Kamis, 07 Juni 2012

Pandangan Confucius terhadap politik


Ajaran politik yang dikembangkan oleh Confucius mengarah kepada suatu pemerintahan yang lebih bersifat paternalistik (kebapakan), yakni terjalin sikap saling menghormati dan menghargai antara pemerintahan dan rakyat. Melalui sifat kebapakan ini, Confucius mengharapkan adanya rasa mengayomi dari seorang pemimpin terhadap rakyatnya bukan malah mendikte rakyatnya. Sehingga dengan demikian tidak ada kesenjangan yang terjadi.

Pemimpin negara juga harus mampu menciptakan kesempurnaan moral dengan cara memberikan contoh yang benar kepada rakyat, dalam pandangan Confucius moral seorang pemimpin sangat mempengaruhi segala kebijakan yang diambil oleh pemimpin tersebut. Selain itu, dengan adanya pimpinan yang bermoral baik, secara tidak langsung menjadi cerminan bagi rakyatnya dan akan mempermudah untuk mengatur dan menjalankan roda pemerintahannya.

Disamping itu dalam pandangan Confucius buruknya suatu pemerintahan disebabkan oleh kurangnya bekal moral dan pendidikan yang baik. Sehingga mereka tidak mampu memimpin negaranya dengan baik, karena pada masa itu pemerintahan yang ada bersifat warisan. Oleh karenanya, Confucius mengajarkan pendidikan kepada siapa saja dengan harapan agar murid-muridnya dapat masuk dalam pemerintahan dan melakukan perubahan. Hal inilah yang mendasari jiwa sebagai pengajar dalam diri Confucius dan melakukan revolusi pendidikan, sebagaimana yang disebutkan dalam pendahuluan.

Confucius juga menolak adanya kepemimpinan yang bersifat turun temurun (warisan), ia malah lebih cenderung pada orang-orang yang memilki pendidikan yang baik untuk memimpin negara. Dan kepandaian ini tidak boleh disangkut pautkan dengan masalah keturunan atau kekayaan dan kedudukan, melainkan karena masalah watak dan pengetahuan. Sehingga orang-orang yang pandai dapat ditempatkan pada tempat yang semestinya. Dan seperti halnya para pemikir-pemikir lainnya, Confucius juga berpendapat pemerintahan harus ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, bukan individu atau kelompok.

Pemaparan singkat diatas, telah memberikan gambaran yang cukup gamblang bagi kita. Bahwasannya Confusius hendak melakukan revolusi pemerintahan pada masa itu melalui pendidikan. Ia merasa pemerintahan yang yang bersifat turun temurun kurang layak diterapkan, karena hal tersebut akan menghambat ruang gerak orang-orang pandai yang tidak memiliki ruang untuk mengaplikasikan pemikiran yang mereka miliki. Pandangan ini masih sejalan dengan cara pandang Islam mengenai seorang pemimpin yang salah satu syaratnya adalah harus cerdas.

Permasalahan moral merupakan inti dari ajaran Confucis, jadi sangat wajar jika ia menghendaki pemimpin yang bermoral dalam menjalankan pemerintahannya. Meskipun tidak dapat dipungkiri, pandangan ini memang masih sangat relevan hingga saat ini. Bila kita lihat pemilu di Indonesia, kandidat pemimpin yang dinilai kurang baik moralnya tentu rakyat akan berfikir ulang untuk memilihnya.

Begitu juga mengenai kesejahteraan rakyat, Confucius yang bukan berasal dari kalangan bangsawan tentu telah merasakan bagaimana hidup dalam kesederhanaan dan penuh perjuangan hidup. Sehingga ia mengharakan peara pemimpin seharusnya lebih mementingkan kepentingan rakyatnya agar tercipta kesejahteraan hidup. Menyikapi hal ini, Confucius tentu tidak hanya menunggu tindakan pemerintah, namun ia pun turut berpartisipasi dalam bidang pendidikan yang tidak membedakan kekayaan atau keturunan, dengan harapan mereka yang kurang mampu akan memperoleh yang lebih baik melalui pendidikan. 

Pandangan Confucius mengenai pemerintahan masih terdapat kelemahan yakni ia berpendapat bahwa para pemimpin pemerintahan memilki kekuasaan untuk memilih menteri-menterinya dalam menjalankankan pemerintahannya. Hal ini dikarenakan pada masa itu Cina belum mengenal pemungutan suara.

Terlepas dari semua itu, Pengaruh ajaran Confucius berkembang pesat di Eropa dan Amerika, dimana dapat dilihat semboyan revolusi Perancis yang terkenal, yaitu Liberty (kebebasan), Equality (persamaan) dan Fraternity (persaudaraan), yang berasal dari ajaran kemanusiaan (Humanism) Confucius. Demikian juga Piagam Kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence) sangat terpengaruh oleh ajaran Confucius, dalam diskusi pembahasan naskah tersebut, Thomas Jefferson sendiri mengakuinya.

Negara-negara Asia paling banyak menerima pengaruh ajaran Confucius, terutama negara Korea, Jepang, Vietnam, Singapura, dan Taiwan. Dari hasil riset ke dalam situs jaringan (Web Sites) di internet yang Penyusun lakukan, membuktikan bahwa sampai saat ini ajaran-ajaran Confucius masih diakui dan dipelajari secara meluas terutama di luar Asia.

Namun di negara Barat, ajaran Confucius lebih dipandang sebagai suatu ajaran moralitas yang menekankan kebangkitan diri sejati dalam bertingkah laku secara sopan dan berkepatutan serta pencurahan rasa bhakti yang tinggi terhadap orang tua, istri, anak, saudara, teman, atasan, dan pemerintahan.

Oleh karena itu, sebagian negara yang mementingkan moral masih mengakui kerelevanan ajaran Confusius, namun sebagian tidak demikian. Tidak dapat dipungkiri, bahwa ajaran Confusius memang lebih terkesan menekankan moralitas. Lantas, bagaimana dengan Indonesia? bukankah setidaknya bangsa ini juga harus belajar dari Confusius.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar