Biarkan
malam selalu menemaniku dalam mencari sesuatu yang ingin kucari, akan kubiarkan
jari-jari ini melatunkan melodi tik, tak, tok dalam penyatuan antara isi
pikiran menjadi sebuah bacaan. Semua diawali dengan pertanyaan, lalu pertanyaan
harus menemukan sebuah jawaban. Pertanyaan itu muncul karena adanya praktek
walaupun terkadang pertanyaan itu adalah sebuah ilusi yang diadakan-adakan.
Bertanya adalah langkah awal untuk mencapai sesuatu kebenaran, dengan bertanya
pula kita akan tahu apa yang seharusnya dilakukan.
Masih
berbicara dinimika dunia perkampusan, menilisik lebih dalam serta membiarkan
nalar merangkum sebuah kejadian. Satu pertanyaanku untuk malam hari ini mengapa
mahasiswa engan ikut dalam aktivitas sebuah organisasi dengan anti thesa tidak
cukup lewat pesan singkat (SMS). Tulisan ini dipersembahkan kepada kawan-kawan
yang tampa kenal lelah memilih jalan untuk menyadarkan temanya lainya dalam sebuah
gerakan perjuangan.
“
Saya sudah mengsms semuanya bang, untuk mengingatkan bahwa malam hari ini ada
diskusi”, sepenggal kalimat yang selalu dilontarkan kepada saya tentang
tangapan mengapa yang ikut diskusi rutin hanya muka-muka itu saja”. “ Semua ini
adalah seleksi alam, mereka yang benar-benar ingin belajar pasti akan mau
datang ikut dalam diskusi dan serangkaian aktivitas organisasi yang telah
dicanangkan” suatu kisah lain mengenai pemaknaan terhadap kawan-kawan yang
aktif dan bagi mereka yang tidak aktif mereka tidak lulus dalam seleksi alam.
Dua hal yang berbeda satu bait pertama menjabarkan tentang upaya mengajak dan
bait kedua adalah bentuk reaksi terhadap keadaan yang terjadi.
Kawan-kawanku
yang budiman, tingkat kesadaran itu berbeda-beda melihat daya serap serta adanya
dorongan dari dalam dirinya sendiri satu indikasi untuk melihat tingkat
kesadaran itu sendiri. Dua kalimat diatas adalah ungkapan mereka yang sadar
akan fungsi serta perannya, bahkan sengaja menawarkan diri bahwa “ nanti saya
akan mengsms mereka semua bang”. Jangan jatuh kan vonis kepada mereka yang
tidak bersalah, jika itu terjadi maka anda telah berbuat aniayaya (lanjutkan membaca).
Ada
3 (tiga) tahapan tingkat kesadaran yaitu : terbelakang, setengah maju dan maju.
Penulis akan mengajak pembaca yang budiman untuk menguliti ketiga komponen
kesadaran tersebut dimulai pada tingkatan yang paling atas yaitu kesadaran pada
level maju. Pada level kesadaran tingkat maju biasanya seseorang akan
berprilaku untuk selalu mengerakkan kawan-kawan yang lain, selain aktivitas
penyadaran seseorang yang pada tatanan level maju selalu akan mengevaluasi
praktek-praktek yang sudah di kerjakan. Seseorang yang levelnya maju akan terus
menurus belajar dari pengalaman, merumuskan sesuatu untuk di selesaikan jika
ada permasalahan yang selalu terulang. Pada tingkatan level maju mereka tidak
lagi harus disuruh mengenai apa yang seharusnya dilakukan. Tahapan ini memang
sulit karena dasar teorinya memang tidak ada untuk menegaskan bahwa posisi
seseorang tersebut pada level maju atau yang lain (evaluasi dirimu sudah pada level mana, teruskan membaca).
Bagaimana membuat anda bisa menjadi level maju yaitu dengan berpraktek
sebanyak-banyaknya dan hasil dari praktek itu pula yang melahirkan aplikasi
yang dapat digunakan orang lain.
Level
setengah maju, secara sederhana saya akan menjabarkan bahwa level setengah maju
adalah level kesadaran yang bimbang/galauisme, masih banyak mengeluh, masih
banyak mengunakan asumsi dari pada menganalisis data-data kongkrit. Level
setengah maju masih belum berani untuk bereksperimen tentang tugas yang sudah
digariskan. Pada level setengah maju jika tidak dievaluasi secara baik maka
akan melahirkan sifat subyektivisme dimana sifat yang mengandalkan kerja
sendiri. Pengaruh yang sering terjadi pada level setengah maju lebih mengarah
pada sebuah gerak robotik, hanya bergerak jika remote kontrol itu di onkan.
Tentunya kesadaran level setengah maju sudah mempunyai kesadaran yang bagus
namun perlu dibimbing agar tidak terserang penyakit subyektivisme lalu
prustasi. Berani mengambil langkah dengan persiapan yang matang serta terbuka
kepada kawan-kawan yang lain untuk membantu pencampaian langkah tersebut.
Bertangung jawab atas pembagian kerja yang sudah digaris maka secara
terus-terus motede-motede ini selalu dijalankan maka tingkat kesadaran akan
semakin meningkat.
Level
kesadaran terbelakang, dimana kesadaran ini bertitik tolak pada tingkatan
ikut-ikutan, sekedar mencari sesuatu kondisi yang berbeda dan hanya sebatas
simpati. Tidak mau terikat pada garis kerja, masih berpedoman semaunya sendiri
berdasarkan perasaan, jika keadaan perasaan lagi senang dia akan ikut, jika
keadaannya lagi tidak senang maka ia tidak ikut. Level kesadaran terbelakang
lebih mengarah kepada hanya sekedar ingin tahu, tanpa harus memastikan tujuan
ikut terlibat dikarenakan apa. Tentunya pada level seperti ini penangananya pun secara berbeda, ibarat
tingkatan umur meraka masih bayi yang masih banyak memerlukan kasih sayang dan
perhatian yang sangat ekstra.
Tanpa
membatasi ruang nalar agar berkerja secara efektif maka bacaan mengenai tingkat
level kesadaran diatas dapat menjadi sebuah objek study/belajar, apakah benar
realitasnya seperti itu. Kita harus tahu dan mengerti dengan benar tingkat
kesadaran seseorang agar mudah melakukan indetifikasi atau melakukan upaya
penanganan. Tujuan identifikasi tingkat kesadaran adalah untuk memastikan bahwa
pengelolaan secara managemen organisasi harus berbeda pula. Tujuan yang lain
adalah agar tidak mevonis seseorang secara brutal dan rata. Point terpenting
adalah sampai dimana tingkat kesadaran teman kita dan bagaimana cara
mengelolanya.
SMS
(tanpa kepanjangan) adalah salah satu
bentuk “keyamanan” dalam hal mengajak orang lain untuk aktif bersama kita.
Siapa yang melarang sms, tentunya tulisan ini tidak pada ranah itu, namun
tulisan ini akan menjadi sebuah indikasi pengukur apakah dengan ajakan melalui
sms itu bisa menjadi efektif dalam hal kerja penyadaran. Realitasnya banyak
yang masih mengeluh bahwa sms tidak membuat kawan kita bergeming sesuai isi sms
kita. Jalan sms adalah jalan sekunder dan jalan primernya adalah bertemu
langsung. Bukankah yang kita sms itu adalah teman kita, bahkan teman satu
kampus sampai tempat tinggalnyapun kita ketahui. Mengapa tidak waktu bertemu
dikampus kita ajak diskusi mereka, daripada harus “memaksa” datang kesekre
untuk mengikuti diskusi rutin atau masuk kedalam organisasi. Apakah kita tidak
boleh diskusi dibarak/kos teman kita dengan tema-tema sosial seputaran kampus
dan lain-lain. Mengapa kantin kampus tidak dijadikan ajang diskusi ilmiah,
untuk mengubah pola diskusi yang kebiasaanya hanya berbicara seputar game dll (namun jangan lama-lama dikantin apalagi
tidak membeli sesuatu bisa melayang itu mangkok oleh paman/bule kantin).
Pola-pola
praktek yang sudah kita jalankan harus memberikan gambaran kritis mengapa ini
tidak bisa mengapa yang lain bisa. Bila tulisan malam kemaren dalam baitnya
menyatakan tentang menjadi murid dulu sebelum menjadi guru, maka kita harus
belajar kepada massa yang disebut mahasiswa. Sibuk apa kawan-kawan sekarang,
lagi menjalani rutinas apa sekarang itu harus muncul dalam benak awal sebelum
mengajak. Manusia adalah makhluk yang kompleksitas namun manusia juga makhluk
sosial yang bisa diajak untuk bicara. Tulisan tidak berbicara kawan-kawan yang
berbicara itu mulut, maka dengan mulutlah kita memulai pertanyaan-pertanyaan
itu mengapa organisasi mahasiswa sekarang banyak yang krisis kader, mengapa
organisasi mahasiswa sekarang selalu mempunyai alasan kuat untuk hal
internalnya saja.
Mengapa
dan bagaimana dua hal yang harus nyangkut secara otomatis dibenak kita,
teringat pesan seorang mentor pada waktu yang lalu, bahwa aktivis kampus itu
selayaknya seorang sales, yang selalu
menawarkan sesuatu. Jika kita sepakat bahwa kita adalah seorang sales yang mengajak pada nilai-nilai
ajaran positif maka kita harus memastikan cara kita kita untuk mengajak orang.
Pomeo lama tidak kenal maka tidak sayang, maka setelah sayang jangan dibuang.
Jangan salah kan orang lain namun lihatlah sebab akibatnya yang telah muncul
akibat praktek kita!
Bersabar
dan selamat bereksperimen, kampus adalah miniatur sebuah negara/masyarakat,
problem kampus adalah problem kita selaku mahasiswa.
Sahabatmu,
selalu berbagi @Aryo Sang Penggoda
1:01,
Senin, 30/07/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar