Ajaran politik yang dikembangkan
oleh Confucius mengarah kepada suatu pemerintahan yang lebih bersifat
paternalistik (kebapakan), yakni terjalin sikap saling menghormati dan
menghargai antara pemerintahan dan rakyat. Melalui sifat kebapakan ini,
Confucius mengharapkan adanya rasa mengayomi dari seorang pemimpin terhadap
rakyatnya bukan malah mendikte rakyatnya. Sehingga dengan demikian tidak ada
kesenjangan yang terjadi.
Pemimpin negara juga harus mampu
menciptakan kesempurnaan moral dengan cara memberikan contoh yang benar
kepada rakyat, dalam pandangan Confucius moral seorang pemimpin sangat
mempengaruhi segala kebijakan yang diambil oleh pemimpin tersebut. Selain itu,
dengan adanya pimpinan yang bermoral baik, secara tidak langsung menjadi
cerminan bagi rakyatnya dan akan mempermudah untuk mengatur dan menjalankan
roda pemerintahannya.
Disamping itu dalam pandangan
Confucius buruknya suatu pemerintahan disebabkan oleh kurangnya bekal moral
dan pendidikan yang baik. Sehingga mereka tidak mampu memimpin negaranya
dengan baik, karena pada masa itu pemerintahan yang ada bersifat warisan. Oleh
karenanya, Confucius mengajarkan pendidikan kepada siapa saja dengan harapan
agar murid-muridnya dapat masuk dalam pemerintahan dan melakukan perubahan. Hal
inilah yang mendasari jiwa sebagai pengajar dalam diri Confucius dan melakukan
revolusi pendidikan, sebagaimana yang disebutkan dalam pendahuluan.
Confucius juga menolak adanya
kepemimpinan yang bersifat turun temurun (warisan), ia malah lebih
cenderung pada orang-orang yang memilki pendidikan yang baik untuk memimpin
negara. Dan kepandaian ini tidak boleh disangkut pautkan dengan masalah
keturunan atau kekayaan dan kedudukan, melainkan karena masalah watak dan
pengetahuan. Sehingga orang-orang yang pandai dapat ditempatkan pada tempat
yang semestinya. Dan seperti halnya para pemikir-pemikir lainnya, Confucius
juga berpendapat pemerintahan harus ditujukan untuk kesejahteraan rakyat,
bukan individu atau kelompok.
Pemaparan singkat diatas, telah
memberikan gambaran yang cukup gamblang bagi kita. Bahwasannya Confusius hendak
melakukan revolusi pemerintahan pada masa itu melalui pendidikan. Ia merasa
pemerintahan yang yang bersifat turun temurun kurang layak diterapkan, karena
hal tersebut akan menghambat ruang gerak orang-orang pandai yang tidak memiliki
ruang untuk mengaplikasikan pemikiran yang mereka miliki. Pandangan ini masih
sejalan dengan cara pandang Islam mengenai seorang pemimpin yang salah satu
syaratnya adalah harus cerdas.
Permasalahan moral merupakan inti
dari ajaran Confucis, jadi sangat wajar jika ia menghendaki pemimpin yang
bermoral dalam menjalankan pemerintahannya. Meskipun tidak dapat dipungkiri,
pandangan ini memang masih sangat relevan hingga saat ini. Bila kita lihat
pemilu di Indonesia, kandidat pemimpin yang dinilai kurang baik moralnya tentu
rakyat akan berfikir ulang untuk memilihnya.
Begitu juga mengenai kesejahteraan
rakyat, Confucius yang bukan berasal dari kalangan bangsawan tentu telah
merasakan bagaimana hidup dalam kesederhanaan dan penuh perjuangan hidup.
Sehingga ia mengharakan peara pemimpin seharusnya lebih mementingkan kepentingan
rakyatnya agar tercipta kesejahteraan hidup. Menyikapi hal ini, Confucius tentu
tidak hanya menunggu tindakan pemerintah, namun ia pun turut berpartisipasi
dalam bidang pendidikan yang tidak membedakan kekayaan atau keturunan, dengan
harapan mereka yang kurang mampu akan memperoleh yang lebih baik melalui
pendidikan.
Pandangan Confucius mengenai
pemerintahan masih terdapat kelemahan yakni ia berpendapat bahwa para
pemimpin pemerintahan memilki kekuasaan untuk memilih menteri-menterinya dalam
menjalankankan pemerintahannya. Hal ini dikarenakan pada masa itu Cina belum
mengenal pemungutan suara.
Terlepas dari semua itu, Pengaruh
ajaran Confucius berkembang pesat di Eropa dan Amerika, dimana dapat dilihat
semboyan revolusi Perancis yang terkenal, yaitu Liberty (kebebasan), Equality
(persamaan) dan Fraternity (persaudaraan), yang berasal dari ajaran kemanusiaan
(Humanism) Confucius. Demikian juga Piagam Kemerdekaan Amerika Serikat
(Declaration of Independence) sangat terpengaruh oleh ajaran Confucius, dalam
diskusi pembahasan naskah tersebut, Thomas Jefferson sendiri mengakuinya.
Negara-negara Asia paling banyak
menerima pengaruh ajaran Confucius, terutama negara Korea, Jepang, Vietnam,
Singapura, dan Taiwan. Dari hasil riset ke dalam situs jaringan (Web Sites) di
internet yang Penyusun lakukan, membuktikan bahwa sampai saat ini ajaran-ajaran
Confucius masih diakui dan dipelajari secara meluas terutama di luar Asia.
Namun di negara Barat, ajaran
Confucius lebih dipandang sebagai suatu ajaran moralitas yang menekankan
kebangkitan diri sejati dalam bertingkah laku secara sopan dan berkepatutan
serta pencurahan rasa bhakti yang tinggi terhadap orang tua, istri, anak,
saudara, teman, atasan, dan pemerintahan.
Oleh karena itu, sebagian negara
yang mementingkan moral masih mengakui kerelevanan ajaran Confusius, namun
sebagian tidak demikian. Tidak dapat dipungkiri, bahwa ajaran Confusius memang
lebih terkesan menekankan moralitas. Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
bukankah setidaknya bangsa ini juga harus belajar dari Confusius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar