Rabu, 04 April 2012

Peraturan Menteri VS Perda Perkebunan Kalimantan Tengah Oleh: Aryo Nugroho.W, SH.

           Gonjang- ganjing permasalahan perkebunan besar swasta di Kalimantan Tengah dimana satu sisi pihak invesor memelukan lahan untuk pengembangan usahanya dan disisi lain masyarakat ingin tetap mempertahankan lahannya untuk bertahan hidup serta melanjutkan kehidupan.
Ada dua sudut pandang  yang akan menjadi sebuah perdebatan panjang mengenai sebuah peratutan yang lahir dari kebijakan, peraturan seyogyanya menjadi pengayoman agar permasalahan dapat dituntaskan dengan pemenuhan rasa keadilan. Namun pada faktanya malah peraturan itu sendirilah yang menjadi sumber masalah dan dapat dipastikan bukannya solusi yang akan diterima namun tumpukan kasus menjadi semakin tebal.
Terkait sedikit argumentasi diatas tentang adanya perbedaan sudut pandang antara peraturan yang satu dan peraturan yang lain dalam ruang lingkup yang sama namun beda makna sekaligus implementasinya maka kita bisa melihatnya pada perbedaan antara Peraturan Menteri Pertanian No.26 /Permentan/Ot.140/2/2007 dengan Peraturan Daerah Kalimantan Tengah No.5 tahun 2011 tentang Perkebunan.
Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/Ot.140/2/2007 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dalam pasal Pasal 11:    
  1. Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh per seratus) dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
  2. Pembangunan kebun untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat dapat dilakukan antara lain melalui pola kredit, hibah, atau bagi hasil. 
  3. Pembangunan kebun untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
Pasal 11 ayat 1 dapat kita simpulkan bersama bahawa Perusahaan yang mempunyai izin usaha perekebunan (IUP) wajib hukumnya membangun kebun untuk masyarakat paling rendah/minimal 20 % dari total luas areal yang di usahakan. Mari kita lihat total area yang diberikan dalam IUP semisal dalam surat izin tersebut total area yang diberikan untuk diusahakan 1000 Ha, maka 20% dari 1000 Ha = 200 Ha  tersebut adalah untuk masyarakat dan bukan masyarakat yang disuruh untuk mencari tanah yang 20% itu.
Pasal 11 ayat 2 dapat kita simpulkan bersama bahwa Perusahaan harus memberikan opsi kepada masyarakat atas haknya itu, yaitu:
1.      Pola kredit dikenal dengan istilah perkebunan plasma
2.      Hibah adalah pemberian secara Cuma-Cuma alias gratis
3.    Bagi hasil, dimana keuntungan dari 200 Ha yang dimiliki masyarakat itu dibagi dua dengan perusahaan.
Jadi dalam 20% itu tidak mesti harus berbentuk plasma karena dimungkin dengan pola yang lain dan jika fungsi perkebunan itu untuk kesejahteraan rakyat maka pola 2 dan 3 itu yang harus dijalankan oleh perusahaan.
            Pasal 11 ayat 3 dapat kita simpulkan bahwa pembangunan kebun untuk masyarakat dengan total area 20% dari luasan izin IUP yang diusahakan itu berbarengan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan, bukan setelah namun bersama.
Tentunya Jika Peraturan Ini Dijalankan Dengan Benar Maka Masyarakat Akan Ikut Menikmati Keuntungan Dari Hasil Perkebunan Yang Ada Di Kalimantan Tengah, Namun Sayangnya Ketentuan Diatas Mengenai Kewajiban Perusahaan Perkebunan Yang Memiliki IUP Untuk Membangun Kebun Untuk Rakyat Sebanyak 20% Dari Total Yang Diusahakan Dimentahkan Oleh Perda Kalteng No.5 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan.
Berdasarkan Pasal 18 ayat 4 menyatakan:
Bagi perusahaan perkebunan yang kebunnya telah terbangun tetapi belum melakukan pembangunan kebun bagi masyarakat sekitarnya, secara bertahap segera membangun kebun bagi masyarakat, dengan batasan waktu paling lambat 2 tahun sejak berlakunya Peraturan Daerah ini”
Bahwa perusahaan yang belum membangun perkebunan untuk masyarakat setelah berlakunya perda ini secara tidak langsung dibebas tugaskan mengenai kewajibanya tentang 20% dari lahan yang diusahan atau dari total luasan yang mendapatkan IUP, seperti dipertegas dalam ayat  berikutnya yaitu ayat 5:
“ Lahan untuk pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berasal dari lahan masyarakat sendiri, atau lahan lain yang jelas status kepemilikannya”
ayat 6 :
Pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan pola yang disetujui bersama antara pelaku usaha perkebunan dengan masyarakat sekitar adapun pola tersebut berupa pola pengadaan lahan, pola pembangunan dan pemeliharaan kebun, pola pembangunan kebun atau perusahaan perkebunan menyediakan benih, pembinaan dan sarana produksi atau pola lainnya yang disepakati bersama”.
            Nah, disinilah letak keruyaman itu dan membuat paradoksal antara Peraturan Menteri dan Perda Kalteng tentang pengelolaan perkebunan. PerMentan menjelaskan tentang tangung jawab perusahaan perkebunan yang mendapatkan IUP harus membangun kebun untuk masyarakat sebanyak atau paling minimal 20% dari total area IUP, sedangkan Perda Kalteng No.5 tahun 2011 membatalkan itu karena alasan yang tidak jelas dan tentunya pasti akan mensengsarakan masyarakat Kalimantan Tengah karena jika ingin kebun dari perusahaan sebanyak 20% itu maka masyarakatlah yang menyediakan lahan.
            Walaupun ketentuan pasal 18 ayat 3 dan 4 dalam Perda tersebut ketentuanya diatur oleh pemberi izin (pejabat yang berwenang) Bupati/Walikota dan Gubernur, tentunya ditingkatan bawah atau ditingkat masyarakat akan terjadi sebuah keresahaan tentang ayat-ayat tersebut dan terkesan Perda ini pro terhadap perusahaan bukan masyarakat.
Pasal 18 ayat 4,5 dan 6 Perda No.5 tahun 2011 ini secara jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian yaitu pasal 11 ayat 1 Permentan No.26/Permentan/Ot.140/2/2007.
            Ucapkan terakhir dari penulis kembali kepilar hukum yang sebenarnya bahwa hukum/peraturan itu berfungsi untuk rasa keadilan, manfaaf dan kepastian.
(Alumni Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya, 2011)



3 komentar:

  1. Menarik sekali ulasan anda Mas Aryo. memang selepas Otda aturan dari pusat kesulitan "mengawasi" implementasi di daerah. Apalagi aturan pusatnya hanya setingkat menteri.

    O ya mas, jika berkenan saya boleh mendapatkan salinan (copy) dari Perda Kalteng no.5 tahun 2011
    tersebut. alamat email saya ada di : nugrohoadiutomo@gmail.com

    Terimakasih banyak, Mas Aryo

    BalasHapus
  2. Bro kirimkan juga dong Perda 5 Tahun 2011 nya ke email ane di obbieafri@gmail.com
    ditutnggu ya bro,penting banget ya soalnyaa.

    Thanks

    BalasHapus