Kini kita akan mencoba mencari arti dari kata
Militan;
Pertama kita coba mencari
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata 'Militan' ini memiliki arti
"bersemangat" atau "bergairah". Istilah ini sebenarnya
dapat bermakna baik. John M. Echols dan Hassan Shadily menerjemahkan kata
'militant' dengan 'agresip'. Kamus American Heritage Dictionary mengartikan
'militant' dengan 'fighting or warring' dan 'aggressive'. Jika kata ini
digabung dengan akhiran "i" dalam bahasa Indonesia, menjadi
'militansi', dan dalam beberapa hal kata ini menjadi berkonotasi baik.
Misalnya, seorang pejuang yang memiliki 'militansi' yang tinggi.
Dalam MiriamWebster Dictionary
tertulis, bahwa istilah ini termasuk kata sifat dan kosakata ini dimasukkan ke
dalam kamus pertama kali pada abad ke-15. Dalam kamus ini, militan
didefinisikan sebagai, "engaged in warfare or combat" (disibukkan
dalam peperangan atau pertempuran). Dalam kamus ini juga disebutkan militan
adalah menunjukkan sikap yang agresif dan sangat aktif.
Hal serupa dijelaskan pula
dalam Cambrige International Dictionary, istilah militan sebagai kata sifat
didefinisikan sebagai, "active, determined and often willing to use
force" (aktif, tekun, dan acapkali sudi untuk menggunakan kekuatannya).
Militan sebagai kata sifat
juga didefinisikan dengan berjuang atau berperang. Arti lainnya, memiliki
karakter bertempur, agresif, khususnya dalam menghadapi (suatu) perkara.
Militan sebagai kata benda, didefinisikan sebagai perjuangan, pertempuran, atau
agresivitas; baik individu ataupun partai (The American Heritage® Dictionary of
the English Language, Fourth Edition. Published by Houghton Mifflin Company.)
Dan, militan juga
didefinisikan sebagai "self-assertive" (ketegasan diri) dan memiliki
semangat yang tak pernah henti, seolah ada di mana-mana. (WordNet ® 1.6, © 1997
Princeton University)
Hanya saja, saat ini istilah
militan makin menyempit. Terbukti, saat ini istilah militan 'cuma' ditujukan
dan selalu identik dengan orang atau kelompok yang kadang diberi label 'garis
keras'. Ini yang kemudian menempatakan istilah ini tidak pada tempat yang
semestinya. Bahkan cenderung dibumbui sinisme kepada individu atau kelompok
tertentu. Makna yang berkembang di tengah masyarakat terhadap kata itu telah
berubah, menjadi buruk. Sebab, kata ini terus-menerus dikaitkan dengan
terorisme. Orang yang melakukan terror bukan saja disebut sebagai teroris,
tetapi juga disebut militan.
Kata militan merujuk kepada
orang atau kelompok orang-orang yang ikut serta dalam suatu pertempuran
fisik/verbal yang agresif, biasanya dikarenakan suatu penyebab. Jurnalis
seringkali mempergunakan kata miiltan sebagai istilah netral untuk prajurit
yang tidak termasuk di dalam suatu organisasi militer. Secara khusus, seorang
yang militan turut serta dalam tindak kekerasan sebagai bagian dari alasan
memperjuangkan suatu tujuan politis.
Secara populer, kata
"militan" seringkali disamaartikan dengan teroris, walaupun mungkin
dengan karakteristik yang lebih lemah. Istilah "negara militan" dalam
bahasa sehari-hari merujuk kepada suatu negara yang memiliki sikap agresif
dalam mendukung sebuah ideologi atau perkara. Dalam bahasa Perancis, istilah
"militan" memiliki makna yang lebih lunak yang berarti
"aktivis".
Militansi
Oleh: Reza A.A Wattimena
Bangsa kita krisis militansi. Orang
terjebak dalam rutinitas. Mereka menjalani hidupnya dengan terpaksa. Kerja pun
dijalan dengan separuh hati.
Tak heran banyak hal gagal dijalankan.
Pemberantasan korupsi gagal. Pengentasan kemiskinan gagal. Perlawanan pada
teror bom kini tersendat.
Menjadi militan berarti hidup dengan
sebuah nilai. Bahkan orang rela mati demi terwujudnya nilai tersebut. Menjadi
militan tidak melulu sama dengan menjadi fundamentalis. Nilai hidup seorang
militan lahir dari penempaan kritis dan reflektif.
Itulah yang kita perlukan sekarang ini.
Nilai
Setiap orang haruslah hidup dengan
nilai. Ia perlu memiliki cita-cita tertentu. Cita-cita itu terwujudkan secara
nyata dalam nilai yang mempengaruhi cara berpikir dan perilakunya. Nilailah
yang membuat hidup manusia bermakna.
Sekarang ini di Indonesia, banyak orang
hidup tanpa nilai. Mereka tidak memiliki cita-cita luhur sebagai arah hidupnya.
Yang menjadi fokus hidup mereka hanyalah keuntungan sesaat. Tak heran mereka
merasa hidupnya hampa.
Nilai adalah prasyarat bagi semangat
militansi. Bahkan militansi dapat diartikan sebagai suatu sikap hidup yang
berpegang pada nilai dalam setiap pola pikir maupun perilaku. Orang militan
bersedia mati di dalam proses mewujudkan suatu nilai. Orang semacam inilah yang
semakin hari semakin sedikit di Indonesia.
Kritis
Orang militan berbeda dengan orang
fundamentalis. Bagi kaum fundamentalis kebenaran adalah akar (fundamen) dari
suatu ajaran tertentu yang tak lekang oleh berlalunya waktu. Mereka tidak
melihat bahwa konteks sudah berubah. Mereka menutup mata pada jaman yang terus
berubah.
Sementara orang militan hidup dengan
sikap kritis. Dengan sikap kritis pula, mereka memilih nilai apa yang akan
mereka perjuangkan. Dengan pola berpikir kritis, mereka mencari cara, bagaimana
nilai-nilai itu bisa jadi nyata di dalam dunia. Orang militan hidup dengan
prinsip yang teguh, namun fleksibel pada tataran perilaku di dalam proses
mewujudkan prinsip itu.
Di Indonesia kita jauh lebih banyak
menemukan orang fundamentalis, daripada orang militan. Sikap militansi dengan
mudah kita temukan pada sosok bapak-bapak bangsa Indonesia, seperti Bung Hatta,
Bung Karno, Sutan Sjahrir, dan bahkan Tan Malaka. Sementara sekarang ini yang
kita temukan adalah sikap fundamentalis, seperti pada fundamentalisme religius
maupun fundamentalisme uang.
Ini semua terjadi karena kita jarang
sekali berpikir kritis. Kita habis ditelan rutinitas. Kita habis ditelan sikap
pengecut di hadapan otoritas. Dan kita tidak pernah sungguh belajar dari
pengalaman.
Akibatnya sebagai bangsa kita sulit
sekali untuk berubah. Kita seperti diracuni sikap bebal yang takut akan
perubahan. Kita mencintai cara berpikir lama. Kita tidak bisa lepas dari pola
berpikir klise dan kampungan. Di dalam kereta peradaban, kita pun tertinggal di
stasiun nun jauh di sana.
Menjadi Militan
Menjadi militan berarti hidup dengan
nilai. Menjadi militan berarti mampu dan mau berpikir kritis di dalam setiap
situasi. Menjadi militan berarti memiliki cita-cita luhur untuk kehidupan, baik
kehidupan pribadi maupun sosial. Menjadi militan berarti berani berkata benar,
ketika seluruh dunia ketakutan terhadap sosok penguasa yang menindas.
Dan yang terpenting menjadi militan
berarti siap mati untuk mewujudkan suatu cita-cita. Inilah sikap hidup yang
semakin langka di dunia.
Penulis adalah Dosen Filsafat Politik,
Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya
Oleh Musyafak
Hingga kini mahasiswa masih berjuluk "agen perubahan sosial" (agent of social change), meski kesahihannya kerap dipertanyakan, bahkan digugat. Pasalnya mahasiswa kini kurang mengaktualisasikan peran sosialnya di masyarakat. Setali tiga uang, gerakan mahasiswa pun menunjukkan gelagat kelesuan. Masih maraknya gelaran demonstrasi tak bisa dijadikan ukuran, sementara mahasiswa seolah tidak terlibat dalam arena produksi wacana sosial-kebangsaan.
Kelesuan gerakan mahasiswa, salah satunya disebabkan oleh melempemnya militansi. Lemahnya kesetiaan untuk memihaki keyakinan-komitmen bersama, telah mengaburkan orientasi kelompok gerakan mahasiswa. Matinya militansi menjadi kabar buruk terkuburnya semangat perubahan kolektif, tergantikan pengejaran kepentingan-kepentingan individual atau kelompok mahasiswa.
Ragam faktor eksternal turut memengaruhi melemahnya militansi. Peristiwa politik-ekonomi yang terjadi di ruang sosial, gagal dijadikan api pemantik kesadaran revolusioner mahasiswa. Ketidakhadiran dan minimnya keterlibatan mahasiswa di dalam peristiwa-peristiwa sosial, bisa jadi ancaman utama bagi keberlangsungan gerakan mahasiswa. Karena ketidakterlibatan membuat mahasiswa tidak sadar posisi dan peran yang diembannya.
Agen Militan
Peristiwa politik selalu bersifat kolektif dan melibatkan jamak orang. Reformasi 1998, misalnya, mempertemukan mahasiswa dengan agen politik maupun intelektual pendukung gerakan penggulingan rezim Orde Baru. Krisis ekonomi saat itu adalah jelmaan peristiwa politik yang menggugah kesadaran mahasiswa untuk melakukan perubahan secara radikal-revolusioner.
Roger Trigg, seorang Profesor Emeritus Filsafat di Universitas Warwick, Inggris, menyatakan sekurang-kurangnya militansi memiliki dua komponen dasar: keyakinan dan dedikasi personal (Donny Gahral Adian, 2011: 107). Relasi keduanya bertimbal balik: seseorang yang tidak memiliki keyakinan terhadap ide-ide perubahan mustahil mengabdikan dirinya untuk gerakan perubahan.
Pertemuan antarsubyek mahasiswa yang memiliki militansi niscaya membentuk agen militan yang sadar perubahan ketika peristiwa politik mengabaikan hak-hak masyarakat luas, termasuk mahasiswa. Agen militan inilah yang bekerja di luar politik kelembagaaan seperti partai, atau mengambil jarak dari negara, untuk memprotes kekuasaan yang memonopoli akses-akses politik-ekonomi.
Agen militan melakukan aksi politik dengan cara menciptakan konfrontasi dan antagonisme. Yakni menentukan pihak atau kelompok lain sebagai "musuh" yang harus dilawan. Namun, konfrontasi dan antagonisme semacam ini perlu dikelola dengan arif agar tidak terjebak pada fanatisme buta yang berimbas pada penihilan atau penyingkiran kelompok lain. Satu sisi, agen militan memang harus mati-matian memperjuangkan gagasan perjuangan-perubahannya, tetapi di sisi lain memberi hak bagi lawan untuk mengusung gagasannya.
Tampaknya, mahasiswa terkini gagal mendefinisikan musuh politik yang harus dilawan. Di tengah situasi bangsa-negara yang disesaki dengan problematika korupsi, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, ironis jika mahasiswa merasa "dunia sedang baik-baik saja".
Di sisi ruang, masing-masing kelompok mahasiswa gagal mentransformasikan kepentingan sektoralnya menjadi kepentingan nasional yang selaras dengan kepentingan kelompok-kelompok atau elemen-elemen masyarakat lainnya. Jangkauan gerakan mahasiswa terbatasi oleh lingkaran yang diciptakannya sendiri, serta luput merangkul agen-agen sosial lain di sekitarnya. Gerakan mahasiswa lebih berorientasi pada kepentingan sektoral kelompoknya dan mengenyahkan kepentingan publik lebih luas.
Romantisisme
Gelagat romantisisme mahasiswa terhadap masa lalu juga patut diwaspadai. Agen militan rentan terjebak pada sejarah gerakan-gerakan generasi sebelumnya yang sebenarnya telah usang. Peristiwa-peristiwa masa lalu, seperti Malari tahun 1974 atau Reformasi 1998, memang menciptakan sedimen-sedimen positif serta menyediakan dorongan historis-emosional bagi gerakan mahasiswa. Namun, strategi-strategi gerakan masa lalu tidak bisa dimutlakkan sebagai model perjuangan saat ini. Mahasiswa musti menghayati pengalaman kekiniannya yang tentu memiliki banyak selisih atau perbedaan dengan pengalaman generasi sebelumnya.
Alain Badiou, seorang filsuf asal Perancis, berpandangan bahwa militansi atau kesetiaan bukanlah keterikatan subyek pada masa lalu, melainkan sebuah pertaruhan akan cita-cita masa depan yang tidak terduga (Adian, 2011: 70). Artinya, agen militan harus mengambil jarak secara tepat agar tidak terseret dalam romantisisme masa lalu yang mendongengkan kejayaannya. Agen militan mustinya lebih peka dalam memahami dan menilai realitas pengalaman kekiniannya, kemudian memutuskan cita politik masa depan yang akan diperjuangkan secara militan.
Godaan politik tidak bisa dielakkan. Pragmatisme yang bersifat oportunistik niscaya melemahkan gerakan mahasiswa dari dalam. Mahasiswa perlu mengambil jarak dari pusat kekuasaan dominan yang eksis di lembaga-lembaga politik. Prasyarat gerakan militan yang mencitakan perubahan radikal adalah tindakan-tindakan politik yang menuntut melalui aksi-aksi di luar politik kelembagaan atau partai politik. Mahasiswa, jika memang masih layak dikatakan sebagai agen militan yang pro-perubahan, adalah mereka yang sadar potensi kolektifnya untuk melawan kekuasaan struktural yang lalim dan semena-semena.
--Musyafak, peneliti di Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LeKAS), Semarang
(Analisa, 20 Desember 2011)
Sumber :
- http://dklikaja.blogspot.com/2010/11/arti-militan.html
- http://rumahfilsafat.com/2011/03/20/militansi/
- http://www.analisadaily.com/news/read/2011/12/20/27008/melempemnya_militansi_mahasiswa/#.T7FWZ9krOoo
Sang Penggoda ! Apakah Anda memiliki jiwa militansi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar