WORKSHOP
: “De-Humanisasi”
Rakyat Dalam Perampasan Lahan Di Indonesia. Menemukan
Dan Memetakan Arah Gerakan , Medina Hotel Bogor, 4 Juli 2012.
oleh ;
Aryo Nugroho W.
Pukul ± 18.00 WIB akhirnya Kota Bogor
menyambut kedatanganku dengan guyuran hujan yang cukup deras, setelah hampir 2
jam berada dibus dari bandara Seokarno-Hatta. Angkot 06 membantuku untuk
menemukan jalan pakuan No.25 yaitu Hotel Medina. Setelah sampai dihotel dan
persilahkan untuk masuk kedalam kamar yang telah dipersiapkan oleh panitia.
Setelah melaksanakan sholat Isya sayapun memulai untuk menghempaskan diri pada
kasur putih yang membuatku tidak sadarkan diri hingga esok pagi.
Pagi pertama dikegiatan Workshop yang di laksanakan
oleh Hukum berbasis masyarakat yang dikenal dengan nama HuMa dengan tema “
De-Humanisasi” Rakyat Dalam Perampasan Lahan Di Indonesia – Menemukan dan
Memetakan Arah Gerakan. Berdasarkan Term Or Refrence bahwa kegiatan ini dilatar
belakangi oleh banyak konflik agraria terjadi Dalam rentang tahun antara 2002 sampai dengan
November 2011, data base HuMA mencatat terdapat 2.736.662,4 hektar lahan yang
berkonflik. Konflik perkebunan mencatat urutan pertama sebesar 67,60 % atau
setara dengan 1.849.873,73 ; diurutan kedua diduduki konflik kehutanan sebesar
27,17 % atau setara dengan 74.643,92 hektar yang tersebar di 18 propinsi.
Sisanya adalah konfllik terkait
issue tambang dan tanah. Data ini adalah sebagian kecil data konflik sumberdaya
yang terekam. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah terus, dan akan
meningkatkan eskalasi konflik diantara masyarakat adat dan pemilik modal yang
didukung oleh negara. Sementara itu Konsorsium pembaharuan Agraria mencatat
sepanjang 2011 ada 163 konflik agrarian di berbagai sektor dan berbagai propinsi dengan
luasan areal
konflik mencapai 472.048,44 hektare.yang melibatkan 69.975 kepala keluarga.
Guna mendapatkan gambaran utuh dari upaya-upaya “de-humanisasi”
rakyat melalui perampasan lahan di berbagai negara dan membangun gerakan
bersama untuk melawan upaya-upaya dehumanisasi tersebut maka HuMa bekerjasama
dengan ICCO merencanakan untuk menyelenggarakan
Workshop on People’s Right to Land and Natural
Resources yang akan
diselenggarakan pada
tanggal 23- 25 Juli 2012. Workshop ini akan menjadi langkah awal guna merancang strategi bersama
di tingkatan regional dan merelasikannya dengan advokasi di tingkat lokal dan
nasional, di samping upaya-upaya lain yang telah dilakukan oleh gerakan sosial
di Indonesia dengan jaringan regional ataupun internasional lainnya.
Sesi Pertama :
Pembukaan dari Bung steny
:
Ä Terkait penelitian dari boras
Ä Hak ecosob diangkat dalam asean
Menentukan :
Ä Siapa Aktornya
-
Pemerintah
dan Perusahaan
Ä Pola Perampasan
-
Koperasi
untuk alat ekspansi
-
Dijauhkan
masyarakat dengan cultulnya
-
Menuganakan
isu masyarakat asli dan tidak asli
-
Cash Money
-
Permainan
Izin Konsesi
-
Mengunakan
Para Akademisi
-
Resolusi
Konflik (Mengunakan para konsultan)
-
Pasar (ISPO)
oleh pemerintah
-
Bisnis Jasa (tentara dan polisi)
-
Klaim tanah
negara
-
Mobiliasi
Masyarakat (Broker Migran)
-
Lebel properti
untuk dijadikan kebun
-
Tanah-tanah
yang berkonflik
-
Mengunakan
Kekuasaan Lokal
-
Perbatasan
-
Branding itu sangat penting untuk perusahaan
-
Perusahaan
mempunyai lembaga keuangan sendiri (Bank dan Asuransi)
-
Pengunaan
peta (BPN tidak pernah melihatkan peta HGU yang sebenarnya)
Ä Objeknya
Ä Strateginya
Ä Dampak
Ä Sebaran
Ä Aktor :
Internasional
-
Tax Holiday
ukuran sustainable, energi terbaru, regional conektiviti, saveguards
Air
Ä Perampasan
Mengapa orang melakukan land grabbing, para pemodal dan negara miskin bahwa
untuk ketahanan pangan dan sumber energi.
Sesi Setelah Makan Siang :
1.
Agenda :
-
Curah
pendapat
-
Diskusi
Kelompok
Besok
-
Presentasi
Kelompok
-
Simpulan dan
rekomendasi
Ä
Study Kasus :
-
Letigimasi
Putusan Pengadilan, Meniliti Putusan-Putusan Pengadilan adanya mafia peradilan
untuk akses perusahaan.
-
Modus
koperasi, setiap ada kasus masyarakat dengan perusahaan selalu ada KPN yang
menjadi majelis hakim.
-
Isi-isi
perjanjian
Mbak Laksmi :
Point-Point penting : land grabing masuk di ruang
legal : diruang kebijakan lokal dan ambisi politik sampai pada kebijakan
nasional. Keamanan dan adat dan masuknya lewat cultur. Perusahaan mempunyai
istilah uang ketuk pintu atau uang tali asih, karena tanah itu di istilah
dengan ibu dan ibu adalah perempuan untuk melamar tersebut dengan istilah tali
asih. Mengunakan personifikasi untuk mencari rejeki secara bersama-sama. Legalitas
perampasan itu antara masyarakat dan pemerintah. Mendakati orang-orang kunci untuk
mempermudah urusan perusahaan. Orang merauke tidak main perang secara terbuka
tapi main santet atau swangi. Konsep-Konsep populis koperasi, partisipasi.
Mbak Nia :
Taman Nasional halimun
salak, semua program mengikuti pola konservasi, masyarakat tidak boleh menanam
sengon. TNHS merangkul masuk perusahaan seperti chevron, Aqua dan yang terbaru
pocari swet. Model perampasan lain lewat ekowisata, bakrie melalui
pemerintah-pemerintah desa. Masyarakat kehilangan akses banyak menjadi buruh
dan sebagian lagi menjadi TKI.
Mbak Laksmi :
Masyarakat yang menjadi
buruh itu hanya untuk legetimasi dan pada waktu tertentu akan di PHK. Mereka
yang menjadi buruh pola makanannya berubah yaitu telur dan supermi. Anak umur
15 banyak mengalami gizi buruk. Perusahaan Medco.
Bung Jemmy :
Perampasan atas bawah, ada
sawit dan ada tamban.Kebijakan pemerintah disemua level ada dimana mereka masuk
pada revisi tataruang, yang paling cepat adalah wilayah-wiyah ekstraktif.
Perubahan tataruang kabupaten menjadi pintu masuk perusahaan. MP3i tidak
terlepas dari bapeda provinsi. Desain land grabbing dengan beberapa desain
peraturan yang ada di indonesia.
Bung Mumu :
Melawi soal mengenai anak
terlantar, kampung bunyau keluarganya sedikit namun tanahnya banyak dan bagi
pemrintah itu disebut dengan tanah terlantar. masyarakat tersebut ditekan oleh
perusahaan sawait dan tambang. status lahannya tidak jelas dan untuk melawan.
Pola : ada pemindahan status kawasan hutan. Land Grabbing sekarang ini memakai
jalur legal.
Mbak Khalisah Khalid (alin) :
Pola : Tanah negara :
tanah militer, objek vital negara, Krisis Energi dan Krisis Pangan. Di
perkotaan untuk isu lingkungan (ruang terbuka hijau). 2007 tingkat pengusuran
meningkat. UU Pengadaan tanah “ Kepentingan Negera”. Aktor : kebijakan
internasional dan keuangan internasional, pemerintah dan pihak keamananan. Untuk masalah perempuan
dimana para perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan mengenai
tanah. Kasus-Kasus pelecehan sexual diperkebunan. Mengunakan ormas untuk pengaman
perusahaan.
Bung Imam :
Tatas batas menjadi tidak
jelas
Bung Yuyun :
saveguard yang ada tidak
yang mengatur tentang masalah tanah
Mbak Rahma :
Masa orde baru dan masa
rezin sby, HGU diperpanjang, Polanya dia berkerjsama dengan BPN bahwa tanah tersebut
secara keperdataan masih punya Perusahaan. menjalin baik dengan pihak
kepolisian bahwa mengunakan BPN menjadi saksi ahli, mengunakan preman untuk
perkebunan. Masa Sby banyak perampasannya di infrastruktur. Mengunakan
organisasi tandingan. Reforma Agraria banyak masuk serfikat bukan pengarap.
Kriminalisasi tetap berjalan sampai sekarang.
Bung Wiwid :
Pekmanaan
terhadap disentralisasi. RUU Kepala Desa
Bung Steny :
Perieode otoraian dan
desentralisasi, menjelang politik pilkada. green Grabbing
Matriks Isian diskusi Kelompok
Sektor : Perkebunan
|
Aktor
|
Peran
|
Modus
|
Pola
|
Dampak
|
Isu
|
International
|
Perusahaan
|
Pemodal
|
|
|
|
|
Nasional ( Nasional, Provinsi. Kab, Kota, Desa / Kampung)
|
Bupati – Kepala Desa
|
1.
Bupati :
Pemberi Izin
2.
|
|
|
|
|
Situs :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar