Benarkah
Investasi Pertambangan Mensejahterakan
Rakyat
“
Anti thesa dari sebuah politik investasi”
Kalimantan
Tengah adalah sebuah cerminan syurga sumber daya alam diantara syurga-syurga
yang ada diseantero Republik ini. Dengan luasan tanah mencapai tiga kali pulau
jawa, pulau yang dikenal pulau Borneo ini menyimpan karunia Tuhan yang tiada
terhingga. Tidak berbeda jauh dengan daerah tentangga Kalimantan Tengah yaitu
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur sumber kekayaan dibawah tanah sangat
melimpah ruah dengan berbagai jenis kekayaannya.
Diera
kran desentralisasi telah terbuka dimana transpormasi dekonsentrasi berubah
menjadi kewenangan daerah untuk menyelengarakan ruang hajat hidup masyarakatnya
secara otonom. Praktek meminang investor secara masifpun terjadi dihampir
seluruh kabupaten yang ada di Kalimantan Tengah. Bahkan para Bupati tanpa malu
dan secara terang benerang atas keinginanya mengaet investor untuk
mengiventasikan modalnya kedaerah mereka.
Kilah
klasik yang kian populis menjadi sebuah proposal promosi, bahwa tujuan
investasi adalah untuk mensejahterakan rakyat. Rakyat akan mendapatkan
pekerjaan, sarana transportasi akan terbuka untuk membuka daerah-daerah yang
terisolir dan pemerintah daerah akan mendapatkan pendapatan daerah dari hasil
investasi tersebut. Kampanye-kampanye ini selalu digelorakan dengan meminjam
beberapa media dan melalui relasi kekuasaanya pada tingkatan struktur yaitu
sampai pada tingkatan Kepala Desa.
Konsepsi
pemikiran tentang mengatur rumahnya sendiri dengan payung hukum Undang-Undang
No.32 tahun 2004 tentang otonomi daerah semakin membuat semangat para
pemerintah daerah untuk segera mengeluarkan isi perut bumi yang bernilai itu.
Namun tidakkah para pemerintah daerah berpikir tentang dampak yang akan
ditimbulkan secara ekologis lingkungan maupun sosial budayanya. Lupakah atau
segaja menutup mata dengan nasib pulau papua yang selalu bergejolak, dimana
perusahaan tambang raksasa milik Negara imprealis nomer satu dunia yaitu
Amerika Serikat dengan Freeportnya mengeruk habis-habisan kekayaan pulau
cindrawasih ini.
Alih-alih
rakyat papua menjadi sejahtera, malah yang terjadi adalah rakyat papua
disebagian tempat mengalami busung lapar, para pemerintah daerahnya diindikasi
melakukan sebuah pratek korupsi yang sangat akut. Apakah ini yang diharapkan
dari kebijakan pemberi izin konsesi pada pertambangan di Kalimantan Tengah.
Belum lagi ditambah RTRWP Kalimantan Tengah yang belum clear sampai sekarang dan dijadikan modus baru bagi perusahaan
untuk tidak melunasi urusan pelepasan kawasan hutan diarea mereka yang didalam
ruang lingkung status kawasan hutan.
Bagaimana
masyarakat Desa Dayu di Kabupaten Barito Utara menolak adanya perusahaan
pertambangan didaerah mereka karena mereka khwatir bahwa sungai karusen janang
sebagai salah satu sungai terbesar disana tidak tercemar dan tetap dikondisi
rona awal untuk dapat dimanfaatkan. Para pemerintah daerah dan pihak perusahaan
tidak berani berkomentar ataupun menyanggupi atas permintaan warga tersebut.
Modus AMDAL dijadikan rujukkan atas pembenaran bahwa untuk mengatisipasi sebuah
proses ekprolasi dan eksploitasi, namun apakah tulisan kertas ini bisa menjamin
kondisi lingkungan tidak mengalami kerusakan, ditambah pengawasan yang sangat
minim oleh instansi terkait. Penolakan juga terjadi di Desa Rungau Raya, Desa
yang bersebelahan dengan Desa Dayu juga mempunyai problem yang sama, dimana
jika perusahaan tambang tetap beroperasi didaerah mereka bisa dipastikan
komidiiti tanaman padi mereka akan terancam.
Izin
Belum Ada Namun Sudah Eksploitasi
Sebenarnya
ada beberapa pola kebusukan investasi pertambangan yang ada dinegara ini salah
satunya adalah terkait masalah izin. Kebanyakan dari perusahaan yang ada hanya
bermodal izin lokasi dan izin usaha produksi para perusahaan sudah bisa
melengang untuk mengeruk kekayaan alam Kalimantan Tengah seperti pernyataan
Zulkifli Hasan selaku Menteri Kehutanan menyebutkan “Berdasarkan laporan
bupati/wali kota dan Gubernur di Kalimantan Tengah, Menteri mengatakan
“ditemukan 282 unit perusahaan perkebunan yang beroperasi tanpa izin dengan
total luas lahan yang digunakan 3.934.963 hektare, sedang untuk perusahaan
pertambangan sebanyak 629 unit dengan luas lahan yang digunakan 3.570.518,20
hektare”.[1]
Bagaimana
pemerintah bisa mendapatkan pendapatan asli daerah dari sektor pajak
pertambangan jika prosedur perizinan saja tidak lengkap dan apalagi diperberat
dengan adanya mafia pajak dan lain-lainya.
Pola
Umum Perampasan Tanah Berbentuk Investasi
Dari
hasil WORKSHOP : “De-Humanisasi” Rakyat
Dalam Perampasan Lahan Di Indonesia. Menemukan Dan Memetakan Arah
Gerakan , Medina Hotel Bogor, 5 Juli 2012 yang diselengarakan
Hukum Berbasis Masyarakat atau lebih dikenal dengan HuMa, memberi gambaran umum
mengenai pola perampasan tanah yang terjadi di Indonesia, yaitu :
1.
Pola Konflik Vertikal
-
Masyarakat dengan masyarakat
2.
Pengamanan Perusahaan
-
Aparat Hukum
-
Preman
3.
Mengunakan Instrumen Pengadilan untuk
menjustifikasi Usaha perusahaan
-
Putusan hakim
4.
Menipulasi- Mensiasati Hukum/Aturan
Negara
-
Pelabelan Hijau.
-
Izin belum lengkap namun sudah beroperasi
-
Tidak ada pengawasan
5.
Pelibatan Aparat Pemerintah
-
proses pembebasan lahan
-
pengunaan Tokoh agama dll
6.
Investasi Asing masuk lewat Bank
-
Akuisisi
-
Delerugasi
7.
Teror/Imitimidasi/Kekerasaan
8.
Pemberian Janji-janji Kesejahteraan
9.
Munculnya kebijakan-kebijakan model-model
master plan (sebagai karpet merah)
10.
Penerbitan Regulasi Baru
-
UU pengadaan tanah
-
SK
11.
Pengadopsi (Perjanjian-Perjanjian
internasional indonesia semacam terikat)
12.
Stigmasisasi
-
Menolak investasi adalah PKI dan
lain-lain
13.
Mengisolisasi Desa
14.
Pembatasan Hak-hak komunitas
-
Cara-cara pemetan sepihak
-
Tidak diakuinya inisiatif lokal
15.
Media Massa
-
sebagai alat intimidasi
Masihkah kita percaya
dengan bentuk Investasi dari Negara-Negara Kapitalis ini ???
Jika engkau melihat
kedzaliman/penindasan dimuka bumi maka ubahlah dengan tanganmu jika tidak mampu
ubahlah dengan suaramu dan jika tidak mampu dengan suaramu ubahlah dengan
tulisanmu dan inilah selemah-lemahnya iman # Sahabatmu Aryo Nugroho W. (Aryo
Sang Penggoda)
Hutan dan hijaunya alam anugerah... SDA bahan tambang di bawah tanah juga anugerah. Apakah keduanya bertentangan? Salahkah Tuhan yang menciptakan keduanya di tempat yg sama. Atau kita manusia yg kurang bijak mengelola keduanya hingga harmoni untuk kesejahteraan manusianya dan kelestarian LHnya....?
BalasHapusJangan berhenti untuk terus berkarya, semoga
BalasHapuskesuksesan senantiasa menyertai kita semua.
keep update!Harga Nissan Grand Livina bekas