SAMPIT - Sekretaris Desa Biru Maju, Mulyani Handoyo tidak tinggal diam
dengan dakwaan pencurian sawit yang dituduhkan PT Buana Artha Sejahtera
(BAS) terhadapnya. Apalagi, sawit yang dipanen terdakwa berada di lahan
desa. Untuk itu, tim penasehat hukum Mulyani dari Publik Interes Lawyer
Network (Pilnet) Jakarta mengajukan keberatan dalam persidangan yang
digelar Pengadilan Negeri Sampit, Selasa (6/12).
Abdul Haris SH, tim Pilnet yang hadir membacakan eksepsi menyatakan,
eksepsi yang diajukan bukan sekedar memenuhi prosedur formal,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 156 KUHAP. Akan tetapi, supaya
perkara ini dapat dipahami secara proporsional.
"Persidangan terdakwa Mulyani Handoyo yang disidangkan di Pengadilan
Negeri Sampit ini, merupakan perjuangan petani untuk mempertahankan
haknya melawan pengusaha yang menyerobot dan merampas lahan petani
dengan berbagai cara, termasuk mengkiriminalisasi dan memenjarakan
petani dengan meminjam tangan aparat penegak hukum," urai Abdul Haris.
Ia melanjutkan, keberadaan PT Buana Artha Sejahtera dalam melakukan
kegiatan usahanya di bidang perkebunan kelapa sawit, di Kecamatan
Telawang Kabupaten Kotawaringin Timur dulu disebut Kecamatan Kota Besi
sama sekali tidak dilandasi atas hak berupa hak guna usaha.
Hal ini, dibenarkan dan diperkuat oleh jaksa penuntut umum dalam surat
dakwaannya. Surat dakwaan jaksa penuntut umum tidak dapat menunjuk
alasan hak PT Buana Artha Sejahtera, yang menunjukkan kapasitas hukum
perusahaan perkebunan sawit tersebut, melakukan usahanya di bidang
perkebunan di Kecamatan Telawang.
Justru, kata dia, warga Desa Biru Maju pemilik tanah dimana PT Buana
Sejahtera menanam kelapa sawitnya, diperoleh warga melalui program
transmigrasi pemerintah yaitu UPT Padas Sebut D-II, yang dibangun
berdasarkan hasil studi rencana teknis satuan pemukiman (RTSP)
Departeman Transmigrasi dan PPH yang dilaksanakan oleh konsultan
pelaksana PT Geomapindo Tirtamas Pratama tahun 1995.
Dengan demikian, terang dia, menurut hukum PT Buana Artha Sejahtera
tidak memiliki kapasitas hukum untuk menguasai dan mengusahai lahan yang
terdapat di Desa Biru Maju, Kecamatan Talawang untuk dijadikan
perkebunan kelapa sawit.
Keberadaan PT. Buana Artha Sejahtera dalam melakukan usaha di bidang
perkebunan, dilandasi atas hak yang tidak sah serta bertentangan dengan
hukum yang berlaku.
"Seharusnya PT Buana Artha Sejahtera lah pihak yang dihadapkan dalam
persidangan yang mulia ini, karena telah melakukan pembukaan perkebunan
tanpa ijin dan melakukan perbuatan yang semena-mena, dan bertentangan
dengan hukum, dan bukan terdakwa Mulyani Handoyo," papar Abdul Haris.
Selain Abdul Haris, eksepsi setebal 10 halaman dibuat tim Pilnet yakni
Andi Muttaqien SH, Wahyu Wagiman SH, Iki Dulagin SH, Fatilda Helly
Hasibuan SH, Agustinus Carlo Lumban Raja SH, Syamsul Munir SH, Muhnur
SH, Tandiono Bawor Purbaya SH dan Aryo Nugroho Waluyo SH.
Secara panjang lebar, tim Pilnet menjelaskan, terdakwa Mulyani Handoyo
diajukan kepersidangan dan duduk dibangku pesakitan, dilatarbelakangi
konflik lahan antara warga Desa Biru Maju dengan PT Buana Artha
Sejahtera. Dimana terdakwa merupakan salah seorang dari warga desa
tersebut, dan saat ini menjabat sebagai sekretaris Desa Biru Maju.
Konflik antara warga Desa Biru Maju dengan PT Buana Artha Sejahtera,
diawali dari hadirnya PT Buana Artha Sejahtera di Desa Biru Maju dan
menanami tanah milik warga Desa Biru Maju dengan tanaman kelapa sawit.
Sebelum Mulyani Handoyo diajukan kepersidangan, telah terlebih dahulu
Purnomo, Kepala Desa Biru Maju diperhadapkan kedepan persidangan di
pengadilan. Karena mendukung penolakan warga atas tindakan PT Buana
Artha Sejahtera yang menanam kelapa sawitnya di lahan milik warga Desa
Biru Maju.
Tidak menutup kemungkinan PT Buana Artha Sejahtera juga akan mendudukkan
warga Desa Biru Maju lainnya, yang berani menolak segala tindakan PT
Buana Artha Sejahtera di Desa Biru Maju. Oleh karena itu, harus melihat
kasus ini secara cermat, jernih dan teliti.
"Kita harus memahami latar belakang masalah yang menyebabkan terdakwa
duduk dikursi pesakitan ini. Yakni konflik tanah antara warga dengan PT
Buahan Artha Sejahtera, oleh karena itu perkara ini adalah perkara
perdata bukan perkara pidana," tegas Abdul Haris didepan majelis hakim
dipimpin Saurasi Silalahi SH MH.
Diutarakannya, penangkapan, penahanan dan perpanjangan penahanan
terhadap terdakwa telah dilakukan tanpa bukti permulaan yang cukup,
seperti yang diatur dalam pasal 17 KUHAPidana, dan tanpa bukti yang
cukup seperti diatur dalam pasal 21 KUHAPidana. Berdasarkan surat
perintah penangkapan kepolisian tertanggal 24 Agustus 2011, penangkapan
terahadap Mulyani Handoyo dilakukan karena diduga keras melakukan tindak
pindana di bidang perkebunan, yaitu sebagaimana dimaksud dalam pasal 47
ayat (1) jo pasal 21 UU No18 Tahun 2004. Demikian juga dalam
perpanjangan penahanan.
Namun, dalam surat dakwaanya Tigor UM Sirait SH mendakwaterdakwa dengan
pasal 362 jo pasal 55 Ayat (1) Ke-1 dan 2 KUHP. Bahwa pasal yang
disangkakan dilakukan dan yang menjadi dasar penangkapan dan penahanan
Mulyani Handoyo, yaitu 47 ayat (1) jo pasal 21 UU No 18 Tahun 2004 telah
dinyatakan bertentangan dengan undang-undang dasar Republik Indonesia
tahun 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, melalui
keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No 55/PUU-VIII/2010,
pada tanggal 19 September 2011.
"Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, teranglah bahwa
perkara yang disangkakan dilakukan oleh dan yang menjadi dasar
penangkapan dan penahanan terdakwa adalah bukan merupakan tindak
pidana," ungkap penasehat hukum terdakwa dalam ruang sidang yang
dihadiri belasan warga Desa Biru Maju.
"Proses hukum atas diri terdakwa mulai dari penangkapan, penahanan dan
penyidikan adalah cacat hukum. Jaksa penuntut umum telah menyusun surat
dakwaan dari proses hukum yang cacat ini," tukasnya. Setelah pembacaan
eksepsi, majelis hakim menunda sidang pekan depan untuk memberikan
kesempatan kepada JPU menjawab keberatan terdakwa. (cah)
sumber : Petani Merasa Dikriminalisasi Kalteng pos online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar