Minggu, 01 April 2012

Profesor yang Bersahaja


Dalam sebuah acara reuni di suatu masa, beberapa alumni University of Berkeley, California menjumpai seorang dosen di kampus mereka dulu. Melihat para alumni beramai-ramai membicarakan kesuksesan mereka, sang Profesor segera menuju ke dapur dan mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda, motif, bahan dan ornamennya. Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca melamin dan plastik biasa seperti kita jumpai di pasar kaget Gasibu Bandung.
Profesor tersebut menyuruh para alumninya untuk mengambil cangkir dan mengisinya dengan kopi. Setelah masing-masing alumni mengisi cangkirnya dengan kopi, Profesor tsb berkata:”Perhatikan, bahwa kalian semua memilih cangkir-cangkir yang bagus dan kini, yang tersisa hanyalah cangkir-cangkir yang murah dan tidak menarik. Memilih hal terbaik adalah wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus itu, perasaan kalian mulai terganggu. Kalian secara otomatis melihat cangkir yang dipegang orang lain dan mulai membandingkan dengan cangkir kalian. Pikiran kalian fokus pada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya”.
Ia melanjutkan: “Hidup kita seperti kopi dalam analogi tersebut di atas, sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan dan harta benda yang kita miliki. Pesan moralnya adalah jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yang kita nikmati. Cangkir bukanlah hal yang utama, kualitas kopi itulah yang terpenting. Jangan berpikir bahwa kekayaan yang melimpah, karier yang bagus dan pekerjaan yang mapan merupakan jaminan kebahagiaan. Itu konsep yang keliru, Kualitas hidup kita ditentukan oleh ‘apa yang ada di dalam’ bukan ‘apa yang kelihatan dari luar’. Apa gunanya kita memiliki segalanya namun tidak pernah merasakan damai, suka cita, dan kebahagiaan dalam hidup kita? Itu sangat menyedihkan karena kita seperti menikmati kopi basi di dalam cangkir kristal yang mewah dan mahal. Kunci menikmati kopi adalah bukan seberapa bagus cangkirnya, tetapi yang paling penting adalah kualitas kopinya?”.
Para alumni itu tercenung, dalam hati mengatakan, itulah mengapa mereka perlu jauh-jauh datang reuni dan menemui Profesor mereka yang bersahaja namun kaya makna itu”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar