Senin, 14 September 2015

Tanggung Jawab Korporasi Atas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Tengah



Pada bulan Oktober 2014, Eksekutif Daerah Kalimantan Tengah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia merilis sebaran titik api di Kalimantan Tengah sebanyak 5.456   meliputi wilayah 11 Kabupaten dan berada di  wilayah 93 Perusahaan Besar Swasta (PBS). Motode yang digunakan oleh Walhi Kalteng dengan cara mengamatinya secara langsung dilapangan dan mengunakan pemantauan secara online melawati citra satelit TERRA dan AQUA. Sedangkan statmen dari pihak Pemerintah melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalimantan Tengah ada tiga PBS yang lokasi terbakar di Kabupaten Pulang Pisau dengan inisial perusahaan PT MKM, PT KLS dan PT BEST.

Kerugian yang didapatkan warga Berdasarkan data milik Dinas Kesehatan Pemkab Kotawaringin Timur, jumlah penderita ISPA sejak Juni hingga September 2014 mencapai 1.462 orang. Tahun 2014 mengalami peninggkatan jumlah penderita dimana pada tahun 2013 yang terkena ISPA sebanyak 8.853 orang, sedangkan pada 2014 mencapai angka 9.217 orang. Belum lagi mengenai dampak kerugian-kerugian yang lain yang dialami oleh warga Kalimantan Tengah diantara perkebunan karet warga yang terbakar, terganggunya jarak pandang dalam bertransfortasi dan yang lain.

Dalam sisi lain aparat penegakan Hukum telah melakukan upaya penindakan dengan memberikan sanksi penahanan kepada mereka yang lemah. Dalam catatan Walhi Kalimantan Tengah, ada 24 orang berstatus menjadi tersangka yang ditetapkan oleh pihak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dalam operasi bara telabang 12-21 September 2014. Pihak Kepolisian mengunakan instrumen Pasal 187 KUHP dan Perda Kalimantan Tengah No.5 tahun 2013 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan. 

Namun sayangnya dari semua yang diungkap oleh aparat penegak hukum tidak satupun menyangkut tanggung jawab dari pihak perusahaan. Padahal jika mau belajar Dalam putusan perkara No. 1363 K/PID.SUS/2012,  PT.KHS dinyatakan terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dengan cara membakar hutan dan lahan. Direktur PT.KHS divonis satu tahun penjara dan denda Rp200 juta. Jika tak mampu membayar denda diganti kurungan selama enam bulan penjara. Putusan MA  itu menyebutkan, KHS di Manuhing Gunung Mas dinyatakan lalai menyediakan alat-alat pemadam kebakaran atau sangat minim hingga terjadi kebakaran lahan 22 hektar selama 15  hari, mulai 31 Agustus 2009. MA juga menyebutkan KHS, sampai saat diputuskan belum mempunyai IPKH. Padahal sudah ribuan hektar hutan dibuka dan ditanami sawit. 

Ada beberapa ketentuan yang bisa digunakan para penegak hukum untuk bisa memintai pertangung jawaban perusahaan dalam hal menjaga wilayah konsesinya agar tidak terjadi kebakaran, diantaranya :
1.     Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pada penangangan kasus PT.KHS diatas bisa dipelajari bahwa putusan tersebut memuat tentang unsur yang terdapat dalam Pasal 42 ayat (1) yang menyatakan “Barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2.     Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup
Pasal 69 ayat (1) huruf h “ setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;” pelanggaran atas pasal 69 ayat (1) huruf h ditemukan dalam Pasal 108 yaitu “Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
3.     Undang-Undang No.39 tahun 2014 tentang Perkebunan
Pasal 108 menyatakan “Setiap pelaku usaha perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar sebagaimana denga maksud Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan pindana penjara lama (10) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000, (sepuluh milyar rupiah). Dimana dalam ketentuan Pasal 56 menentukan 2 (dua) syarat yang harus di lakukan oleh pihak perusahaan. Pasal 56 Ayat 1 “Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan /atau mengolah lahan dengan cara membakar”. Pasal 56 Ayat 2
“ Setiap pelaku usaha perkebunan berkewajiban memiliki sistem, sarana, dan prasarana pengendalian kebakaran lahan dan kebun “.

Penegakan hukum memang tidak serta merta akan menghilangkan bencana tahunan asap hasil pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Namun penegakan hukum adalah satu upaya penegasan atas eksistensi Undang-undang yang dibuat dengan uang rakyat. Implikasi lainya adalah kesadaran akan hukum itu sendiri bahwa “hukum dibuat harus ditaati dan yang melanggar akan diberi sanksi”. Sehebat apapun Undang-Undang dibuat namun tanpa aplikasi yang kongrit dilapangan maka akan menjadi tekstual yang tidak bermakna. Undang-undang indonesia yang berkenaan mengenai lingkungan hidup dan hutan  mensyaratkan tanggung jawab korporasi atas wilayah ijin yang ia miliki. Penegakan hukum merupakan salah satu kunci untuk mengurangi aksi-aksi pembakaran hutan dan lahan. Dengan adanya penegakan hukum diharapkan adanya efek jera bagi sipelanggar. Jangan hanya rakyat lemah yang diberi sanksi namun korporasi tidak tersentuh sama sekali.

Berapa banyak uang rakyat yang telah digunakan untuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan, catatan kami menyebutkan pada tahun 2014 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengelontorkan dana sebesar Rp.335 milyar untuk wilayah kebakaran Kalimantan dan Sumatera. Sedangkan pada tahun 2015 BNPB menganggarkan dana sebesar Rp.40 milyar, seperti yang dilansir Kalteng Pos pada halaman pertamanya (Senin, 13 Juli 2015, dengan Judul : Rp.40 M untuk hujan buatan).

Tidak sedikit uang rakyat yang digunakan namun hasilnya, para pembaca bisa menilai sendiri. Hemat kami penegakan hukum juga harus dibarengi dengan penguatan kapasitas para penegak hukum itu sendiri baik dari tingkatan penyidikan yang dilakukan pihak Kepolisian sampai kepada Hakim sebagai pemutus suatu perkara hukum. Penegakan hukum sudah seharusnya dirubah dan keluar dari anasir yang telah menjadi umum bahwa hukum tajam kebawah dan tumpul keatas. Kapasitas disini lebih menitik beratkan kepada peningkatan kapasitas yang berprespektif lingkungan hidup.

Tahun lalu, Kalimantan Tengah menjadi daerah darurat bencana asap kebakaran hutan dan lahan, bagaimana dengan tahun sekarang. Masihkah sama, metode yang digunakan oleh pemerintah dalam penanggulangan bencana asap ini, mari kita tunggu saja hasilnya.

Penulis adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, dan sekarang beraktivitas sebagai Manager Advokasi dan Kampanye Walhi Kalimantan Tengah.

1 komentar:

  1. maaf mas.
    mau nanya.
    jika sudah punya sertifikat tanah. tapi tanah tersebut dikuasai secara fisik lebih dari 20 tahun oleh orang lain, apakah orang tersebut dapat membuatkan sertifikat atas tanah hak milik kita, melalui prona atau lembaga/proses sejenis lainnya..??

    BalasHapus