugatan Pengugat Poin 2 di Kabulkan

Tergugat I (Presiden) belum secara optimal melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka negara memiliki peran besar untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan kerusankan hutan, sehingga TERGUGAT I sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi seharusnya melakukan berbagai upaya preventif dengan melibatkan para menteri untuk mengambil suatu langkah nyata dalam mencegah dan mengurangi kerusakan hutan terutama terkait pembakaran lahan dan atau hutan yang menimbulkan kabut asap, sehingga peristiwa atau kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir setiap tahun khususnya di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah tidak terulang kembali, yang mana sungguhpun Tergugat I dalam jawabannya telah mendalilkan telah melakukan tindakan dimaksud namun dalam kenyataannya peristiwa kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Tengah selalu terulang kembali yaitu sejak tahun 1997 sampai dengan 2015, sehubungan dengan hal tersebut maka menurut pendapat Majelis Tergugat I belum secara optimal melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap khususnya di Kalimantan Tengah sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang;




Tergugat I sd V telah melakukan perbuatan melawan hukum

Menimbang, bahwa sungguhpun Tergugat I dalam kapasitasnya selaku Presiden RI dalam melaksanakan tugasnya telah mendelegasikan kewenangannya tersebut kepada Menteri terkait (Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V) namun dalam kenyataan Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V dalam kapasitasnya selaku Menteri atau pembantu Presiden belum melaksanakan tugas dan kewajibannya secara optimal khususnya yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan terjadinya peristiwa kabut asap khususnya di Wilayah Kalimantan Tengah, sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang, meskipun berdasarkan bukti-bukti yang diajukan para Tergugat sebenarnya para Tergugat sudah ada melakukan upaya-uapaya pencegahan dan penanggulangan yang terkait dengan kabut asap di wilayah Kalimantan Tengah namun upaya yang dilakukan para Tergugat tersebut belum maksimal dan terlihat lamban dan lambatnya kinerja para Tergugat dalam melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan di Wilayah Kalimantan Tengah tersebut menyebabkan kabut asap menyebar meluas hingga ke wilayah negara tetangga yaitu wilayah Singapura dan Malaysia dan telah pula menyebabkan korban meninggal dunia dan warga menderita ISPA serta terganggunya aktivitas masyarakat termasuk terganggunya penerbangan pesawat di wilayah Kalimantan Tengah dan kebakaran hutan dan lahan tersebut terjadi dalam rentan waktu yang cukup lama di tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah, sehubungan dengan terjadinya peristiwa tersebut menurut Majelis Tergugat I s/d. Tergugat V secara tanggung renteng harus mempertanggung jawabkan kinerjanya yang belum dilaksanakan secara maksimal tersebut dan oleh karenanya menurut Majelis terkait dengan penanganan peristiwa kabut asap yang menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah tersebut Tergugat I s/d.
Tergugat V dapat dikualivisir telah melakukan perbuatan melawan hukum karena kinerjanya dalam penanganan kabut asap diwilayah Kalimantan Tengah tersebut lamban dan belum optimal sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang;

Tergugat VI (Gubernur Kalimantan Tengah) kurang optimal atau lamban dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan tragedi kabut asap, dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat VI, dengan pertimbangan sebagai berikut :

Menimbang, bahwa sebagaimana yang didalilkan oleh para Penggugat bahwa TERGUGAT VI adalah Gubernur Kalimantan Tengah yang memiliki kedudukan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara:

Menimbang, bahwa dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa : “Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom” dan dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa “Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesua dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan”.

Menimbang, bahwa sebagaimana didalilkan oleh Pengugat bahwa TERGUGAT VI dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Gubernur memiliki tanggung jawab pengendalian kebakaran hutan dan lahan di wilayah yang dipimpin sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001 yang berbunyi :“Gubernur bertanggung jawab terhadap pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan yang dampaknya lintas kabupaten/kota” dan dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001 disebutkan bahwa “Gubernur melakukan pengawasan atas pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan yang berdampak atau yang diperkirakan dapat berdampak lintas kabupaten/kota”

Menimbang, bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Tergugat VI dalam kapasitasnya selaku Gubernur Kalimantan Tengah sesuai dengan tugas dan wewenangnya berkewajiban untuk merumuskan kebijakan strategis dalam rangka menciptakan lingkungan hidup yang baik dan melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan baik dalam tataran regulasi maupun pelaksanaannya;

Menimbang, bahwa Tergugat VI dalam kapasitasnya sebagai Gubenur Kalimantan Tengah dan sebagai pemangku kepentingan di daerah mempunyai kewajiban melakukan perbuatan hukum untuk melindungi, terjaminnya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 jo Pasal 2 dan 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia jo Pasal 65 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan di atas telah ternyata bahwa selama bencana kabut asap pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Tergugat VI dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Kalimantan Tengah belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra, kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap, dimana Tergugat VI lamban dalam melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan serta kurangnya koordinasi antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sehingga masyarakat menjadi korban karena lambatnya kinerja Tergugat VI dalam penanganan .kebakaran hutan dan lahan terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama di tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah, sehingga peristiwa kabut dan asap yang terjadi di Kalimantan Tengah tersebut telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat Kalimantan Tengah karena dampak yang ditimbulkan dari trgedi kabut asap tersebut menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat Kalimantan Tengah, seperti terganggunya kesehatan masyarakat dan dapat mengganggu aktifitas masyarakat dan bahkan telah pula menimbulkan korban jiwa;

Menimbang, bahwa berdasarkan data Posko Karhutla Provinsi Kalimantan Tengah dan BMKG, terdapat beberapa daerah kritis yang terkepung asap dengan jarak pandang (visibility) di bawah 500 m diantaranya adalah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Kotawaringin Barat dan berdasarkan paparan Plt. Gubernur Kalimantan Tengah yang mengutip Data BMKG Palangkaraya tentang Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) periode tanggal 1 Oktober – 31 Oktober 2015, kondisi udara telah berada pada tingkat berbahaya (bukti P-9) dan tragedi kabut asap telah pula mengakibatkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di 14 (empat belas) Kabupaten/kota dengan jumlah kasus sekitar 11.751 (sebelas ribu tujuh ratus lima puluh satu) kasus di bulan Agustus 2015, sekitar 23795 kasus di bulan September 2015 dan sekitar 13.949 kasus (bukti P-5.5) dan kabut asap telah mengakibatkan penyakit diare dengan jumlah sebesar 4.453 orang (bukti P-11) serta kabut asap telah mengakibatkan meninggalnya 1 balita, 1 anak dan 2 orang dewasa diantaranya Ratu Agnesia (2 bulan) dari Kota Palangkaraya, Salmiah (49 thn) dari Kota Palangkaraya, Karmansyah (70 thn) dari Kabupaten Pulang Pisau dan Intan Destiaty Zulfah (9 tahun) dari Kabupaten Kotawaringin Timur (bukti P.5-7);

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan di atas, maka kinerja dari Tergugat VI yang kurang optimal atau lamban dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan tragedi kabut asap yang menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah yang terjadi pada tahun 2015 sehingga menimbulkan dampak yang negatif terhadap masyarakat tersebut, maka perbuatan Tergugat VI tersebut dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum;

Tergugat VII (DPRD Provinsi Kalimantan Tengah) dapat dikualivisir telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Menimbang, bahwa menurut Majelis pertanggungjawaban Tergugat VII dalam peristiwa kabut asap yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah yaitu sebagai berikut :

Menimbang, bahwa sebagaimana yang didalilkan oleh para Penggugat bahwa TERGUGAT VII adalah Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki kedudukan sebagai wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum dan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi Sebagaimana diatur Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 jo Pasal 315 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, dimana TERGUGAT VII mempunyai fungsi: legislasi, anggaran dan pengawasan, ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representatif masyarakat di provinsi dan selain itu TERGUGAT VII mempunyai wewenang dan tugas yaitu membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur dan meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, maka berdasarkan ketentuan
diatas, TERGUGAT VII ikut bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi khususnya dalam pengendalian dan penanganan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana yang telah Majelis kemukakan di atas telah ternyata bahwa kejadian/ peristiwa kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan kabut asap di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah sudah terjadi sejak lama dan selalu terjadi berulang-ulang hampir setiap tahunnya yaitu sejak tahun 1997 sampai dengan 2015;

Menimbang, bahwa Tergugat VII dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Tengah atau pejabat legislatif, dimana sesuai kewenangannya guna untuk mengatasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah tidak terulang lagi setiap tahunnya dan juga untuk memberi efek jera kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Tengah sebenarnya Tergugat VII sesuai kewenangannya dapat mengambil inisiatif untuk mengusulkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur perihal larangan pembakaran lahan di wilayah Kalimantan Tengah kepada pihak eksekutif (Tergugat VI), namun sebelum terjadinya kebakaran Tergugat VII dalam kenyataannya tidak ada mengambil inisiatif untuk itu, dan inisiatif untuk menerbitkan Perda terkait larangan pembakaran lahan baru ada setelah terjadinya peristiwa kebakaran pada tahun 2015, yang mana fakta tersebut menunjukan bahwa Tergugat VII, sebagai pejabat legislatif di Provinsi Kalimantan Tengah dalam kapasitasnya selaku wakil rakyat belum secara optimal melaksanakan tugas kewajibannya untuk mengambil inisiatif atau segera merespon khususnya dalam pengendalian dan penanganan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah, yang mana
perbuatan Tergugat VII tersebut dapat dikualivisir telah melakukan perbuatan melawan hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas, menurut Majelis petitum Penggugat pada poin 2 yang memohon agar para Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum cukup beralasan sehingga patut untuk dikabulkan;

Pertimbangan Hakim mengacu Deklrasi Rio tentang Lingkungan Hidup dalam Prinsip keadilan antargenerasi (intergenerational equity).

Menimbang, bahwa menurut Majelis para Tergugat sebagai pemangku kewenangan dalam mengambil kebijakan atau dalam penanganan masalah lingkungan di Indonesia dapat mengacu pada Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang juga disebut sebagai the Earth Charter merupakan “soft-law agreements”, yang memuat 27 prinsip, dimana beberapa prinsip yang menjadi unsur penting konsep pembangunan berkelanjutan adalah :
a.      prinsip kedaulatan dan tanggung jawab negara (prinsip 2);
b.      prinsip keadilan antar generasi (prinsip 3);
c.       prinsip keadilan intragenerasi (prinsip 5 dan 6);
d.      prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan (prinsip 4);
e.      prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda (prinsip 7);
f.        prinsip tindakan pencegahan (prinsip 11);
g.      prinsip bekerja sama dan bertetangga baik dan kerja sama internasional (prinsip 18, 19 dan 27);
h.      prinsip keberhati-hatian;

Dimana dalam Prinsip keadilan antargenerasi (intergenerational equity) yang dirumuskan dalam prinsip ke-3 Deklarasi Rio yang berbunnyi : “Prinsip keadilan antargenerasi mengandung makna, bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Prinsip ini mengandung makna, bahwa generasi sekarang memiliki kewajiban untuk menggunakan sumber daya alam secara hemat dan bijaksana serta melaksanakan konservasi sumber daya alam sehingga sumber daya alam tetap tersedia dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk dimanfaatkan oleh generasi masa datang. Adalah tidak bijaksana jika generasi sekarang meninggalkan sumber-sumber air, tanah dan udara yang telah tercemar, sehingga generasi masa datang tidak lagi dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Prinsip keadilan antargenerasi diharapkan menjadi dasar bagi pengembangan hukum lingkungan nasional maupun hukum internasional.

Gugatan Pengugat poin 3 di kabulkan sebagian

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan petitum para Penggugat yang selebihnya yaitu dengan pertimbangan sebagai berikut :

Menimbang, bahwa mengenai petitum para Pengugat pada poin 3 yang memohon agar Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat :
1.       Peraturan Pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup;
2.      Peraturan Pemerintah tentang baku mutu lingkungan, yang meliputi: baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
3.      Peraturan Pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
4.      Peraturan Pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup;
5.      Peraturan Pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup;
6.      Peraturan Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan
7.      Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup;

Majelis akan mempertimbangkannya sebagai berikut :

Menimbang, bahwa menurut Majelis yang berwenang untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah adalah Presiden (Tergugat I), sedangkan Tergugat II dalam kapasitasnya selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak berwenang untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah, sedangkan terkait dengan permohonan dari para Penggugat agar diterbitkan 7 (tujuh) Peraturan Pelaksana dari UU Nomor 32 Tahun 2009, menurut Majelis khusus untuk Peraturan Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau sudah ada PP nya yaitu PP No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan, yang mana PP tersebut merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UUPLH Tahun 1997. Dimana PP No. 4 Tahun 2001 tersebut mengatur upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan serta pengawasan terhadap pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/ atau lahan. Untuk itu telah ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan baku mutu pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan.

Menimbang, bahwa sungguhpun PP No. 4 Tahun 2001 hingga sekarang masih berlaku dan PP No. 4 Tahun 2001 tersebut merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Lingkungan Hidup yang lama (ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UUPLH Tahun 1997), sehubungan dengan hal tersebut maka menurut Majelis PP No. 4 Tahun 2001 tersebut perlu diperbaharui untuk disesuaikan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup yang baru yaitu UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas, maka menurut Majelis petitum para Penggugat pada poin 3 patut untuk dikabulkan sebagian;

Gugatan Pengugat Poin 4 di Kabulkan

Menimbang, bahwa untuk melindungi terjaminannya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 jo Pasal 2 dan Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia jo Pasal 65 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka petitum Para Penggugat pada poin 4 yang memohon agar Tergugat I dihukum untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang menjadi dasar hukum terbentuknya Tim gabungan yang terdiri dari Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat VI cukup beralasan menurut hukum dan oleh karenanya patut untuk dikabulkan;

Gugatan Pengugat Poin 5 di Kabulkan

Menimbang, bahwa untuk keperluan Penanggulangan Pencemaran/Kerusakan Lingkungan Hidup secara terpadu serta untuk pemeliharaan, pengawasan serta penegakan hukum dibidang lingkungan hidup,
maka petitum para Penggugat pada poin 5 yang memohon agar Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat VI untuk membuat Tim Gabungan, yang mana tugas dan fungsinya adalah :
1.       Melakukan peninjauan ulang dan merevisi izin-izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah terbakar maupun belum terbakar berdasarkan pemenuhan kriteria penerbitan izin serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
2.      Melakukan penegakan hukum lingkungan perdata, pidana maupun administrasi atas perusahan-perusahaan yang lahannya terjadi kebakaran;
3.      Membuat roadmap (peta jalan) pencegahan dini, penanggulangan dan pemulihan korban kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan;

Adalah cukup beralasan menurut hukum, sehubungan dengan hal tersebut,

maka petitum para Penggugat pada poin 5 patut untuk dikabulkan;

Gugatan Pengugat Poin 6 di Kabulkan

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dan kenyataan bahwa kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah telah terjadi sejak lama dan mulai masif sejak tahun 1997 dan terakhir terjadi pada tahun 2015, sehubungan dengan hal tersebut maka guna mengantisipasi terulangnya kembali peristiwa kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dan untuk melindungi terjaminnya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana yang diamanahkan dalam peraturan perundang-undangan, maka petitum para Penggugat pada poin 6 yang memohon agar Tergugat I, Tergugat II, Tergugat V dan Tergugat VI untuk segera mengambil tindakan berupa :
1.       Mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemara udara asap di Provinsi Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi Korban Asap;
2.      Memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Provinsi Kalimantan Tengah;
3.      Membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antispasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap;
4.      Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama dengan lembaga lain untuk memastikan evakuasi berjalan lancar;

Adalah cukup beralasan menurut hukum, sehubungan dengan hal tersebut maka petitum para Penggugat pada poin 6 patut dikabulkan

Gugatan Pengugat Poin 7, 8, 9, 10 dan poin 11 di Kabulkan

Menimbang, bahwa dengan berpedoman pada hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas, menurut penilaian Majelis petitum para Penggugat pada poin 7, 8, 9, 10 dan poin 11 tidaklah bertentangan dengan peraturan yang berlaku, sehubungan dengan hal tersebut maka petitum para Penggugat pada poin 7, 8, 9, 10 dan poin 11 patut untuk dikabulkan;

Gugatan Pengugat Poin 12 di Tolak

Menimbang, bahwa mengenai petitum para Penggugat pada poin 12 yang memohon agar para Tergugat dihukum untuk meminta maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Kalimantan Tengah melalui 3 (tiga) media cetak nasional, menurut penilaian Majelis petitum yang dimohonkan oleh para Penggugat tersebut sangatlah berlebihan dan oleh karenanya petitum para Penggugat pada poin 12 tersebut haruslah dinyatakan ditolak;

Gugatan Pengugat Poin 13 di Tolak

Menimbang, bahwa mengenai petitum Para Penggugat pada poin 13 yang memohon agar putusan perkara a quo dapat dijalankan terlebih dahulu (Uitvoorbaar Bij Vooraad), menurut penilaian Majelis petitum para Penggugat pada poin 13 tersebut haruslah dinyatakan ditolak karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 191 (1) R.Bg;

Gugatan Pengugat Poin 14 di Kabulkan

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas telah ternyata bahwa para Penggugat telah berhasil membuktikan sebagian dari dalil gugatannya, sehubungan dengan hal tersebut gugatan Para Penggugat patut dikabulkan untuk sebagian dan menolak untuk yang selebihnya, sehubungan dengan hal tersebut maka Para Tergugat sebagai pihak yang kalah patut dihukum untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;

Penutup

Semoga berguna untuk meraih keadilan bersama. Hal inipun merupakan suatu kebanggaan yang tidak terhingga  bagi saya karena bisa terlibat atas kemenangan masyarakat Kalimantan Tengah ini. Kemenangan dan Kepastian atas kondisi lingkungan selama 18 tahun (1997-2015). Walaupun kemenangan ini tetap harus di perjuangkan. Tulisan ini dibuat juga sebagai bagian harapan yang tidak terpisahkan dari saya pribadi. Genap ke-30 tahun umur saya, semoga kedepan lebih baik lagi untuk bisa mendedikasikan hidup untuk kepentingan bersama. Untuk sebuah lingkungan yang adil dan sehat.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dinamika kehidupan selama ini.
Tetap berserikat, berlawan dan Gembira.
Minal Aizin Wal Faizin


Aryo Nugroho Waluyo

Sumber Tulisan :

Lihat putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya No: 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk, di