2010-12-03 |
Harian Umum
Tabengan,
PALANGKA
RAYA
Maraknya sengketa lahan masyarakat adat dengan pihak perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) di Kalteng bisa diatasi dengan adanya kejelasan data dan peta yang menjadi hak ulayat.
Menurut Sidik R Usop, pengamat kemasyarakatan Universitas Negeri Palangka Raya (Unpar), inventarisasi data dan peta hak ulayat dan lahan milik masyarakat adat mendesak dilakukan, sekaligus sebagai solusi mengatasi maraknya sengketa lahan adat selama ini. Setidaknya, lebih dari 350 laporan masyarakat telah masuk ke Pemprov Kalteng terkait ganti rugi, tumpang tindih lahan, pencaplokan lahan oleh perusahaan, bahkan kebun karet rakyat yang digusur.
Dikatakan, sudah saatnya masyarakat adat melakukan inventarisir wilayah adat dan lahan yang dikelola mereka untuk menghindari konflik dengan pihak perusahaan perkebunan. Ketua Jurusan Ilmu Sosial dan Politik Unpar itu menguraikan, terdapat beberapa tahap dalam melakukan inventarisir tersebut, dengan melakukan identifikasi terlebih dahulu wilayah adat dan lahan.
Hal itu perlu dilakukan secara bertahap menyangkut lokasi-lokasi yang ditentukan dan luasannya, dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. Wilayah adat dan lahan mereka itu harus tercatat dengan baik, apabila terdapat dokumentasi-dokumentasi peninggalan zaman dulu, alangkah lebih baik masyarakat juga harus melakukan pendokumentasian baik secara manual dengan membuat sejarah wilayah adat itu, dan pemotretan apabila dibutuhkan.
Setelah semua tercatat dan terdokumentasikan dengan baik, data tersebut diinformasikan atau disosialisaikan ke pihak-pihak terkait seperti instansi dan para pemegang kebijakan. Hal itu dilakukan agar siapapun yang datang ke wilayah itu, baik investor maupun pihak-pihak lain dapat mengetahui wilayah adat masyarakat, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan.
Selain itu, pemerintah daerahpun harus turun tangan untuk membantu masyarakat adat dalam pengakuan wilayah adat tersebut, karena hal itu demi kepentingan masyarakat. Diakuinya, meskipun daerah adat tersebut sudah di inventarisir, ancaman konflik lahan masih bisa terjadi. Tetapi, paling tidak dengan melakukan pendataan wilayah adat, ancaman konflik dapat ditekan.
Seminar Adat Nasional
Semetara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Palangka Raya (Unpar), besok, Sabtu (4/12), akan menggelar seminar adat nasional dengan tema Reposisi Lembaga Adat Kedamangan dalam Perspektif Hukum Lingkungan. Pembicara yang direncanakan, Hakim Agung Mahkamah (MA) RI Abdurahman, mantan Rektor Unpar Prof KMA Usop, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Direktur Walhi Kalteng Arie Rompas dengan keynote speaker Gubernur Agustin Teras Narang.
Ketua pelaksana seminar Aryo Nugroho W, kemarin, mengatakan, dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) No.16 Tahun 2008 tentang Lembaga Kedamangan dan Peraturan Gubernur (Pergub) No.13 Tahun 20019 tentang Tanah Adat, seharusnya masalah-masalah di masyarakat akibat kebijakan pemerintah dapat teratasi.
Menurutnya, banyak permasalahan yang kerap terjadi akibat dari kebijakan pemerintah dalam pembangunan pengelolaan sumberdaya alam, dimana akar persoalannya lebih mengarah pada pengakuan atas hak ulayat. ”Lembaga adat kedamangan sebenarnya dapat menjadi fungsi kontrol yang sangat penting dalam pembangunan tersebut," katanya.
Selain itu, di dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 tentang Pertanahanmenyebutkan, hak atas tanah berdasarkan hukum adat diakui sepanjang masih hidup dan tidak bertentangan dengan pembangunan. Berdasarkan interprestasinya, secara tegas negara mengakui hak atas tanah masyarakat adat dengan catatan sepanjang hak tanah tersebut diakui, meski hal itupun dapat ditiadakan jika unsur-unsur hak tanah adat itu belum terpenuhi.
"Disini kita dapat melihat kekuasaan yang mutlak dari negara, dimana negara akan mengakui hak tanah adat dengan prasyarat-prasyarat. Pertanyaannya, apakah masyarakat dapat memenuhi prasyarat tersebut yang telah ditentukan oleh pemerintah sesuai dengan apa yang tertuang di UUPA dan UU tentang Kehutanan. Apabila pemenuhan prasyarat tersebut tidak mampu dipenuhi, maka hak ada tersebut dapat ditiadakan," terangnya.
Berdasarkan itu, BEM Unpar perlu menyelenggarakan seminar dalam melakukan reposisi lembaga adat kedamangan terhadap pembangunan yang berwawasan lingkungan di Kalimantan, khususnya Kalteng. Seminar tersebut akan dilaksanakan di Aula Rahan Unpar.ant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar