Perempuan paruh waktu yang kian tidak asing
di indera penglihatan ini memaksaku untuk menulis cerita tentang dirinya.
Sengketa lahan dengan pembunuh darah dingin perusahaan yang mencaplok lahan
mereka menjadi jembatan pertemuan kami. Beliau kupangil ibu sur perempuan hebat
diantara perempuan yang pernah kutemui dikehidupan ini. Beliau tidak bisa baca
tulis namun keberaniannya membuat kami harus menundukan kepala/angkat topi
kepada beliau. Cerita ini mungkin bukan suatu cerita yang akan membelalakan
mata para pembaca namun disini penulis ingin menampilkan tentang ketegaran
seorang perempuan dalam menjalani hidup.
Ibu sur selalu memberikan hal yang paling
terbaik jika ada tamu bertandang kerumah beliau, siapapun dia bahkan orang yang
paling dia benci ibu sur masih tetap baik terhadap orang tersebut. Sosok
pekerja keras tanpa mengenal lelah itulah beliau demi menghidupi dan
membahagiakan orang lain, demi anaknya dan keluarganya. Ibu sur sudah tiga kali
berumah tangga dan yang terakhir beliau bertemu dengan seseorang yang ikut
kerja dengan beliau walau pertama-tama beliau menolak terhadap orang tersebut
namun akhirnya ibu sur mau menerima pinangannya. Ada hal mengapa ibu sur tidak
mau menerima pinangan pada waktu itu, karena ibu sudah kian trauma dengan
perlakukan kaum laki-laki. Dua orang laki-laki yang pernah ia cintai ternyata
mengkhianati ketulusan beliau dan semejak itulah ibu sur menutup rapat pintu
hatinya. Dengan sumpah janji dari sang calon suami ibu sur menerima pinangan
seseorang yang kini telah memberinya
satu anak kepada beliau.
Prahara ini pun muncul disaat suaminya di bui
oleh karena mempertahan tanahnya. Tanah yang telah dibuatkan surat keterangan
tanah ini menjadi sengketa sejak masuknya sebuah perusahaan yang bergerak diperkebunan
skala besar. Entah sudah menjadi ciri khas mungkin, saat dimana ada perusahaan
disitulah ada konflik dengan warga sekitar yang telah dahulu mendiami wilayah
itu. Namun apalah daya jika komprorador busuk telah berselingkuh dengan
perusahaan yang terjadi ialah tanah diberikan kepada perusahaan tanpa harus
perduli bahwa tanah tersebut itu adalah sumber penghidupan orang lain atau ada
manusia disana. Setelah perusahaan memperoleh selembar surat sakti dari
komprador busuk merekapun membuldoser tanaman-tanaman milik warga. Pada saat
suami ibu sur menyuruh kedua putranya untuk memanem buah dilahan sendiri
ternyata inilah sebuah awal tragedi, suami ibu sur dilaporkan oleh pihak
perusahaan dan suami ibu surpun harus masuk bui didakwa dengan pasal pencurian dengan
delik menyuruh orang lain.
Hari-hari dilalui ibu sur dengan hati yang
hancur dimana suami tercintanya harus mendekam dipenjara atau mendapatkan kursi
pesakitan. Ibu sur benci dengan keadilan dinegeri ini karena tutur ibu sur
timbangan yang digunakan oleh pengadilan timbangannya sudah rusak. Masyarakat
yang miskin dan tidak berdaya harus mendapatkan perlakukan tidak adil dihadapan
hukum. Mengapa aparat penegak hukum begitu cepat menangapi laporan dari
perusahaan tanpa harus melihat terlebih dahulu apa yang menjadi
dudukpermasalahan sebenarnya. Bukankah tanah itu milik dirinya dan suaminya lantas
mengapa suaminya dituduh mencurinya atau gara-gara adanya pendapat hukum yang
menyatakan bahwa siapa yang menanam bahwa dialah pemilik tanaman tanpa harus
perduli tanah itu milik siapa. Sungguh membuat ibu sur tidak bisa mencerna
kondisi seperti ini atau memang inilah wujud asli dari penjajahan model baru
itu. Masyarakat hanya dijadikan buruh atau refrentasi dari perbudakan ala baru
dekade ini.
Hari demi-demi hari ibu sur melalui kondisi
sangat berat, namun ditinggal suami tidak lantas membuat ibu sur patah arang
lalu menyerah. Beliau tetap berjuang, beliau harus meninggalkan desa demi
menyelamatkan surat-surat bukti kepemilikan yang asli dan pada waktu surat tersebut
dicari-cari oleh pihak aparat penegak hukum. saat kondisi desa juga berpolimik
atau dirundung masalah karena ada salah satu aparatur desa mengunakan dana
operasional desa untuk kepentingan yang mengatasnamakan masyarakat itu, Ibu surlah
yang harus menutupi kekurangan itu
dimana menurut ibu sur bahwa untuk warga semuanya harus berjalan dan itu hak
mereka, untuk yang salah pasti akan diberi sanksi dimasyarakat yaitu berupa
sanksi moral. Untuk perjuangan tanahnyapun ibu sur harus datang kedinas
ditingkat provinsi menanyakan tentang status tanahnya apakah itu benar tanah
diperuntukan untuk dirinya dan warga lainya. tanah adalah sebuah alat produksi
yang kian menjadi penting dipunyai oleh seseorang agar roda kehidupan tetap
berjalan dengan memamfaatkan hasil dari pengolahan tanah tersebut. Tanah tidak
hanya sekedar tanah namun sebuah sumber kehidupan sekaligus sebagai status klas
manusia dihadapan manusia yang lain. Tanah tidak boleh di monopoli hanya untuk
kepentingan segelintir orang apalagi mengatasnamakan pembangunan daerah.
Walau hati ibu sur itu sudah tidak berbentuk
lagi namun beliau selalu tetap bisa menciptakan sebuah senyuman selayaknya
seorang ibu kepada tiap tamu yang ingin bertandang kerumah beliau.
Manusia mempunyai cerita sendiri-sendiri
dalam hidupnya lalu apa ceritamu J
@Sang Penggoda, BM 24 February 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar