Taggal 1 Mei
2012 selasa depan merupakan tahun ke 122 dikukuhkan oleh Kongres Sosialis Dunia
yang diadakan di Paris, untuk diperingati sebagai Hari Buruh atau dikenal juga
dengan istilah May Day.
Jika
menelaah kembali sejarah munculnya Hari Buruh, maka kita kembali diingatkan
kepada para buruh Cordwainers, Amerika serikat, yang melakukan pemogokan kerja di
tahun 1806. Mereka menuntut pengurangan jam kerja yang dinilai tidak manusiawi
karena berdurasi sekitar 19 jam. Kemudian, aksi buruh yang juga menjadi penting
adalah ketika Peter Mc. Guire dan Mathew Mc. Guire mengerahkan 100.000 pekerja
di New Jersey, untuk tuntutan yang sama. Pada tahun 1886 aksi menuntut
pengurangan jam kerja kembali dilakukan oleh 400.000 buruh di Amerika Serikat,
yang tekenal dengan Peristiwa Haymarket.
Saat ini,
buruh sudah jauh lebih beruntung. Karena tak lagi memperjuangkan jam kerja.
Buruh sudah memenangkan tuntutan itu dengan diberlakukannya 8 jam kerja. Lalu
kenapa buruh di Indonesia masih melakukan demonstrasi bukan memperingati sebuah
kemenangan?
Di Indonesia
sendiri, Hari Buruh mulai diperingati sejak tahun 1920 dan dijadikan hari libur
nasional. Namun, sejak peristiwa G30S 1965, Hari Buruh menjadi sesuatu yang
tabu untuk diperingati. Karena identik dengan gerakan subversif kaum kiri dan
komunis, yang saat itu sedang gencar ‘dihabiskan’ oleh rezim Soeharto karena
dinilai tidak sejalan dengan ideologi Pancasila. Konotasi ini jelas tidak pas,
karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut
ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan
tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur
nasional.
Setelah era
Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei kembali
marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota.
Kekhawatiran
bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan
kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day
tahun 1999
hingga 2011 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan
massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang
terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan
terhadap kaum buruh, karena mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang
menganggap peringatan May Day adalah subversif dan didalangi gerakan
komunis.
Permasalahan Buruh Indonesia
1.
Pengetahuan Buruh
Pengetahuan
buruh di Kalimantan Tengah terhadap hak-hak mereka berupa jaminan sosial masih
sangat rendah. Hak-hak tersebut dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Menurut
Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI)
Kalimantan Tengah, Karliansyah, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng),
Selasa (31/1), jumlah buruh yang menjadi anggota KSBSI Kalteng sekitar 5.000
orang. Lebih dari 50 persen dari jumlah tersebut belum tahu tentang jaminan
sosial. sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/01/31/23552295/Rendah.Pengetahuan.Buruh.tentang.Hak
2.
Sistem outsourcing
a.
hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan vendor tidak dibuat dalam bentuk
Perjanjian Kerja secara tertulis, sehingga status pekerja/buruh menjadi tidak
jelas, apakah berdasarkan PKWT atau PKWTT, karena ketidakjelasan status ini
sewaktu-waktu pekerja/buruh dapat diberhentikan (di-PHK) tanpa uang pesangon.
“akan
tetapi dari sisi tenaga kerja, kondisi demikian sering menimbulkan persoalan,
khususnya masalah ketidakpastian hubungan kerja. Perusahaan outsourcing biasanya
membuat perjanjian kontrak dengan pekerja apabila ada perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja. Kontrak tersebut biasanya hanya berlaku selama
pekerjaan masih tersedia, dan apabila kontrak atas pekerjaan tersebut telah
berakhir, maka hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing juga
berakhir. Dalam kondisi demikian biasanya perusahaan outsourcing memberlakukan
prinsip no work no pay, yaitu pekerja tidak akan digaji selama tidak
bekerja, sekalipun hubungan kerja di antara mereka telah berlangsung bertahun-tahun.
b.
Vendor membayar upah murah yang tidak sesuai dengan standar upah minimum
dan kebutuhan hidup layak bagi pekerja/buruh;
c.
Tidak diterapkannya waktu kerja dan waktu istirahat bagi pekerja/buruh,
serta perhitungan upah kerja lembur yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur; pekerja/buruh
outsourcing tidak diikutsertakan dalam program jamsostek yang meliputi
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT)
maupun Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
d.
Pengusaha juga tidak memberikan pelayanan peningkatan kesehatan bagi pekerja/buruh
dan keluarganya;
e.
Secara umum vendor tidak menerapkan norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
bagi pekerja/buruhnya.
f.
sebagai pekerja kontrak, maka Pekerja/buruh outsourcing tidak ada
job security dan jaminan pengembangan karier, tidak ada jaminan kelangsungan
kerja, tidak memperoleh THR dan tidak diberikan pesangon setelah di PHK, serta
tidak terpenuhi hak-hak dasar lainnya sebelum, selama dan setelah pekerja/buruh
bekerja.
3 3.PHK
Massal
Meningkatnya jumlah pekerja informal tentu membawa kekhawatiran tersendiri,
mengingat sedikit dan bahkan tidak adanya perlindungan sosial serta saluran
aspirasi bagi kelompok ini. Dari sekitar 104,48 juta penduduk bekerja, 62 juta
di antaranya bekerja di sektor informal.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, jumlah
tenaga kerja yang terkena PHK hingga 11 Desember 2009 mencapai 68.204 orang dan
pekerja yang dirumahkan sebanyak 27.860 orang. Patut diperhatikan pula pengaruh
Pelaksanaan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Menakertrans Muhaimin Iskandar mengungkapkan, ada 68.332 orang
tenaga kerja yang terkena PHK dari 2009 sampai awal Maret 2010. Bahkan, akan
ada 27.860 orang lagi yang akan dirumahkan. Namun, jumlah tenaga kerja yang
di-PHK tersebut, tidak terkait langsung dengan dampak pelaksanaan ACFTA.
Kalangan pebisnis menyatakan dampak ACFA memang akan membuahkan PHK massal, karena banyak industri sulit bersaing dengan produk dari China.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPP KSPSI), Mathias Tambing, menyatakan, pelaksanaan ACFTA mengancam bangkrutnya industri nasional dan akan mengakibatkan terjadinya PHK besar-besaran.
Sistem
imprealisme dengan kaki tangannya kapitalisme membuat peran buruh hanya selayaknya
robot atau disamakan dengan sapi perahan, tentunya semua pihak yang masih
mempunyai hati nurani dengan bahasa lain masih mengingat bahwa manusia wajib memanusiakan
manusia lainya pasti tidak menginginkan ini kondisi seperti ini dan salah besar
jika gerakan buruh selalu di identikan dengan komunis karena ini masalah
kemanusian.
Buruh harus
bersatu Rebut kesejahteraan.
Aryo Nugroho .W
Front
Marehenis
kalau ente front marhenis ane front preman indonesia
BalasHapus