Minggu, 29 Juli 2012

Tidak Cukup Hanya Lewat Pesan Singkat (SMS)


Biarkan malam selalu menemaniku dalam mencari sesuatu yang ingin kucari, akan kubiarkan jari-jari ini melatunkan melodi tik, tak, tok dalam penyatuan antara isi pikiran menjadi sebuah bacaan. Semua diawali dengan pertanyaan, lalu pertanyaan harus menemukan sebuah jawaban. Pertanyaan itu muncul karena adanya praktek walaupun terkadang pertanyaan itu adalah sebuah ilusi yang diadakan-adakan. Bertanya adalah langkah awal untuk mencapai sesuatu kebenaran, dengan bertanya pula kita akan tahu apa yang seharusnya dilakukan.

Masih berbicara dinimika dunia perkampusan, menilisik lebih dalam serta membiarkan nalar merangkum sebuah kejadian. Satu pertanyaanku untuk malam hari ini mengapa mahasiswa engan ikut dalam aktivitas sebuah organisasi dengan anti thesa tidak cukup lewat pesan singkat (SMS). Tulisan ini dipersembahkan kepada kawan-kawan yang tampa kenal lelah memilih jalan untuk menyadarkan temanya lainya dalam sebuah gerakan perjuangan.

“ Saya sudah mengsms semuanya bang, untuk mengingatkan bahwa malam hari ini ada diskusi”, sepenggal kalimat yang selalu dilontarkan kepada saya tentang tangapan mengapa yang ikut diskusi rutin hanya muka-muka itu saja”. “ Semua ini adalah seleksi alam, mereka yang benar-benar ingin belajar pasti akan mau datang ikut dalam diskusi dan serangkaian aktivitas organisasi yang telah dicanangkan” suatu kisah lain mengenai pemaknaan terhadap kawan-kawan yang aktif dan bagi mereka yang tidak aktif mereka tidak lulus dalam seleksi alam. Dua hal yang berbeda satu bait pertama menjabarkan tentang upaya mengajak dan bait kedua adalah bentuk reaksi terhadap keadaan yang terjadi.

Kawan-kawanku yang budiman, tingkat kesadaran itu berbeda-beda melihat daya serap serta adanya dorongan dari dalam dirinya sendiri satu indikasi untuk melihat tingkat kesadaran itu sendiri. Dua kalimat diatas adalah ungkapan mereka yang sadar akan fungsi serta perannya, bahkan sengaja menawarkan diri bahwa “ nanti saya akan mengsms mereka semua bang”. Jangan jatuh kan vonis kepada mereka yang tidak bersalah, jika itu terjadi maka anda telah berbuat aniayaya (lanjutkan membaca)

Ada 3 (tiga) tahapan tingkat kesadaran yaitu : terbelakang, setengah maju dan maju. Penulis akan mengajak pembaca yang budiman untuk menguliti ketiga komponen kesadaran tersebut dimulai pada tingkatan yang paling atas yaitu kesadaran pada level maju. Pada level kesadaran tingkat maju biasanya seseorang akan berprilaku untuk selalu mengerakkan kawan-kawan yang lain, selain aktivitas penyadaran seseorang yang pada tatanan level maju selalu akan mengevaluasi praktek-praktek yang sudah di kerjakan. Seseorang yang levelnya maju akan terus menurus belajar dari pengalaman, merumuskan sesuatu untuk di selesaikan jika ada permasalahan yang selalu terulang. Pada tingkatan level maju mereka tidak lagi harus disuruh mengenai apa yang seharusnya dilakukan. Tahapan ini memang sulit karena dasar teorinya memang tidak ada untuk menegaskan bahwa posisi seseorang tersebut pada level maju atau yang lain (evaluasi dirimu sudah pada level mana, teruskan membaca). Bagaimana membuat anda bisa menjadi level maju yaitu dengan berpraktek sebanyak-banyaknya dan hasil dari praktek itu pula yang melahirkan aplikasi yang dapat digunakan orang lain.

Level setengah maju, secara sederhana saya akan menjabarkan bahwa level setengah maju adalah level kesadaran yang bimbang/galauisme, masih banyak mengeluh, masih banyak mengunakan asumsi dari pada menganalisis data-data kongkrit. Level setengah maju masih belum berani untuk bereksperimen tentang tugas yang sudah digariskan. Pada level setengah maju jika tidak dievaluasi secara baik maka akan melahirkan sifat subyektivisme dimana sifat yang mengandalkan kerja sendiri. Pengaruh yang sering terjadi pada level setengah maju lebih mengarah pada sebuah gerak robotik, hanya bergerak jika remote kontrol itu di onkan. Tentunya kesadaran level setengah maju sudah mempunyai kesadaran yang bagus namun perlu dibimbing agar tidak terserang penyakit subyektivisme lalu prustasi. Berani mengambil langkah dengan persiapan yang matang serta terbuka kepada kawan-kawan yang lain untuk membantu pencampaian langkah tersebut. Bertangung jawab atas pembagian kerja yang sudah digaris maka secara terus-terus motede-motede ini selalu dijalankan maka tingkat kesadaran akan semakin meningkat.

Level kesadaran terbelakang, dimana kesadaran ini bertitik tolak pada tingkatan ikut-ikutan, sekedar mencari sesuatu kondisi yang berbeda dan hanya sebatas simpati. Tidak mau terikat pada garis kerja, masih berpedoman semaunya sendiri berdasarkan perasaan, jika keadaan perasaan lagi senang dia akan ikut, jika keadaannya lagi tidak senang maka ia tidak ikut. Level kesadaran terbelakang lebih mengarah kepada hanya sekedar ingin tahu, tanpa harus memastikan tujuan ikut terlibat dikarenakan apa. Tentunya pada level seperti  ini penangananya pun secara berbeda, ibarat tingkatan umur meraka masih bayi yang masih banyak memerlukan kasih sayang dan perhatian yang sangat ekstra.

Tanpa membatasi ruang nalar agar berkerja secara efektif maka bacaan mengenai tingkat level kesadaran diatas dapat menjadi sebuah objek study/belajar, apakah benar realitasnya seperti itu. Kita harus tahu dan mengerti dengan benar tingkat kesadaran seseorang agar mudah melakukan indetifikasi atau melakukan upaya penanganan. Tujuan identifikasi tingkat kesadaran adalah untuk memastikan bahwa pengelolaan secara managemen organisasi harus berbeda pula. Tujuan yang lain adalah agar tidak mevonis seseorang secara brutal dan rata. Point terpenting adalah sampai dimana tingkat kesadaran teman kita dan bagaimana cara mengelolanya.

SMS (tanpa kepanjangan) adalah salah satu bentuk “keyamanan” dalam hal mengajak orang lain untuk aktif bersama kita. Siapa yang melarang sms, tentunya tulisan ini tidak pada ranah itu, namun tulisan ini akan menjadi sebuah indikasi pengukur apakah dengan ajakan melalui sms itu bisa menjadi efektif dalam hal kerja penyadaran. Realitasnya banyak yang masih mengeluh bahwa sms tidak membuat kawan kita bergeming sesuai isi sms kita. Jalan sms adalah jalan sekunder dan jalan primernya adalah bertemu langsung. Bukankah yang kita sms itu adalah teman kita, bahkan teman satu kampus sampai tempat tinggalnyapun kita ketahui. Mengapa tidak waktu bertemu dikampus kita ajak diskusi mereka, daripada harus “memaksa” datang kesekre untuk mengikuti diskusi rutin atau masuk kedalam organisasi. Apakah kita tidak boleh diskusi dibarak/kos teman kita dengan tema-tema sosial seputaran kampus dan lain-lain. Mengapa kantin kampus tidak dijadikan ajang diskusi ilmiah, untuk mengubah pola diskusi yang kebiasaanya hanya berbicara seputar game dll (namun jangan lama-lama dikantin apalagi tidak membeli sesuatu bisa melayang itu mangkok oleh paman/bule kantin).

Pola-pola praktek yang sudah kita jalankan harus memberikan gambaran kritis mengapa ini tidak bisa mengapa yang lain bisa. Bila tulisan malam kemaren dalam baitnya menyatakan tentang menjadi murid dulu sebelum menjadi guru, maka kita harus belajar kepada massa yang disebut mahasiswa. Sibuk apa kawan-kawan sekarang, lagi menjalani rutinas apa sekarang itu harus muncul dalam benak awal sebelum mengajak. Manusia adalah makhluk yang kompleksitas namun manusia juga makhluk sosial yang bisa diajak untuk bicara. Tulisan tidak berbicara kawan-kawan yang berbicara itu mulut, maka dengan mulutlah kita memulai pertanyaan-pertanyaan itu mengapa organisasi mahasiswa sekarang banyak yang krisis kader, mengapa organisasi mahasiswa sekarang selalu mempunyai alasan kuat untuk hal internalnya saja.

Mengapa dan bagaimana dua hal yang harus nyangkut secara otomatis dibenak kita, teringat pesan seorang mentor pada waktu yang lalu, bahwa aktivis kampus itu selayaknya seorang sales, yang selalu menawarkan sesuatu. Jika kita sepakat bahwa kita adalah seorang sales yang mengajak pada nilai-nilai ajaran positif maka kita harus memastikan cara kita kita untuk mengajak orang. Pomeo lama tidak kenal maka tidak sayang, maka setelah sayang jangan dibuang. Jangan salah kan orang lain namun lihatlah sebab akibatnya yang telah muncul akibat praktek kita!

Bersabar dan selamat bereksperimen, kampus adalah miniatur sebuah negara/masyarakat, problem kampus adalah problem kita selaku mahasiswa.

Sahabatmu, selalu berbagi @Aryo Sang Penggoda
1:01, Senin, 30/07/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar