Sabtu, 25 Februari 2012

SENYUM SURYATIN


Perempuan paruh waktu yang kian tidak asing di indera penglihatan ini memaksaku untuk menulis cerita tentang dirinya. Sengketa lahan dengan pembunuh darah dingin perusahaan yang mencaplok lahan mereka menjadi jembatan pertemuan kami. Beliau kupangil ibu sur perempuan hebat diantara perempuan yang pernah kutemui dikehidupan ini. Beliau tidak bisa baca tulis namun keberaniannya membuat kami harus menundukan kepala/angkat topi kepada beliau. Cerita ini mungkin bukan suatu cerita yang akan membelalakan mata para pembaca namun disini penulis ingin menampilkan tentang ketegaran seorang perempuan dalam menjalani hidup.
Ibu sur selalu memberikan hal yang paling terbaik jika ada tamu bertandang kerumah beliau, siapapun dia bahkan orang yang paling dia benci ibu sur masih tetap baik terhadap orang tersebut. Sosok pekerja keras tanpa mengenal lelah itulah beliau demi menghidupi dan membahagiakan orang lain, demi anaknya dan keluarganya. Ibu sur sudah tiga kali berumah tangga dan yang terakhir beliau bertemu dengan seseorang yang ikut kerja dengan beliau walau pertama-tama beliau menolak terhadap orang tersebut namun akhirnya ibu sur mau menerima pinangannya. Ada hal mengapa ibu sur tidak mau menerima pinangan pada waktu itu, karena ibu sudah kian trauma dengan perlakukan kaum laki-laki. Dua orang laki-laki yang pernah ia cintai ternyata mengkhianati ketulusan beliau dan semejak itulah ibu sur menutup rapat pintu hatinya. Dengan sumpah janji dari sang calon suami ibu sur menerima pinangan seseorang  yang kini telah memberinya satu anak kepada beliau.
Prahara ini pun muncul disaat suaminya di bui oleh karena mempertahan tanahnya. Tanah yang telah dibuatkan surat keterangan tanah ini menjadi sengketa sejak masuknya sebuah perusahaan yang bergerak diperkebunan skala besar. Entah sudah menjadi ciri khas mungkin, saat dimana ada perusahaan disitulah ada konflik dengan warga sekitar yang telah dahulu mendiami wilayah itu. Namun apalah daya jika komprorador busuk telah berselingkuh dengan perusahaan yang terjadi ialah tanah diberikan kepada perusahaan tanpa harus perduli bahwa tanah tersebut itu adalah sumber penghidupan orang lain atau ada manusia disana. Setelah perusahaan memperoleh selembar surat sakti dari komprador busuk merekapun membuldoser tanaman-tanaman milik warga. Pada saat suami ibu sur menyuruh kedua putranya untuk memanem buah dilahan sendiri ternyata inilah sebuah awal tragedi, suami ibu sur dilaporkan oleh pihak perusahaan dan suami ibu surpun harus masuk bui didakwa dengan pasal pencurian dengan delik menyuruh orang lain.
Hari-hari dilalui ibu sur dengan hati yang hancur dimana suami tercintanya harus mendekam dipenjara atau mendapatkan kursi pesakitan. Ibu sur benci dengan keadilan dinegeri ini karena tutur ibu sur timbangan yang digunakan oleh pengadilan timbangannya sudah rusak. Masyarakat yang miskin dan tidak berdaya harus mendapatkan perlakukan tidak adil dihadapan hukum. Mengapa aparat penegak hukum begitu cepat menangapi laporan dari perusahaan tanpa harus melihat terlebih dahulu apa yang menjadi dudukpermasalahan sebenarnya. Bukankah tanah itu milik dirinya dan suaminya lantas mengapa suaminya dituduh mencurinya atau gara-gara adanya pendapat hukum yang menyatakan bahwa siapa yang menanam bahwa dialah pemilik tanaman tanpa harus perduli tanah itu milik siapa. Sungguh membuat ibu sur tidak bisa mencerna kondisi seperti ini atau memang inilah wujud asli dari penjajahan model baru itu. Masyarakat hanya dijadikan buruh atau refrentasi dari perbudakan ala baru dekade ini.
Hari demi-demi hari ibu sur melalui kondisi sangat berat, namun ditinggal suami tidak lantas membuat ibu sur patah arang lalu menyerah. Beliau tetap berjuang, beliau harus meninggalkan desa demi menyelamatkan surat-surat bukti kepemilikan yang asli dan pada waktu surat tersebut dicari-cari oleh pihak aparat penegak hukum. saat kondisi desa juga berpolimik atau dirundung masalah karena ada salah satu aparatur desa mengunakan dana operasional desa untuk kepentingan yang mengatasnamakan masyarakat itu, Ibu surlah yang  harus menutupi kekurangan itu dimana menurut ibu sur bahwa untuk warga semuanya harus berjalan dan itu hak mereka, untuk yang salah pasti akan diberi sanksi dimasyarakat yaitu berupa sanksi moral. Untuk perjuangan tanahnyapun ibu sur harus datang kedinas ditingkat provinsi menanyakan tentang status tanahnya apakah itu benar tanah diperuntukan untuk dirinya dan warga lainya. tanah adalah sebuah alat produksi yang kian menjadi penting dipunyai oleh seseorang agar roda kehidupan tetap berjalan dengan memamfaatkan hasil dari pengolahan tanah tersebut. Tanah tidak hanya sekedar tanah namun sebuah sumber kehidupan sekaligus sebagai status klas manusia dihadapan manusia yang lain. Tanah tidak boleh di monopoli hanya untuk kepentingan segelintir orang apalagi mengatasnamakan pembangunan daerah.
Walau hati ibu sur itu sudah tidak berbentuk lagi namun beliau selalu tetap bisa menciptakan sebuah senyuman selayaknya seorang ibu kepada tiap tamu yang ingin bertandang kerumah beliau.
Manusia mempunyai cerita sendiri-sendiri dalam hidupnya lalu apa ceritamu J
@Sang Penggoda, BM 24 February 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar