“Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa;
apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka “malapetaka”; oleh karena
itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner (Ir.
Soekarno)”.
Pernyataan Ir. Soekarno diatas mengenai pangan sebagai
persoalan soal mati-hidupnya suatu bangsa memang tidak ada salahnya,
kenyataannya ketiadaaan pangan yang mengakibatkan bencana kelaparan sudah
mewabah ke berbagai Negara di penjuru belahan dunia. Kelaparan sebagai indikasi
tindasan terhadap hak atas pangan masih berlangsung di mana-mana bahkan
bertambah buruk saja. Sebagai contoh India adalah negeri dengan jumlah
penderita kelaparan tertinggi didunia, disusul oleh China. 60% dari total
penderita kelaparan di seluruh dunia berada di Asia dan Pasifik, diikuti oleh
negeri-negeri Sub-Sahara dan Afrika sebesar 24%, serta Amerika Latin dan
Karibia 6% (lihat tabel). Setiap tahun orang yang menderita kelaparan bertambah
5,4 juta. Juga setiap tahunnya 36 juta rakyat mati karena kelaparan dan gizi
buruk, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada World Food Summit (WFS) Food and Agriculture
Organization (FAO) bulan November 1996 di Roma, para pemimpin negara/pemerintah
telah mengikrarkan kemauan politik dan komitmentnya untuk mencapai ketahanan
pangan serta melanjutkan upaya menghapuskan kelaparan di semua negara anggota
dengan mengurangi separuhnya jumlah penderita kekurangan pangan pada tahun
2015. Menurut FAO pada tahun 1996 terdapat 800 juta dari 5,67 milyar
penduduk dunia yang menderita kurang pangan, diantaranya 200 juta balita
menderita kurang gizi terutama energi dan protein. Laporan PBB juga
mencatat bahwa 3 – 5 ribu orang mati setiap hari akibat kelaparan dan
dampaknya. Angka ini lebih besar lagi terjadi di negara – negara Sub
Sahara – Afrika, negara – negara miskin dan didaerah yang terlibat konflik
perang.
Di Indonesia ancaman kelaparan dan kekurangan gizi
pada bayi dan balita telah menjadi persoalan yang sampai hari ini belum bisa
terselesaikan oleh negara. Contoh kasus, data Dinas Kesehatan Kota Bogor
menunjukkan 317 balita (bayi dibawah tiga tahun) di Bogor kekurangan gizi, hal
ini akibat tidak mempunyai orang tua anak tersebut memenuhi kebutuhan pangan
akibat kemiskinan, karena penghasilan yang tidak menentu seringkali anak – anak
tersebut hanya makan 1 hari sekali (kompas, 17 April 2002). Kasus lain,
di Kab. Kutai, Kalimantan Timur, yang dikenal dengan kabupaten kaya raya,
ternyata banyak memiliki warga yang miskin, terutama didaerah pedalaman yang
hanya menggantungkan hidupnya dengan makan 1 hari sekali (Kompas, 16 April
2002)
Walaupun saat ini ancaman kelaparan itu belum begitu
meluas, akan tetapi untuk kasus Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil,
karena pada saat inipun Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat besar
tergantung pangannya dari luar negri (Food Trap). Saat ini Indonesia
berada dalam status rawan pangan, bukan karena tidak adanya pangan tetapi lebih
karena pangannya tergantung dari pihak lain.
Solusi Ketergantungan Pangan Bangsa
Ketergantungan pangan Indonesia dari pihak asing
sebenarnya bisa diatasi dengan jalan diversifikasi dan ketahanan pangan.
Indonesia sebagai salah satu Negara dengan kekayaan dan keragaman hayati
sumberdaya alam terbesar didunia sudah seharusnya memanfaatkannya sebaik
mungkin untuk kesejahteraan masyarakat dan menjadi negara pengekspor produk
hasil olahan diversifikasi pangan terbesar di dunia dalam rangka mengatasi
krisis pangan dunia.
Pemerintah melalui Dinas Pertanian terkait sudah berupaya
semaksimal mungkin untuk mengatasi krisis pangan dalam negeri dengan jalan
pengembangan produk pertanian dan diversifikasi pangan seperti yang tertuang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2025, namun
kenyataan yang ada di lapangan belum menunjukkan hasil yang maksimal terbukti
dengan langkah pemerintah mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan beras dalam
negeri. Padahal Indonesia sebagai Negara agraris sudah seharusnya menjadi
Negara yang mandiri dalam hal mencukupi kebutuhan pangan rakyat.
Upaya diversifikasi pangan sebagai salah satu solusi
mencukupi kebutuhan pangan pun terus dilakukan oleh pemerintah dengan program
pengembangan diversfikasi olahan produk seperti pengembangan produk umbi-umbian
sebagai pengganti beras sebagai makanan pokok, pengembangan produk olahan sukun
sebagai jajanan sehat masyarakat dan masih banyak lagi. Namun, kenyataannya
masyarakat masih “enggan” untuk beralih dari beras.
Selain upaya diversifikasi, seharusnya pemerintah juga
mengedepankan upaya edukasi terhadap masyarakat terkait paradigma baru
ketahanan pangan Indonesia sehingga masyarakat dapat segera menyadari urgensi
ketahanan dan kemandirian pangan bangsa. Menurut UU No.7 tahun 1996, Ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata,
dan terjangkau. Dari pemaparan UU tersebut sudah sangat jelas bahwa salah satu
indikator ketahanan pangan adalah terpenuhinya kebutuhan pangan yang baik bagi
masyarakat secara aman, merata dan terjangkau. Oleh karena itu, pemahaman
ketahanan pangan sebagai langkah awal menuju kedaulatan pangan menjadi sangat
penting.
Kebijakan Strategi Pangan 2010-2014
Keberhasilan kedaulatan pangan bangsa tentu tidak
lepas dari yang namanya kebijakan strategi pangan. Berikut akan dipaparkan
beberapa langkah strategis kebijakan strategi pangan 2010-2014 dalam rangka
mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia:
1. Memantapkan ketahanan pangan sebagai
paradigma baru masyarakat
Dengan adanya paradigma ketahanan pangan tersebut maka
segala upaya yang dilakukan pemerintah dapat terlaksana secara maksimal karena
adanya dukungan penuh dari pihak masyarakat sehingga dapat memberikan hasil sesuai
seperti yang diharapkan yaitu terciptanya ketahanan pangan dalam negeri. Selain
itu, dengan adanya ketahanan pangan dapat menjamin ketersediaan pangan
berbasis produksi dalam negeri (mandiri) sehingga ancaman krisis pangan yang
sempat muncul ke permukaan seperti kelangkaan kedelai, impor beras, impor gula,
kelangkaan cabai, dan melabungnya harga kebutuhan pokok dapat segera teratasi
serta merintis terciptanya sistem pertanian yang modern, aman, efisien, ramah
lingkungan dan berkelanjutan.
2. Pengembangan infrastruktur pertanian
Pengembangan infrastruktur pertanian seperti
penyediaan alat-alat pertanian, pupuk organik, aliran air irigasi, dan benih
tanaman mutlak diperlukan petani agar mampu mewujudkan pertanian yang
berkelanjutan sehingga dapat berdampak positif pada produktivitas hasil
pertaniaan. Apabila infastruktur pertanian tidak kunjung dilengkapi bukan tidak
mungkin dapat berdampak pada ketidakseimbangan ekonomi dalam negeri yang dapat
mengakibatkan inflasi akibat melonjaknya harga kebutuhan pokok di pasaran yang
disebabkan karena produktivitas hasil pertanian yang belum mencukupi kebutuhan
pangan masyarakat.
3. Pengembangan diversifikasi pangan
Diversifikasi sebagai solusi strategis mewujudkan
kedaulatan pangan Indonesia memegang peranan yang cukup vital bagi terpenuhinya
kebutuhan pangan dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dari
berbagai pihak untuk menggerakkan roda industri diversifikasi pangan di
Indonesia salah satunya dengan membangun dan memperkuat industri pengolahan
pangan di Indonesia. Dewasa ini sudah banyak industry-industri pengolahan
pangan yang berdiri di Indonesia namun masih belum mendapat perhatian dari
pemerintah sehingga banyak industri-industri tersebut yang gulung tikar karena
tidak sanggup bertahan dari serangan globalisasi yang semakin marak. Padahal,
peran industri-industri tersebut cukup vital sebagai pengatur dan pengelola
komoditas pengolahan pangan dalam negeri.
4. Kebijakan perdagangan yang berpihak
pada kepentingan nasional
Petani kita sudah berupaya untuk melaksanakan
kewajibannya untuk memnuhi kebutuhan pangan kita namun, apa daya segala
sesuatunya sudan ada kebijakan dari pusat sehingga kebijakan ini menjadi
penting apabila kebijakan tersebut berpihak kepada rakyat dan petani.
Kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama dalam hal mewujudkan kedaulatan
pangan. Oleh karena itu, pengaturan kebijakan baik dalam hal perdagangan maupun
pemasaran produk hasil pertanian harus mengedapnkan kesejahteraan masyarakat.
5. Penetapan regulasi retail modern
Pada zaman modern seperti sekarang ini banyak
supermarket atau pasar modern bermunculan di segala penjuru daerah memangsa
pasar-pasar local dan membatasi akses pemasaran potensi alam daerah. Pemerintah
seharusnya membuat regulasi terkait pengaturan lokasi atau tempat dibangunnya
pasar modern tersebut agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat local yang
sedang mengadu nasib berdagang menjual hasil potensi alam daerah di pasar local
tersebut. Selain itu, penetapan regulasi terkait penetapan harga komoditas
hasil pertanian juga perlu dilakukan agar para petani dapat menjadi kompetitif
dalam bersaing.
Kedaulatan Pangan Sebagai Penentu Hidup Mati Bangsa
Ketahanan pangan menjadi kunci pokok kedaulatan pangan yang menjadi sendi pokok
pemantapan kedaulatan negara. Apabila ketahanan pangan dalam negeri sudah
berjalan secara teratur, aman dan merata hingga ke pelosok daerah sudah bisa
dikatakan bahwa Negara Indonesia telah berhasil mewujudkan kedaulatan pangan.
Tetapi apabila hal tersebut belum bisa dilaksanakan bukan tidak mungkin Negara
Indonesia bakal menemui krisis pangan dan krisis Negara yang berlarut-larut.
Pemerintah haruslah membuka sejarah pemenuhan pangan bangsa ini. Bahwa sejak
Indonesia merdeka, rakyat petani dengan basis pertanian keluarga telah berhasil
memenuhi hingga 90 % kebutuhan pangan nasional. Angka produksi tersebut dapat
dicapai oleh petani Indonesia walaupun kekurangan lahan karena desakan konversi
lahan, tanpa dukungan infrastruktur berarti, pencemaran, kerusakan lingkungan
dan pengurangan hingga penyelewengan pada subsidi benih dan pupuk.
Persoalan pangan bagi bangsa indonesia, dan juga bangsa – bangsa lainnya di
dunia ini adalah merupakan persoalan yang sangat mendasar, dan sangat menentukan
nasib dari suatu bangsa, karena ketergantungan pangan dapat berarti terjadinya
terbelenggunya kemerdekaan bangsa dan rakyat terhadap suatu kelompok, baik
negara lain maupun kekuatan – kekuatan ekonomi lainnya. Oleh karena itu,
apabila persoalan kedaulatan pangan ini tidak ditindaklanjuti dengan serius
oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait maka akan menjadi ‘malapetaka’ bagi
masyarakat dan juga Negara karena kedaulatan pangan memegang peranan hidup dan
matinya suatu bangsa.
Referensi
1. Syahrul, Ahan. 2011. Politik
Kedaulatan Pangan. URL: http://suar.okezone.com/read/2011/05/30/58/462302/58/politik-kedaulatan-pangan.
Diakses tanggal 12 September 2011.
16.13.
2. WALHI. 2011. Kedaulatan Pangan
Adalah Pondasi Kedaulatan Bangsa. URL: http://www.walhi.or.id/id/ruang-media/siaran-pers/1052-kedaulatan-pangan-adalah-pondasi-kedaulatan-bangsa.
Diakses pada tanggal 12 September 2011. 15.45.
3. Arisyaoran Blos, http://arisyaoran.wordpress.com/2012/05/01/kedaulatan-pangan-sebagai-penentu-hidup-mati-bangsa-2/.
Diakses pada tanggal 16 Oktober 2012.10.10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar