Pada bulan
Oktober 2014, Eksekutif Daerah Kalimantan Tengah Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia merilis sebaran titik api di Kalimantan Tengah sebanyak 5.456 meliputi wilayah 11 Kabupaten dan berada
di wilayah 93 Perusahaan Besar Swasta
(PBS). Motode yang digunakan oleh Walhi Kalteng dengan cara mengamatinya secara
langsung dilapangan dan mengunakan pemantauan secara online melawati citra satelit
TERRA dan AQUA. Sedangkan statmen dari pihak Pemerintah melalui Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Tengah ada tiga PBS yang lokasi
terbakar di Kabupaten Pulang Pisau dengan inisial perusahaan PT MKM, PT KLS dan PT BEST.
Kerugian yang didapatkan warga Berdasarkan data milik Dinas Kesehatan Pemkab
Kotawaringin Timur, jumlah penderita ISPA sejak Juni hingga September 2014
mencapai 1.462 orang. Tahun 2014 mengalami peninggkatan jumlah penderita dimana
pada tahun 2013 yang terkena ISPA sebanyak 8.853 orang, sedangkan pada 2014
mencapai angka 9.217 orang. Belum lagi
mengenai dampak kerugian-kerugian yang lain yang dialami oleh warga Kalimantan
Tengah diantara perkebunan karet warga yang terbakar, terganggunya jarak
pandang dalam bertransfortasi dan yang lain.
Dalam sisi lain aparat penegakan Hukum telah
melakukan upaya penindakan dengan memberikan sanksi penahanan kepada mereka
yang lemah. Dalam catatan Walhi Kalimantan Tengah, ada 24 orang berstatus
menjadi tersangka yang ditetapkan oleh pihak Kepolisian Daerah Kalimantan
Tengah dalam operasi bara telabang 12-21 September 2014. Pihak Kepolisian
mengunakan instrumen Pasal 187 KUHP dan Perda Kalimantan Tengah No.5 tahun 2013
tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan.
Namun sayangnya dari semua yang diungkap oleh
aparat penegak hukum tidak satupun menyangkut tanggung jawab dari pihak
perusahaan. Padahal jika mau belajar Dalam
putusan perkara No. 1363 K/PID.SUS/2012,
PT.KHS dinyatakan terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dengan cara membakar hutan dan lahan.
Direktur PT.KHS divonis satu tahun penjara dan denda Rp200 juta. Jika tak mampu
membayar denda diganti kurungan selama enam bulan penjara. Putusan MA itu
menyebutkan, KHS di Manuhing Gunung Mas dinyatakan lalai menyediakan alat-alat
pemadam kebakaran atau sangat minim hingga terjadi kebakaran lahan 22 hektar
selama 15 hari, mulai 31 Agustus 2009. MA juga menyebutkan KHS, sampai
saat diputuskan belum mempunyai IPKH. Padahal sudah ribuan hektar hutan dibuka
dan ditanami sawit.
Ada beberapa ketentuan yang
bisa digunakan para penegak hukum untuk bisa memintai pertangung jawaban
perusahaan dalam hal menjaga wilayah konsesinya agar tidak terjadi kebakaran,
diantaranya :
1. Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Pada
penangangan kasus PT.KHS diatas bisa dipelajari bahwa putusan tersebut memuat
tentang unsur yang terdapat dalam Pasal 42 ayat (1) yang menyatakan “Barang siapa yang karena kealpaannya
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup
Pasal 69
ayat (1) huruf h “ setiap orang dilarang melakukan
pembukaan lahan dengan cara membakar;” pelanggaran atas pasal 69 ayat (1)
huruf h ditemukan dalam Pasal 108 yaitu “Setiap
orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)”.
3. Undang-Undang No.39 tahun 2014 tentang Perkebunan
Pasal 108
menyatakan “Setiap pelaku usaha
perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar
sebagaimana denga maksud Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pindana penjara lama
(10) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000, (sepuluh milyar rupiah).
Dimana dalam ketentuan Pasal 56 menentukan 2 (dua) syarat yang harus di lakukan
oleh pihak perusahaan. Pasal 56 Ayat 1 “Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan /atau mengolah
lahan dengan cara membakar”. Pasal 56 Ayat 2
“ Setiap pelaku usaha perkebunan berkewajiban memiliki sistem,
sarana, dan prasarana pengendalian kebakaran lahan dan kebun “.
Penegakan hukum memang tidak serta merta akan
menghilangkan bencana tahunan asap hasil pembakaran hutan dan lahan di
Kalimantan Tengah. Namun penegakan hukum adalah satu upaya penegasan atas
eksistensi Undang-undang yang dibuat dengan uang rakyat. Implikasi lainya
adalah kesadaran akan hukum itu sendiri bahwa “hukum dibuat harus ditaati dan
yang melanggar akan diberi sanksi”. Sehebat apapun Undang-Undang dibuat namun
tanpa aplikasi yang kongrit dilapangan maka akan menjadi tekstual yang tidak
bermakna. Undang-undang indonesia yang berkenaan mengenai lingkungan hidup dan
hutan mensyaratkan tanggung jawab korporasi
atas wilayah ijin yang ia miliki. Penegakan hukum merupakan salah satu kunci
untuk mengurangi aksi-aksi pembakaran hutan dan lahan. Dengan adanya penegakan
hukum diharapkan adanya efek jera bagi sipelanggar. Jangan hanya rakyat lemah
yang diberi sanksi namun korporasi tidak tersentuh sama sekali.
Berapa banyak uang rakyat yang telah
digunakan untuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan, catatan kami menyebutkan
pada tahun 2014 Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) mengelontorkan
dana sebesar Rp.335 milyar untuk wilayah kebakaran Kalimantan dan Sumatera.
Sedangkan pada tahun 2015 BNPB menganggarkan dana sebesar Rp.40 milyar, seperti
yang dilansir Kalteng Pos pada halaman pertamanya (Senin, 13 Juli 2015, dengan
Judul : Rp.40 M untuk hujan buatan).
Tidak sedikit uang
rakyat yang digunakan namun hasilnya, para pembaca bisa menilai sendiri. Hemat
kami penegakan hukum juga harus dibarengi dengan penguatan kapasitas para
penegak hukum itu sendiri baik dari tingkatan penyidikan yang dilakukan pihak
Kepolisian sampai kepada Hakim sebagai pemutus suatu perkara hukum. Penegakan
hukum sudah seharusnya dirubah dan keluar dari anasir yang telah menjadi umum
bahwa hukum tajam kebawah dan tumpul keatas. Kapasitas disini lebih menitik
beratkan kepada peningkatan kapasitas yang berprespektif lingkungan hidup.
Tahun lalu, Kalimantan
Tengah menjadi daerah darurat bencana asap kebakaran hutan dan lahan, bagaimana
dengan tahun sekarang. Masihkah sama, metode yang digunakan oleh pemerintah
dalam penanggulangan bencana asap ini, mari kita tunggu saja hasilnya.
Penulis adalah lulusan
Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, dan sekarang beraktivitas sebagai
Manager Advokasi dan Kampanye Walhi Kalimantan Tengah.
maaf mas.
BalasHapusmau nanya.
jika sudah punya sertifikat tanah. tapi tanah tersebut dikuasai secara fisik lebih dari 20 tahun oleh orang lain, apakah orang tersebut dapat membuatkan sertifikat atas tanah hak milik kita, melalui prona atau lembaga/proses sejenis lainnya..??