Gugatan citizen law suit di daftarkan ke Pengadilan Negeri Kalimantan
Tengah pada tanggal 16 Agustus 2016, dengan nomor pokok perkara 118/Pdt. G/LH/2016/PN.Plk. Ada 7 warga Kota Palangka Raya yang menjadi penggugat
yaitu terdiri dari perwakilan NGO, Peneliti, Akademisi dan Ibu Rumah Tangga.
Sedangkan yang menjadi pihak Tergugat ada 7 lembaga penyelengara negara yaitu :
1. Presiden Republik Indonesia, 2. Menteri Lingkungan Dan Kehutanan
Republik Indonesia, 3. Menteri Pertanian Republik Indonesia; 4. Menteri
Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 6. Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah; 7. Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Kalimantan Tengah.
Alasan diajukannya Gugatan salah satunya adalah bahwa kejadian Karhutla di
tahun 2015 yang menimpulkan kabut
asap telah mengakibatkan meninggalnya 1 balita, 1 anak dan 2 orang dewasa
diantaranya Ratu Agnesia (2 bulan) dari Kota Palangkaraya, Salmiah (49 thn)
dari Kota Palangkaraya, Karmansyah (70 thn) dari Kabupaten Pulang Pisau dan
Intan Destiaty Zulfah (9 tahun) dari Kabupaten Kotawaringin Timur.
Tulisan ini
mencoba untuk menyingkat bagian penting dari Putusan Pengadilan Negeri Palangka
Raya Nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk, yang telah dibacakan di
hadapan umum pada hari Rabu, tanggal 22 Maret 2017. Tujuan dari penulisan ini
agar khalayak bisa membaca dan memahami pertimbangan Hakim dalam memutuskan
perkara ini. Hal lain gugatan CLS ini merupakan pertama kali di sidangkan di
Kalimantan Tengah sehingga tentunya banyak pelajaran yang dapat dipetik khususnya
bagi perkembangan hukum. Walaupun pada akhirnya beberapa Tergugat menempuh
upaya hukum Banding di Pengadilan Tinggi Palangka Raya namun setidaknya putusan
ini tetap mengikat sebelum adanya putusan selanjutnya.
Tulisan singkat ini berisikan mengenai pokok
tuntutan dari para Penggugat dan Pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara
ini. Jika boleh disistematikakan sebagai berikut :
a.
Pertimbangan Hakim atas Gugatan Provisi Penggugat
b.
Pertimbangan Hakim mengenai
terpenuhinya syarat Formal Penggugat
c.
Pertimbangan Hakim dalam
Pokok Perkara a qou
I.
Fakta Hukum Kebakaran Hutan
dan Lahan di Kalimantan Tengah
II.
Fakta Hukum jarak pandang
(visibility) dibawah 500 m
Pertimbangan Hakim mengacu kepada Komnas HAM RI
III.
Fakta Hukum kerugian
materil maupun immateril
masyarakat Kalimantan Tengah
d.
Pertimbangan Hakim
Keterkaitan Pertangungjawaban para Tergugat
Gugatan Pengugat Poin 2 di
Kabulkan
Tergugat I (Presiden) belum secara
optimal melakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan
Tergugat I sd V telah melakukan perbuatan melawan hukum
Tergugat VI (Gubernur Kalimantan Tengah) kurang optimal atau lamban dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan tragedi kabut asap, dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Tergugat VII (DPRD Provinsi Kalimantan Tengah) dapat
dikualivisir telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pertimbangan Hakim mengacu Deklrasi Rio tentang Lingkungan Hidup dalam Prinsip
keadilan antargenerasi (intergenerational
equity).
Gugatan Pengugat poin 3 di
kabulkan sebagaian
Gugatan
Pengugat Poin 4 di Kabulkan
Gugatan Pengugat Poin 5 di
Kabulkan
Gugatan Pengugat Poin 6 di
Kabulkan
Gugatan Pengugat Poin 7, 8, 9, 10
dan poin 11 di Kabulkan
Gugatan Pengugat Poin 12 di
Tolak
Gugatan Pengugat Poin 13 di
Tolak
Gugatan Pengugat Poin 14 di
Kabulkan
Dan penutup.
Pokok Gugatan Para Penggugat
Dalam
Provisi
Menyatakan Gugatan Para
Penggugat dinyatakan Sah sebagai Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa
Melalui Mekanisme Gugatan Warga Negara;
Dalam
Pokok Perkara
1. Menerima dan mengabulkan gugatan untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan PARA TERGUGAT telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
3. Menghukum TERGUGAT I dan TERGUGAT II
untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan
peran serta masyarakat yaitu:
1) Peraturan Pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya
tampung lingkungan Hidup;
2) Peraturan Pemerintah tentang baku
mutu lingkungan, yang meliputi: baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu
udara ambien dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
3) Peraturan Pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
4) Peraturan Pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan
hidup;
5) Peraturan Pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup;
6) Peraturan Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan
7) Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi
lingkungan hidup;
4. Menghukum TERGUGAT I untuk
menerbitkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang menjadi dasar
hukum terbentuknya tim gabungan yang terdiri dari TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI;
5. Menghukum TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI untuk membuat tim
gabungan dimana fungsinya adalah :
1) Melakukan
peninjauan ulang dan merevisi izin-izin usaha
pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah terbakar maupun belum
terbakar berdasarkan pemenuhan kriteria penerbitan izin serta daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
2) Melakukan
penegakan hukum lingkungan perdata, pidana maupun administrasi atas
perusahan-perusahaan yang lahannya terjadi kebakaran;
3) Membuat
roadmap (peta jalan) pencegahan dini, penanggulangan dan pemulihan korban
kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan;
6.
Menghukum TERGUGAT I beserta TERGUGAT
II, TERGUGAT V dan TERGUGAT VI segera mengambil tindakan :
1) Mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran
udara asap di Propinsi Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi Korban
Asap;
2) Memerintahkan
seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah
membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di
Provinsi Kalimantan Tengah;
3) Membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antispasi potensi
kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap;
4) Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama dengan lembaga lain
untuk memastikan evakuasi berjalan lancar;
7. Menghukum TERGUGAT I beserta TERGUGAT II dan TERGUGAT VI untuk membuat:
1) Peta kerawanan
kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
2) Kebijakan
standart peralatan pengendalian kebakaran hutan dan perkebunan di wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah;
8. Menghukum TERGUGAT II untuk segera melakukan revisi Rencana Kehutanan Tingkat
Nasional yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
41 Tahun 2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana Dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
Model Dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi Model;
9. Menghukum TERGUGAT II dan TERGUGAT VI untuk :
1) Mengumumkan
kepada publik lahan yang terbakar dan perusahaan pemegang izinnya;
2) Mengembangkan
sistem keterbukaan informasi kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah;
3) Mengumumkan
dana jaminan lingkungan hidup dan dana penanggulangan yang berasal perusahaan –
perusahaan yang lahannya terbakar;
4) Mengumumkan
dana investasi pelestarian hutan dari perusahaan-perusahaan pemegang izin
kehutanan;
10. Menghukum TERGUGAT VI untuk
membuat tim khusus pencegahan dini kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di
seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang berbasis pada wilayah Desa yang
beranggotakan masyarakat lokal, untuk itu TERGUGAT
VI wajib:
1) Mengalokasikan dana untuk operasional dan program tim;
2) Melakukan pelatihan dan koordinasi secara berkala minimal setiap 4 bulan
dalam satu tahun;
3) Menyediakan peralatan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan;
4) Menjadikan tim tersebut sebagai sumber informasi pencegahan dini dan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah;
11. Menghukum TERGUGAT VI dan TERGUGAT VII segera menyusun dan
mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang Perlindungan kawasan
lindung seperti diamanatkan dalam Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
12.
Menghukum PARA
TERGUGAT untuk meminta maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat
Provinsi Kalimantan Tengah, melalui 3
(tiga) media cetak nasional (Harian Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia); 7 (tujuh) media cetak lokal (Kalteng Pos, Palangka Post, Tabengan, Radar
Sampit, Borneo News, Palangka Ekspres, Detak); 4 (empat)
media elektronik televisi, yang terdiri dari : TVRI Kalimantan Tengah, Metro TV, Kompas TV, RCTI; dan 6 (enam) media elektronik radio yang terdiri dari Radio
Republik Indonesia (RRI) Kalimantan Tengah, Radio Cannisa FM Palangka Raya, Radio Evella FM Palangka Raya, Radio Bravo FM Palangka Raya, Radio RDS FM Palangka Raya,
Radio Cafe FM Palangka Raya, Radio Kalaweit FM Palangka Raya dan melalui Baliho ukuran 6 x 3 meter sebanyak
13 (tiga belas) dan
selanjutnya dipasang disetiap jalan protokol disetiap Kabupaten Kota di Provinsi Kalimantan
Tengah, dengan kalimat sebagai berikut:
“Bahwa kami
Presiden/ Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah
dengan ini meminta maaf kepada seluruh rakyat Kalimantan Tengah, karena kami
selaku penanggung jawab pemerintah merasa telah gagal memberikan kepastian hak
atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat kepada seluruh rakyat Kalimantan Tengah. Kami ingin memastikan bahwa pada
tahun 2016 dan tahun-tahun selanjutnya tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan”
13. Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat
dilaksanakan terlebih dahulu,meskipun dikemudian hari terdapat upaya hukum lain
seperti Verzet, Banding, Kasasi dan upaya hukum lainnya (Uit Voerbaar Bij Vooraad);
14. Menghukum PARA
TERGUGAT untuk membayar biaya perkara;
Pertimbangan
Hakim
A.
Pertimbangan
Hakim atas Gugatan Provisi Penggugat
Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya telah mengajukan tuntutan provisi, dimana tuntutan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut pada pokoknya mohon agar Gugatan Para Penggugat dinyatakan Sah sebagai Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa Melalui Mekanisme Gugatan Warga Negara;
Menimbang, bahwa sehubungan dengan tuntutan Provisi yang dimohonkan oleh pihak Penggugat tersebut, Majelis akan mempertimbangkannya sebagai berikut :
Menimbang, bahwa dalam R.Bg/HIR tidak dikenal adanya Lembaga Provisionil akan tetapi Lembaga Provisionil diatur dalam RV, namun oleh
karena dalam praktek peradilan Lembaga Provisionil tersebut
sangat dibutuhkan maka dengan mengacu
pada ketentuan Pasal 283 RV bahwa pemeriksaan gugatan provisi dilakukan secara kilat, sehingga dengan adanya gugatan provisi
yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut seharusnya
Majelis Hakim secepatnya harus menjatuhkan
putusan sela atas gugatan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut, akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 285 RV masih dimungkinkan untuk memutus dan mempertimbangkan gugatan provisionil tersebut bersama-sama dengan putusan akhir;
Menimbang, bahwa menurut doktrin yang dimaksud dengan pengertian putusan provisionil adalah putusan yang bersifat sementara yang bukan menyangkut mengenai pokok perkara yang berisi tindakan sementara menunggu sampai dengan dijatuhkannya putusan akhir mengenai pokok perkara, dan oleh karena putusan provisionil tersebut sifatnya adalah
serta merta maka sifatnya sangat eksepsional;
Menimbang, bahwa setelah Majelis mencermati materi tuntutan provisi yang diajukan oleh Penggugat, menurut Majelis tuntutan provisi yang dimohonkan oleh para Penggugat tersebut telah memasuki materi pokok perkara yaitu terkait dengan persyaratan formal dari prosedur gugatan
dengan menggunakan mekanisme gugatan warga negara (citizen
lawsuit), dimana untuk
menentukan apakah tuntutan provisi yang dimohonkan oleh para Penggugat tersebut dapat dinyatakan sah sebagai Gugatan Perbuatan
Melawan Hukum Penguasa Melalui Mekanisme Gugatan Warga
Negara atau tidak Majelis akan pertimbangkan hal tersebut dalam Pokok
Perkara;
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas, maka tuntutan provisi yang dimohonkan oleh para Penggugat tersebut haruslah dinyatakan ditolak;
DALAM POKOK
PERKARA :
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;
Menimbang, bahwa dalam gugatannya Para Penggugat pada pokoknya menuntut agar Para Tergugat dinyatakan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, dengan alasan karena PARA TERGUGAT adalah para penguasa
yang mempunyai kewajiban melakukan perbuatan hukum untuk
melindungi, terjaminnya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan
hidup yang bersih dan sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 jo Pasal 2 dan 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia jo Pasal 65 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana PARA TERGUGAT selama bencana kabut asap belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah yang menimbulkan kabut asap. PARA TERGUGAT lamban
dalam melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan
serta kurangnya koordinasi antara
Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sehingga masyarakat menjadi korban. Lambatnya kinerja pemerintah dibuktikan dengan kabut asap yang meluas hingga wilayah Singapura dan Malaysia, korban meninggal dunia,
warga menderita ISPA dan terganggunya aktivitas
masyarakat. Kebakaran hutan dan lahan terjadi
dalam rentang waktu yang cukup lama di tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah.
Menimbang, bahwa yang menjadi dasar dan alasan Para Penggugat mengajukan gugatan terhadap para Penggugat dalam perkara a quo yaitu karena PARA PENGGUGAT adalah warga Negara Republik Indonesia yang termasuk bagian dari penduduk Kota Palangka Raya yang menjadi korban
dari bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang
terjadi sekitar bulan Agustus sampai
dengan Oktober 2015 yang telah menghirup udara yang tercemar akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan tersebut dan akibat
dari perbuatan PARA TERGUGAT yang selama bencana
kabut asap belum bekerja secara
maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra, kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap tersebut telah mengakibatkan :
-
Meninggalnya 1 balita dan 1 anak dan 2 orang dewasa
diantaranya Ratu Agnesia (2 bulan) dari Kota Palangkaraya, Salmiah
(49 thn) dari Kota Palangkaraya, Karmansyah (70 thn) dari Kabupaten
Pulang Pisau dan Intan Destiaty
Zulfah (9 tahun) dari Kabupaten Kotawaringin Timur karena menghirup kabut asap dan telah mengakibatkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) di 14 (empat belas) Kabupaten/kota dengan jumlah kasus sekitar 11.751 kasus di bulan Agustus 2015, sekitar 23795 kasus di bulan September 2015 dan sekitar 13949 kasus;
-
Para pelajar (SD-SMA) yang berada di wilayah
Kabupaten/Kota seperti Kabupaten
Barito Selatan, Barito Utara, Barito Timur, Murung Raya, Kapuas, Pulang Pisau, Gunung Mas, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat, Lamandanau, Sukamara, dan Kota Palangkaraya mengalami pengurangan jam pelajaran dan libur sekolah dan telah pula mengakibatkan kerugian disektor transportasi udara, dimana berdasarkan Dishubkominfo Provinsi Kalimantan Tengah, terdapat 3 (tiga) maskapai besar sejak bulan Agustus- September 2015 mengalami kerugian sebsar Rp 24,31 Milliar (akibat pembatalan penerbangan) dan ada 2.512 penerbangan di 3 (tiga) otoritas bandara di Provinsi Kalimantan Tengah seperti Tjilik Riwut, H.Asan dan Iskandar mengalami gangguan sehingga mengalami kerugian sekitar Rp 153 Milliar lebih;
B.
Pertimbangan Hakim mengenai terpenuhinya syarat Formal
Penggugat
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan yang diajukan oleh para Penggugat dalam perkara a quo diajukan melalui
mekanisme gugatan warga negara (Citizen
lawsuit), sehubungan dengan hal tersebut maka sebelum Majelis mempertimbangkan materi pokok perkara dalam perkara a quo, Majelis terlebih
dahulu akan mempertimbangkan persyaratan formal yang harus dipenuhi dalam mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit) yaitu
dengan pertimbangan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa sebenarnya gugatan warga negara (citizen lawsuit) belum diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sedangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 hanya mencantumkan 4 macam bentuk gugatan perdata dalam sengketa lingkungan hidup yaitu :
1. Hak Gugat
secara umum sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UUPPLH;
2. Hak Gugat
perwakilan kelompok;
3. Hak gugat
Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
4. Hak gugat
Organisasi Lingkungan Hidup;
Menimbang, bahwa secara historis gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit) lahir di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law, sedangkan untuk Indonesia yang menganut sitem hukum civil law sebenarnya tidak mengenal gugatan warga negara (citizen lawsuit), namun
dalam perkembangannya yaitu dalam praktek peradilan di
Indonesia sudah sering menggunakan/menerapkan
mekanisme gugatan warga negara (citizen lawsuit);
Menimbang, bahwa sungguhpun dalam hukum acara Indonesia mekanisme citizen lawsuit belum diatur dalam Undang-Undang, namun
guna mengisi kekosongan hukum acara dalam mekanisme
gugatan warga negara (citizen
lawsuit) Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, dimana dalam Keputusan Nomor : 36/KMA/II/2013 tersebut antara lain disebutkan bahwa persyaratan untuk mengajukan gugatan warga negara adalah sebagai berikut :
1. Penggugat
adalah satu orang atau lebih Warga Negara Indonesia bukan badan hukum;
2.
Tergugat adalah pemerintah dan/atau lembaga negara;
3.
Dasar gugatan adalah untuk kepentingan umum;
4.
Obyek gugatan adalah pembiaran atau tidak
dilaksanakannya kewajiban hukum;
5.
Notifikasi/somasi wajib diajukan dalam jangka waktu
60 hari kerja sebelum adanya gugatan
dan sifatnya wajib, Apabila tidak ada notifikasi gugatan wajib dinyatakan
tidak diterima;
6. Notifikasi/somasi
dari calon penggugat kepada calon tergugat dengan tembusan
kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Menimbang, bahwa selanjutnya dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 tersebut telah disebutkan
pula bahwa isi
pemberitahuan singkat/notifikasi/somasi dari calon penggugat kepada calon tergugat secara tertulis yang berisi :
-
Informasi pelaku pelanggaran dan lembaga yang
relevan dengan pelanggaran;
-
Jenis
pelanggaran;
-
Peraturan perundang-undangan yang telah dilanggar;
-
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah
kepentingan lingkungan dan kepentingan makhluk hidup yang
potensial atau sudah terkena dampak
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
-
Tidak boleh mengajukan tuntutan ganti rugi uang;
-
Prosedur acara persidangan CLS mengacu pada
HIR/R.Bg.
Jangka waktu
notifikasi/somasi dari calon penggugat kepada calon tergugat adalah 60 hari kerja yaitu dengan tujuan untuk memberikan kesempatan
kepada Pemerintah melaksanakan kewajiban hukumnya
sebagaimana diminta atau dituntut oleh
calon penggugat;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang diajukan oleh para
Penggugat dalam perkara a quo telah memenuhi persyaratan
gugatan warga negara sebagaimana
yang dipersyaratkan dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 atau tidak Majelis akan mempertimbangkannya sebagai berikut :
Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis kemukakan di atas bahwa menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 bahwa persyaratan yang pertama untuk mengajukan gugatan warga negara bahwa pihak Penggugat adalah satu orang atau lebih warga Negara Indonesia dan bukan badan hukum, yang mana berdasarkan bukti P-1.1 s/d/ P-1.7 telah ternyata bahwa para Penggugat adalah
merupakan warga Negara Indonesia dan para Penggugat dalam
mengajukan gugatan warga negara dalam perkara a quo statusnya sebagai
pribadi dan bukan sebagai badan hukum, sehingga dengan demikian
persyaratan yang pertama telah
terpenuhi;
Menimbang, bahwa menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 bahwa persyaratan yang
kedua untuk mengajukan gugatan warga negara yaitu pihak
Tergugat adalah pemerintah dan/atau lembaga negara, yang mana
berdasarkan fakta yang terungkap di
persidangan telah ternyata bahwa para Tergugat dalam perkara a quo yaitu Tergugat I s/d. Tergugat VII adalah merupakan lembaga
pemerintah atau lembaga negara, dengan demikian maka
persyaratan yang kedua telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 bahwa persyaratan yang
ketiga untuk mengajukan gugatan warga negara yaitu Dasar gugatan
adalah untuk kepentingan umum, sedangkan persyaratan yang
keempat yaitu Obyek gugatan adalah
pembiaran atau tidak dilaksanakannya kewajiban hukum, yang mana terkait dengan persyaratan yang ketiga dan keempat tersebut di atas
setelah Majelis mencermati surat gugatan para Penggugat
telah ternyata bahwa para Penggugat
dalam posita gugatannya ada menguraikan atau memasukkan persyaratan ketiga dan keempat tersebut di atas, sehingga dengan
demikian menurut Majelis persyaratan ketiga dan keempat
tersebut telah pula terpenuhi;
Menimbang, bahwa menurut Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013 persyaratan yang kelima
untuk mengajukan gugatan warga negara yaitu calon
Penggugat wajib melakukan notifikasi/somasi
kepada calon Tergugat dalam jangka waktu 60 hari kerja sebelum adanya gugatan dan Notifikasi/somasi dari calon penggugat kepada calon tergugat dan apabila
tidak ada notifikasi gugatan wajib dinyatakan tidak diterima, sedangkan persyaratan yang keenam yaitu notifikasi/somasi dari
calon Penggugat kepada calon Tergugat tembusannya
disampaikan kepada Ketua Pengadilan
Negeri setempat;
Menimbang, bahwa terkait notifikasi/somasi tersebut di atas, khusus untuk Tergugat VII dalam jawabannya telah menyangkal belum menerima notifikasi/somasi dari pihak Penggugat, yang mana untuk memperkuat dalil sangkalannya tersebut pihak Tergugat VII telah mengajukan bukti surat
yang diberi tanda T.VII-1 yaitu berupa Agenda Surat
Masuk dari bulan Pebruari 2016 s/d. bulan
Maret 2016, namun terkait dengan notifikasi/somasi yang ditujukan kepada para Tergugat tersebut pihak Penggugat berdasarkan bukti P- 8.1
s/d. P-8.7 pihak Penggugat telah dapat membuktikan bahwa
Penggugat telah melakukan notifikasi/somasi yang ditujukan kepada
Tergugat I s/d. Tergugat Tergugat VII
dan tembusan atas notifikasi tersebut telah disampaikan kepada Pengadilan Negeri Palangka Raya, dengan demikian menurut Majelis persyaratan kelima dan keenam telah pula terpenuhi;
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas telah ternyata bahwa gugatan warga negara (citizen lawsuit) yang diajukan oleh para Penggugat dalam perkara a quo telah memenuhi persyaratan formal sebagaimana yang disyaratkan dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 36/KMA/SK/II/2013, sehubungan dengan hal tersebut maka selanjutnya
Majelis akan mempertimbangkan materi pokok perkara dalam
perkara a quo;
C.
Pertimbangan Hakim dalam Pokok Perkara a qou
Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan di atas bahwa para Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap para
Tergugat dengan mekanisme gugatan warga negara (citizen
lawsuit), dimana dalam gugatannya
para Penggugat pada pokoknya telah mendalilkan bahwa para Tergugat sebagai penyelenggara pemerintahan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena Para Tergugat telah lalai menjalankan fungsi dan tugasnya untuk melakukan tindakan pencegahan dan penaggulangan secara serius terhadap kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi hampir
setiap tahunnya di Provinsi Kalimantan Tengah, dimana PARA
TERGUGAT selama bencana kabut
asap belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
yang menimbulkan kabut asap.Dan akibat dari perbuatan PARA
TERGUGAT yang lamban dalam melakukan antisipasi meluasnya
kebakaran hutan dan lahan serta
kurangnya koordinasi antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sehingga masyarakat menjadi korban. Lambatnya kinerja pemerintah
dibuktikan dengan kabut asap yang meluas hingga wilayah
Singapura dan Malaysia, korban
meninggal dunia, warga menderita ISPA dan terganggunya aktivitas masyarakat. Kebakaran hutan dan lahan terjadi dalam rentang waktu yang
cukup lama di
tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah;
Menimbang, bahwa sehubungan dengan dalil-dalil gugatan yang dikemukakan oleh para Penggugat tersebut, para Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya telah menyangkal dalil-dalil gugatan para Penggugat, yang mana oleh karena dalil-dalil gugatan para Penggugat telah disangkal oleh
para Tergugat, maka Penggugat haruslah dibebani
kewajiban untuk membuktikan dalil-dalil
gugatannya;
Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil-dalil gugatannya Penggugat di persidangan telah mengajukan bukti-bukti surat yang diberi tanda P1-1 sampai dengan P-10 dan selain itu Penggugat di persidangan telah pula mengajukan 1 (satu) orang saksi dan 1 (satu) orang Ahli yang
masing-masing telah didengar keterangannnya dibawah sumpah
menurut agamanya masingmasing yaitu saksi
ADIE dan Ahli IMAM PRIHANDONO,SH.MH.LLM,Ph.D.;
Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil sangkalnnya Tergugat II di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda T.II-1 s/d.
T.II-19 dan selain itu Tergugat II di persidangan telah
pula mengajukan 1 (satu) orang Ahli yang
telah didengar keterangannya dibawah sumpah yaitu Ahli Dr.Ir. ISRAR,M.Sc., untuk Tergugat III di persidangan telah mengajukan
bukti-bukti surat yang diberi tanda TIII-1 s/d. T.III-11 dan
selain itu Tergugat III telah pula mengajukan 1
(satu) orang saksi yang telah didengar keterangannya dibawah sumpah yaitu saksi ABDUL SIDIK, untuk Tergugat IV untuk memperkuat
dalildalil sangkalannya di persidangan telah mengajukan bukti
surat yang diberi tanda T.IV-1 s/d. T.IV-2, untuk Tergugat V di
persidangan telah mengajukan bukti surat
yang diberi tanda T.V-1 s/d. T.V-10, untuk Tergugat VI di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda T.VI-1 s/d. T.VI-10 dan Tergugat VII di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi
tanda T.VII-1 s/d. T.VII-10 dan selain itu telah pula
mengajukan 1 (satu) orang Ahli yang telah di
dengar keterangannya dibawah sumpah yaitu Ahli Dr.H. MUHAMMAD EFENDI,SH.MH., sedangkan Tergugat I di persidangan tidak ada mengajukan bukti-bukti, yang mana bukti-bukti dari para pihak tersebut selengkapnya sebagaimana telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh Para Penggugat
tersebut dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya atau
sebaliknya apakah berdasarkan bukti-bukti
yang diajukannya Para Tergugat dapat membuktikan dalil-dalil bantahannya;
Menimbang, bahwa sehubungan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak tersebut, maka Majelis hanya akan mempertimbangkan
bukti-bukti yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan
dalam perkara ini;
Menimbang, bahwa sebelum Majelis mempertimbangkan pokok permasalahan dalam perkara a quo lebih lanjut, Majelis terlebih dahulu
akan menguraikan tentang perbedaan antara “Tanggung
jawab berdasarkan kesalahan (Liability Based on Fault)” dengan
“Tanggung jawab mutlak (Strict Liability)” dalam
perkara perkara perdata yaitu sebagai berikut :
Menimbang, bahwa hak gugat secara umum berdasarkan UUPPLH terdapat 2 (dua) macam sistem
tanggung jawab perdata (civil liability), yaitu :
1. Tanggung jawab
berdasarkan kesalahan (Liability Based on Fault) yaitu tanggung jawab berdasarkan kesalahan bersumber dari pasal 1365 KUHPerdata, dimana dalam hal tanggung jawab berdasarkan kesalahan, beban pembuktian berada pada Penggugat yaitu siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan;
2. Tanggung jawab
mutlak (Strict Liability), dimana tanggung jawab mutlak tersebut diatur dalam Pasal 88 UUPPLH. Adapun yang dimaksud dengan tanggung jawan mutlak adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak Penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Dengan diterapkannya asas tanggung jawab mutlak, beban pembuktian tidak lagi dibebankan kepada Penggugat, tetapi beban pembuktian dibebankan kepada Tergugat untuk dapat membuktikan tidak adanya perbuatan melawan hukum.
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan para Penggugat dalam perkara a quo diajukan melalui mekanisme gugatan warga negara (citizen
lawsuit), sehubungan dengan hal tersebut maka Majelis perlu
terlebih dahulu mengutip pendapat para
ahli hukum tentang pengertian “gugatan warga negara” (citizen lawsuit) yaitu sebagai berikut :
Menimbang, bahwa menurut Sudikno Mertokusumo “setiap anggota warga negara atas nama kepentingan umum dapat menggugat negara atau pemerintah atau siapa saja yang melakukan perbuatan melawan hukum, yang nyata-nyata merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat
luas. Dalam actio popularis, hak mengajukan gugatan
bagi warga Negara atas nama kepentingan
umum adalah tanpa syarat, sehingga orang yang mengambil inisiatif mengajukan gugatan tidak harus orang yang mengalami sendiri
kerugian secara langsung, dan juga tidak memerlukan surat
kuasa khusus dari anggota masyarakat
yang diwakilinya”.
Menimbang, bahwa menurut Muhammad Kohar (Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya) dalam tulisannya yang berjudul “Penuntutan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup” menerangkan bahwa Citizen lawsuit adalah prosedur gugatan yang diajukan oleh warga
negara terhadap pemerintahan atau penyelenggara Negara, yang tidak
memenuhi kewajibannya dan lalai
memenuhi hak-hak warga negara. Kelalaian tersebut dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum dan oleh karenanya Pemerintah diminta untuk memperbaiki kinerjanya;
Menimbang, bahwa menurut Bambang H. Mulyono dalam Tulisannya yang berjudul “Citizen Lawsuit Perlukah PERMA untuk Implementasi (Varia Peradilan Tahun ke XXIV No.186, September 2009, halaman 48) disebutkan bahwa Prosedur gugatan dengan menggunakan mekanisme citizen lawsuit adalah perwujudan akses individual/orang perorangan warga negara untuk kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan publik, dimana
setiap warga negara dapat melakukan gugatan terhadap
tindakan atau bahkan pembiaran
(omisi) oleh negara terhadap hak-hak warga negara. Riilnya misalnya ada pelanggaran hak (asasi/hukum) atau pelanggaran hukum oleh negara di mana si penggugat tidak harus merupakan pihak yang mengalami kerugiaan rill atau langsung, termasuk untuk kepentingan alam dan
lingkungan hidup (natural and environmental issues)
dengan mengajukan gugatan di pengadilan,
guna menuntut agar penyelenggara negara melakukan penegakan hukum yang diwajibkan kepadanya atau untuk memulihkan kerugian publik
yang terjadi.
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan para Penggugat dalam perkara a quo diajukan melalui mekanisme gugatan warga negara (citizen
lawsuit) yaitu atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana yang
diatur dalam ketentuan Pasal 1365 KUH-Perdata, sehubungan dengan
hal tersebut maka Majelis akan mempertimbangkan apakah para Tergugat
telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang didalilkan
oleh para Penggugat, maka Majelis
akan mempertimbangkannya sebagai berikut:
Menimbang, bahwa perihal Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) maupun Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) diatur oleh ketentuan atau dasar hukum yang sama.
Yaitu Pasal 1365 KUH-Perdata;
Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi, „Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUH-Perdata di atas, setidaknya ada lima unsur yang harus dipenuhi yaitu :
1) adanya
perbuatan;
2)
perbuatan itu melawan hukum;
3)
adanya kerugian;
4)
adanya kesalahan; dan
5) adanya
hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan.
Menimbang, bahwa menurut Molegraaff bahwa Perbuatan Melawan Hukum tidak hanya melanggar undang-undang akan tetapi juga melanggar kaedah kesusilaan dan kepatutan. Sedangkan Hoge Raad mengatakan Perbuatan Melawan Hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak
berbuat yang bertentangan dengan :
-
Hak Subyektif orang lain.
-
Kewajiban hukum pelaku.
-
Kaedah kesusilaan.
-
Kepatutan dalam masyarakat (yang bertentangan
dengan sikap yang baik dalam
masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain).
Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah didalilkan oleh para Penggugat dalam surat gugatannya bahwa oleh karena yang menjadi
substansi gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo terkait
dengan peristiwa bencana kabut asap
pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, yang mana terjadinya peristiwa kabut dan asap tersebut berasal
dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah, sehubungan dengan hal tersebut maka Majelis perlu
terlebih dahulu membuktikan kebenaran dari peristiwa sebagaimana
yang didalilkan oleh para Penggugat
tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan jawaban yang disampaikan oleh Para Tergugat di persidangan telah ternyata bahwa Para Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya tidak ada yang menyangkal dalil-dalil para Penggugat khususnya yang terkait dengan adanya peristiwa bencana kabut asap pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, yang mana terjadinya peristiwa kabut dan asap tersebut berasal dari
kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
dan fakta tersebut telah pula diperkuat
dengan adanya bukti P-3, P-4.1, s/d. P-4.3, P-5.1 s/d. P-5.10, P- 6, P-7, P-8, P-9, P-10, P-11, P-12, P-13, P-14, P-15, P-17, P-18 (T.II,
T.II-11);
Menimbang, bahwa fakta tersebut di atas diperkuat pula oleh keterangan saksi ADIE yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
-
Bahwa saksi tinggal di Desa Mantangai Hulu
Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan
Tengah sejak lahir dan saksi bekerja sebagai petani, menyadap karet dan mencari ikan musiman;
-
Bahwa salah satu kebiasaan masyarakat di Kalimantan
Tengah khususnya petani apabila menyelang musim tanam para petani
sering melakukan pembakaran lahan pertaniannya;
-
Bahwa saksi mengalami kebakaran hutan sejak tahun
1997. Ada dua kali yang paling parah dalam peristiwa kebakaran
tersebut yaitu tahun 1997 dan tahun 2015 dan
sepengetahuan saksi saat kebakaran hutan pada tahun 1997, keadaan masyarakat sekitar saksi banyak yang tidak bisa melakukan usahanya untuk mencari nafkah seperti pergi ke kebun atau ladang karena apabila berangkat menggunakan alat transportasi perahu motor atau mesin ces seringkali tersesat dikarenakan jarak pandang hanya 1-2 meter saja;
-
Bahwa tahun 1997, keluarga saksi mengalami sesak
napas, diare dan muntah dan saat itu tidak ada bantuan dari
pemerintah provinsi dan pusat atas musibah
bencana asap tersebut. Masyarakat mempertahankan hidupnya dengan
mengonsumsi hasil ladang sehingga masyarakat bertahan hidup;
-
Bahwa lamanya kebakaran hutan pada tahun 1997
sekitar enam bulan sedangkan kebakaran tahun 2015 berlangsung hampir
tiga bulan, yang mana ketebalan asapnya kurang dari kebakaran hutan
pada tahun 1997 dan jarak pandang
pada saat kabut asap hanya sekitar sekitar 10-25 meter yang menyebabkan masyarakat tersesat hampir satu hari. Rambu-rambu jalan di sungai ada, tetapi tidak jelas karena tidak diperbaiki pemerintah, namun perbaikan rambu dilakukan pasca kebakaran tahun 2015 Saat ini,
ramburambu tersebut sudah diperbaiki;
-
Bahwa menurut saksi yang menyebabkan kebakaran
hutan pada tahun 1997 adalah
pembabatan hutan dan penggalian kanal pada masa Pengembangan Lahan Gambut 1 juta hektar, Sedangkan penyebab kebakaran pada tahun 2015, saksi tidak mengetahui sumber api darimana;
` Menimbang,
bahwa sehubungan dengan adanya peristiwa bencana kabut asap pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah tersebut, selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah benar Para Tergugat dalam kapasitasnya sebagai penguasa atau pemangku kepentingan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena Para Tergugat telah lalai menjalankan fungsi dan tugasnya untuk melakukan tindakan pencegahan dan penaggulangan secara serius terhadap kebakaran hutan dan lahan yang
telah terjadi hampir setiap tahunnya di Provinsi
Kalimantan Tengah, dan apakah benar PARA
TERGUGAT selama bencana kabut asap belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan perundang-undangan baik pada masa pra kejadian dan pasca kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang menimbulkan kabut asap ?
Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah didalilkan oleh Para Penggugat dalam surat gugatannya bahwa Tergugat I dalam kapasitasnya selaku Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (vide Pasal 4 ayat (1) UUD 1945), dimana Presiden dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Menteri-Menteri Negara dan setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (vide
Pasal 17 UUD 1945);
Menimbang, bahwa secara nasional kelembagaan yang utama dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 64 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa tugas dan wewenang pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dilaksanakan dan/atau dikoordinasikan oleh
Menteri. Menteri yang dimaksud Pasal 1 angka 39 adalah
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian
kementrian yang dimaksud adalah
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Menimbang, bahwa arah kebijakan lingkungan hidup tercermin dalam Pasal 3 UU No.32 Tahun 2009 mengenai tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dimana menurut Pasal 3 UU NO. 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
a. Melindungi
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b.
Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia;
c.
Menjamin kelangsungan hidup;
d.
Menjaga kelestarian;
e.
Mencapai keserasian;
f.
Menjamin terpenuhinya;
g.
Menjamin pemenuhan;
h.
Mengendalikan pemanfaatan;
i.
Mewujudkan pembangunan berkelanjutan;
j.
Mengantisipasi isu lingkungan global;
Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 3 UU No. 32 Tahun 2009, disebutkan : “Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan
asas tanggung jawab negara, asas berkelajutan, dan asas
manfaat bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Menimbang, bahwa menurut pendapat N.H.T. Siahaan, dalam Bukunya yang berjudul “Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan”, Edesi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 1, disebutkan bahwa pada mulanya
masalah lingkungan hidup merupakan masalah alami, yakni
peristiwa-peristiwa yang terjadi
sebagai bagian dari proses natural. Proses natural ini terjadi tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan itu sendiri dan
pulih kemudian secara alami. Akan tetapi, sekarang
masalah lingkungan tidak lagi dapat
dikatakan sebagai masalah yang semata-mata bersifat alami, karena manusia memberikan faktor penyebab yang sangat signifikan secara
variabel bagi peristiwa-peristiwa lingkungan. Tidak bisa
disangkal bahwa masalahmasalah lingkungan
yang lahir dan berkembang karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit dibandingkan dengan faktor alam itu sendiri.
Manusia dengan berbagai dimensinya, terutama dengan faktor
mobilitas pertumbuhannya akal pikirannya dengan segala
perkembangan aspek-aspek kebudayaannya,
dan begitu juga dengan faktor proses masa atau zaman yang mengubah karakter dan pandangan manusia, merupakan faktor yang lebih
tepat dikaitkan kepada masalah-masalah lingkungan hidup;
Menimbang, bahwa terkait dengan masalah penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah yang terjadi hampir tiap tahun yaitu sejak
1997 sampai 2015 yang menyebabkan wilayah di Propvinsi
Kalimantan Tengah diselimuti kabut asap, menurut pendapat Majelis
faktor penyebabnya utamanya adalah dari
manusia, fakta mana sesuai dengan keterangan saksi ADIE dan bukti T.II-12, T.II-13, T.II-14 dan fakta tersebut sesuai dengan
pendapat Ahli (Dr.Ir. ISRAR,M.Sc.) yang pada pokoknya berpendapat
bahwa penyebab kebakaran di Indonesia khususnya di pulau Sumatera
dan Kalimantan adalah 99% karena
kegiatan dan aktivitas manusia, dimana biasanya pihak yang membakar lahan untuk menyiapkan lahan karena membakar merupakan cara yang cepat untuk menyiapkan lahan dan biayanya lebih murah, sehingga
ketika hujan sudah bisa ditanam;
I.
Fakta Hukum Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan
Tengah
Menimbang, bahwa berdasarkan Laporan dari Dr. Sutopo Nugroho,M.Si,APU, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB pada tanggal 30 Oktober 2015 (sesuai bukti P-4.2), diperoleh adanya fakta
hukum Estimasi Luas Daerah Terbakar Periode 1 Juli s/d.
20 Oktober 2015 untuk wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah dengan perincian untuk area gambut yang terbakar seluas 196.987 Ha dan untuk area non gambut yang terbakar
seluas 133.876 ha, sehingga jumlah area yang terbakar di
wilayah Provinsi Kalimantan Tengah untuk
periode 1 Juli s/d. 20 Oktober adalah seluas 330.863 Ha dan fakta tersebut diperkuat pula dengan adanya bukti P-4.3 yaitu berupa
Berita Online dari CNN Indonesia tertanggal 31 Oktober
2015 yang pada pokoknya menjelaskan
bahwa hingga tanggal 30 Oktober 2015 mencatat lahan gambut yang terbakar paling banyak terjadi di Kalimantan dengan luas lahan yang terbakar seluas 267.974 hektar, dimana Provinsi Kalimantan Tengah
menyumbang
besaran besaran lahan gambut terbakar terbanyak yaitu seluas 196.987 hektar dan kebakaran gambut yang paling banyak terbakar terjadi
di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur dan fakta
tersebut sesuai pula dengan Laporan
Dari Posko Krisis Kebakaran Lahan/Hutan sebagaimana yang tersebut pada bukti T.II-9, T.II-10, dan T.II-11;
II.
Fakta Hukum jarak
pandang (visibility) dibawah 500 m
Menimbang, bahwa berdasarkan data dari Posko Karlahut Provinsi Kalimantan Tengah (sesuai bukti P-4.1), diperoleh adanya fakta hukum
bahwa data sebaran Hotspot di wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah dari hasil Pantauan Satelit NOAA-18 (data sejak tanggal 8
September 2015) adalah sebagai
berikut :
Menimbang, bahwa berdasarkan Data dari Posko Karlahut dan BMG Provinsi Kalimantan Tengah (sesuai bukti P-5.1), diperoleh adanya fakta
hukum bahwa Daerah kritis yang terkepung asap dengan
jarak pandang (visibility) dibawah 500 m
terdapat di Kota Palangka Raya, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kotawaringin Barat dan diantara tanggal 20,21 dan 24 Oktober 2015
visibility di Kota Palangka Raya dibawah 50 m;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T.II yaitu Laporan dari Posko Krisis Kebakaran Lahan/Hutan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tanggal 24 September 2015, Laporan pukul 06.00 wib pada
pokoknya menerangkan hal hal sebagai berikut :
-
Bahwa Penetapan status bencana asap : Status “Siaga
Darurat” di 4 provinsi (Riau, Sumsel, Kalbar, dan Kalsel) dan 2
Provinsi ditingkatkan statusnya
menjadi “Tanggap Darurat” yaitu Kalimantan Tengah dan Jambi;
-
Bahwa berdasarkan Hotspot yang diamati melalui
satelit NOAA-18 pada tanggal 23
September 2014 di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 187 Hostpot (titik panas) dan pada tanggal 1 s/d. 23 Januari 2014 terdapat
2.939 Hostpot (titik panas), sedangkan berdasarkan data
hotspot yang diambil melalui
satelit Terra Aqua (NASA) pada tanggal 23 September 2015 di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 212 hotspot dan pada tanggal 1 s/d. 23 Januari 2015 terdapat 5.095 hotspot (titik panas);
-
Bahwa berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara
dan cuaca tanggal 23 September 2015
pukul 10 wib bahwa kualitas udara atau ISPU (PSI) di Provinsi Kalimantan Tengah terendah adalah 1.246,24 dalam katagori berbahaya dan kualitas udara atau ISPU (PSI) tertinggi 1.991,93,93 dalam katagori berbahaya, sedangkan kondisi cuaca di Provinsi Kalimantan Tengah pada tanggal 23 September 2015 pukul 10 wib visibilitas 0,4 km dalam kondisi “berasap”;
-
Bahwa pada tanggal 23 September 2015 indikasi
pergerakan asap di Kalimantan (selatan dan utara) terutama berasal
dari wilayah Kalteng dan Kalbar yang
menyelimuti seluruh wilayah;
Pertimbangan Hakim mengacu
kepada Komnas HAM RI
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-3 yaitu berupa Keterangan Pers Nomor : 32/Humas-KH/IX/2016 Tentang Penanganan Asap Karhutla Abaikan Hak Asasi Manusia Komnas HAM RI, yang mana berdasarkan hasil pemantauan atau pengamatan yang dilakukan oleh Tim Pengamatan Situasi HAM Sebagai Dampak Bencana Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera pada pokoknya telah melaporkan hal-hal sebagai berikut :
-
Bahwa Pemerintah sangat lambat dan tidak menyeluruh
dalam meminimalkan dampak asap akibat kebakaran hutan dan
lahan (karhutla) serta dalam memulihkan hak atas kesehatan
masyarakat yang terpapar asap dan
kondisi tersebut sebagai akibat dari lemahnya perencanaan, termasuk identifikasi jumlah penduduk yang potensial terdampak asap dan sudah terpapar asap bertahun-tahun;
-
Bahwa Komnas HAM mencatat perkembangan positif yang
telah diupayakan pemerintah dengan pembentukan Badan
Restorasi Gambut dan upaya-upaya
pencegahan kebakaran di lahan gambut dibeberapa lokasi, namun upaya tersebut masih bersifat sporadik;
-
Bahwa tumpang tindihnya kewenangan dan lemahnya
otoritas serta tanggungjawab dari beberapa lembaga mengakibatkan
belum adanya perbaikan yang signifikan dalam menangani karhutla
meski sudah berlangsung selama 18 tahun berlarut-larut. Asap
karhutla diduga kuat berdampak
serius bagi kesehatan paru-paru dan jantung warga, khususnya anak-anak dan kelompok rentan (wanita hamil, lansia, dan penderita penyakit saluran pernafasan);
-
Bahwa Komnas HAM telah melakukan kajian hukum
bersama Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) pada 2016 serta
pemantauan di tiga provinsi, yaitu Sumatera Selatan, Riau, dan
Kalimantan Tengah pada 2015- 2016, dimana
berdasarkan pemantauan dan kajian hukum tersebut Komnas HAM menemukan terjadinya pengabaian hak atas kesehatan, pendekatan yang sangat teknis atau berorientasi pada pemadaman api, penegakan hukum yang diduga diskriminatif, dan peraturan perundang-undangan yang sektoral serta multi tafsir pada penanganan dampak-dampak dari karhutla terhadap masyarakat selama 18 tahun terakhir. Akibatnya terjadi ketidakjelasan atas pihak yang paling mempunyai otoritas untuk mengkoordinasikan upaya-upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi korban dari asap karhutla;
-
Bahwa Komnas HAM menemukan bahwa hampir sebagian
besar pemerintah daerah tidak memiliki kesiapan dalam
menyediakan anggaran maupun
sarana/prasarana yang memadai untuk menanggulangi dampak asap karhutla pada masyarakat. Pemerintah sangat lambat dan tidak menyeluruh dalam meminimalkan dampak asap dan memulihkan hak atas kesehatan masyarakat, sehingga akibatnya tragedi asap pada 2015 telah merengut sekurang-kurangnya 23 nyawa dan selama 18 tahun berturut-turut dan kualitas kesehatan masyarakat yang terpapar karhutla mengalami penurunan secara dratis. Dalam konteks ini Komnas HAM menilai negara telah gagal memberikan jaminan atas hak hidup sebagaimana dijamin Pasal 28a UUD 1945, Pasal 4 jo Pasal 9 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak atas kesehatan yang dijamin dalam Pasal 28h (1) UUD 1945 serta hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang dijamin dalam Pasal 9 (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
III.
Fakta Hukum kerugian
materil maupun immateril masyarakat Kalimantan
Tengah
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.5-1, P.5-3, P.5-4, P.5-5. P.5-6,
P.5-7, P.5-8, P.5-9, P.5-10, P-6, P-7 dan P-10, diperoleh adanya fakta hukum bahwa akibat dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah yang menimbulkan kabut asap
tersebut menyebabkan kerugian bagi
masyarakat Kalimantan Tengah baik kerugian materil maupun immateril yaitu berdasarkan fakta sebagai berikut :
-
Bahwa berdasarkan data Posko Karhutla Provinsi
Kalimantan Tengah dan BMKG, terdapat
beberapa daerah kritis yang terkepung asap dengan jarak pandang (visibility) di bawah 500 m diantaranya adalah Kota
Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Kotawaringin Barat, sehingga
hal tersebut berdampak terhadap aktivitas masyarakat;
-
Bahwa berdasarkan paparan Plt. Gubernur Kalimantan
Tengah yang mengutip Data BMKG Palangkaraya tentang Indeks
Standar Pencemaran Udara (ISPU) periode tanggal 1 Oktober - 31 Oktober
2015, kondisi udara telah berada
pada tingkat berbahaya dan Bahwa kabut asap telah mengakibatkan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di 14 (empat belas) Kabupaten/kota dengan jumlah kasus sekitar 11.751 (sebelas ribu tujuh ratus lima puluh satu) kasus di bulan Agustus 2015, sekitar 23795 kasus
di bulan September 2015 dan sekitar 13.949 kasus;
-
Bahwa kabut asap telah mengakibatkan penyakit diare
dengan jumlah sebesar 4.453 orang dan selain itu kabut asap telah
pula mengakibatkan meninggalnya 1 balita, 1 anak dan 2 orang dewasa
diantaranya Ratu Agnesia (2 bulan) dari Kota Palangkaraya, Salmiah
(49 thn) dari Kota Palangkaraya, Karmansyah (70 thn) dari Kabupaten
Pulang Pisau dan Intan Destiaty
Zulfah (9 tahun) dari Kabupaten Kotawaringin Timur;
-
Bahwa kabut asap telah merugikan para pelajar yang
berada di wilayah Kabupaten/Kota seperti Kabupaten Barito Selatan,
Barito Utara, Barito Timur, Murung
Raya, Kapuas, Pulang Pisau, Gunung Mas, Katingan, Kotawaringin
Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat, Lamandanau, Sukamara, dan Kota Palangkaraya yang mengalami pengurangan jam pelajaran dan penghentian sementara kegiatan belajar mengajar;
Bahwa akibat
kabut asap yang mengancam jiwa, masyarakat melakukan evakuasi sendiri dibantu oleh GAAS ke Banjarmasin, dengan 2 tahapan yaitu tahap pertama sekitar 20 orang dan tahap kedua sekitar 21 orang;
-
Bahwa berdasarkan data Kajian Dampak Kabut Asap
terhadap Perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Provinsi Kalimantan Tengah,
selama periode tanggal 22 Agustus - 29 Oktober 2015, kabut asap
telah mengakibatkan pergerakan
pesawat di 3 Bandara besar (take off dan landing) yang melayani dari dan ke Kalimantan Tengah mengalami 2.512 pergerakan. Dengan rincian Delayed berjumlah 941, Canceled berjumlah
1.564, Diverted (dialihkan)
berjumlah 5 dan Return to Base berjumlah 2. Hal ini menjadi bukti masyarakat mengalami kerugian karena tidak dapat melakukan aktivitas dari dan menuju Provinsi Kalimantan Tengah;
-
Bahwa berdasarkan laporan Penerimaan Negara bukan
Pajak akibat kabut asap Unit Penyelenggara Bandar Udara Tjilik Riwut
Palangka Raya Bulan Agustus s/d
Oktober 2015, jumlah penurunan penerimaan akibat kabut asap Rp. 1.524.365.055 (satu milliar lima ratus dua puluh empat juta tiga ratus enam puluh lima ribu koma nol lima puluh lima);
-
Bahwa persediaan obat-obatan kurang memadai
khususnya di Desa Mentangai hulu dan Desa Pulau Kaladan Kecamatan
Mentangai. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya permintaan
obat-obatan oleh Polisi dan TNI ke Nurhadi
(tokoh masyarakat Desa Mentangai Hulu), Ditempat lain, Posko Pembantu Puskesmas di Desa Pulau Kaladan mengalami kekurangan obat, hal ini disampaikan oleh kepala Posko Pembantu Puskesmas di Desa Pulau Kaladan ;
-
Bahwa masker yang disediakan oleh TERGUGAT VI dan
TERGUGAT V tidak
mencukupi kebutuhan masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah. Persediaan yang ada hanya 1.108.680 bh sedangkan jumlah penduduk provinsi Kalimantan Tengah menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah sekitar 1.439.858 jiwa;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta sebagaimana yang telah Majelis uraikan di atas, maka diperoleh adanya fakta hukum bahwa pada tahun 2015
di wilayah Kalimantan Tengah telah terjadi kerusakan
lingkungan dan atau pencemaran
lingkungan, yang mana peristiwa bencana kabut asap pada tahun 2015 yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah tersebut berasal
dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah;
D.
Pertimbangan Hakim Keterkaitan Pertangungjawaban para
Tergugat
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan keterkaitan pertanngungjawaban para Tergugat, dalam kapasitasnya selaku penguasa atau selaku pemangku kepentingan terhadap kejadian atau
peristiwa kabut asap yang menyelimuti wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah yang diakibatkan dari kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Kalimantan Tengah yang telah
lama terjadi dan mulai masif sejak tahun 1997 dan terakhir terjadi pada tahun 2015;
Menimbang,
bahwa menurut Majelis pertanggungjawaban Tergugat I s/d. Tergugat VI dalam peristiwa kabut asap yang terjadi di wilayah
Kalimantan Tengah yaitu sebagai berikut :
Menimbang, bahwa TERGUGAT I adalah Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. (Vide Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945), dimana TERGUGAT
I selaku pemegang kekuasaan pemerintahan mempunyai tanggung
jawab dan kewajiban menjalankan amanat Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia dan peraturan
perundang-undangan lainnya guna mewujudkan cita pendirian bangsa ini, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”;
Menimbang, bahwa dalam pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Presiden dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
Manterimenteri Negara dan Setiap Menteri membidangi urusan
tertentu dalam pemerintahan, sedangkan dalam pasal 3 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara lebih lanjut
disebutkan bahwa “Kementerian berada dibawah
dan bertanggungjawab kepada Presiden”;
Menimbang, bahwa dalam ketentuan Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa “Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah”;
Menimbang, bahwa dalam pasal 2 Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan disebutkan bahwa Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan berasaskan :
a. Keadilan dan
kepastian hukum;
b.
Keberlanjutan;
c.
Tanggung jawab negara;
d.
Partisipasi masyarakat;
e.
Tanggung gugat;
f.
Prioritas; dan
g. Keterpaduan
dan koordinasi.
Gugatan Pengugat Poin 2 di
Kabulkan
Tergugat I (Presiden) belum
secara optimal melakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka negara memiliki peran besar untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan kerusankan hutan, sehingga TERGUGAT I sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi seharusnya
melakukan berbagai upaya preventif
dengan melibatkan para menteri untuk mengambil suatu langkah nyata dalam mencegah dan mengurangi kerusakan hutan terutama terkait pembakaran lahan dan atau hutan yang menimbulkan kabut asap, sehingga peristiwa atau kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir
setiap tahun khususnya di wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah tidak terulang kembali, yang mana
sungguhpun Tergugat I dalam jawabannya telah mendalilkan telah melakukan tindakan dimaksud namun dalam kenyataannya peristiwa kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kalimantan Tengah selalu terulang kembali yaitu sejak tahun 1997 sampai dengan 2015, sehubungan dengan hal tersebut maka menurut pendapat Majelis Tergugat I belum secara optimal melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap khususnya di Kalimantan Tengah sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang;
Tergugat I sd V telah melakukan perbuatan melawan hukum
Menimbang, bahwa sungguhpun Tergugat I dalam kapasitasnya selaku Presiden RI dalam melaksanakan tugasnya telah mendelegasikan kewenangannya tersebut kepada Menteri terkait (Tergugat II, Tergugat
III, Tergugat IV dan Tergugat V) namun dalam kenyataan
Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV
dan Tergugat V dalam kapasitasnya selaku Menteri atau pembantu Presiden belum melaksanakan tugas dan kewajibannya secara optimal khususnya yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan terjadinya peristiwa kabut asap khususnya di Wilayah Kalimantan Tengah, sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang, meskipun berdasarkan bukti-bukti yang diajukan para Tergugat sebenarnya para Tergugat sudah ada melakukan upaya-uapaya pencegahan dan penanggulangan yang terkait dengan kabut asap di wilayah Kalimantan Tengah namun upaya yang dilakukan para
Tergugat tersebut belum maksimal dan terlihat lamban dan
lambatnya kinerja para Tergugat dalam
melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan di Wilayah Kalimantan Tengah tersebut menyebabkan kabut asap menyebar meluas hingga ke wilayah negara tetangga yaitu wilayah Singapura dan Malaysia dan telah pula menyebabkan korban meninggal dunia dan warga menderita ISPA serta terganggunya aktivitas masyarakat termasuk terganggunya penerbangan pesawat di wilayah Kalimantan Tengah dan kebakaran hutan dan lahan tersebut terjadi dalam rentan waktu yang cukup lama di tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah, sehubungan dengan terjadinya peristiwa tersebut menurut Majelis Tergugat I s/d. Tergugat V secara tanggung renteng harus mempertanggung jawabkan kinerjanya yang belum dilaksanakan secara maksimal tersebut dan oleh karenanya menurut Majelis terkait dengan penanganan peristiwa kabut asap yang menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah tersebut Tergugat I s/d.
Tergugat V
dapat dikualivisir telah melakukan perbuatan melawan hukum karena kinerjanya dalam penanganan kabut asap diwilayah Kalimantan
Tengah tersebut lamban dan belum optimal sebagaimana yang
diamanahkan oleh Undang-Undang;
Tergugat VI (Gubernur
Kalimantan Tengah) kurang optimal atau lamban dalam penanganan pencegahan dan
penanggulangan tragedi kabut
asap, dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat VI, dengan pertimbangan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa sebagaimana yang didalilkan oleh para Penggugat bahwa TERGUGAT VI adalah Gubernur Kalimantan Tengah yang
memiliki kedudukan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 jo
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah jo Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara:
Menimbang, bahwa dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa : “Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom” dan dalam Pasal 72
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa “Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesua dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan”.
Menimbang, bahwa sebagaimana didalilkan oleh Pengugat bahwa TERGUGAT VI dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Gubernur memiliki tanggung jawab pengendalian kebakaran hutan dan lahan
di wilayah yang dipimpin sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001 yang berbunyi :“Gubernur
bertanggung jawab terhadap
pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan yang dampaknya lintas kabupaten/kota” dan dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun
2001 disebutkan bahwa “Gubernur melakukan
pengawasan atas pengendalian kerusakan dan
atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan yang berdampak atau yang diperkirakan
dapat berdampak lintas kabupaten/kota”
Menimbang, bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Tergugat VI dalam kapasitasnya selaku Gubernur Kalimantan Tengah sesuai dengan tugas dan wewenangnya berkewajiban untuk merumuskan kebijakan strategis dalam rangka menciptakan lingkungan hidup yang baik
dan melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan
baik dalam tataran regulasi maupun pelaksanaannya;
Menimbang, bahwa Tergugat VI dalam kapasitasnya sebagai Gubenur Kalimantan Tengah dan sebagai pemangku kepentingan di daerah mempunyai kewajiban melakukan perbuatan hukum untuk melindungi, terjaminnya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 jo Pasal 2 dan 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia jo Pasal 65 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta sebagaimana yang telah
Majelis pertimbangkan di atas telah ternyata bahwa selama
bencana kabut asap pada tahun 2015
yang terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Tergugat VI dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Kalimantan Tengah belum bekerja secara maksimal sesuai mandat yang diberikan peraturan
perundang-undangan baik pada masa pra, kejadian dan pasca kebakaran
hutan dan lahan yang menimbulkan
kabut asap, dimana Tergugat VI lamban dalam melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan serta kurangnya
koordinasi antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah
sehingga masyarakat menjadi korban karena
lambatnya kinerja Tergugat VI dalam penanganan .kebakaran hutan dan lahan terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama di tahun
2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan
Tengah, sehingga peristiwa kabut dan asap yang terjadi di Kalimantan
Tengah tersebut telah menimbulkan
kerugian bagi masyarakat Kalimantan Tengah karena dampak yang ditimbulkan dari trgedi kabut asap tersebut menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat Kalimantan Tengah, seperti terganggunya
kesehatan masyarakat dan dapat mengganggu aktifitas
masyarakat dan bahkan telah pula menimbulkan
korban jiwa;
Menimbang, bahwa berdasarkan data Posko Karhutla Provinsi Kalimantan Tengah dan BMKG, terdapat beberapa daerah kritis yang
terkepung asap dengan jarak pandang (visibility) di
bawah 500 m diantaranya adalah Kota Palangkaraya,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Kotawaringin Barat dan berdasarkan paparan
Plt. Gubernur Kalimantan Tengah yang mengutip Data BMKG
Palangkaraya tentang Indeks Standar
Pencemaran Udara (ISPU) periode tanggal 1 Oktober – 31 Oktober 2015, kondisi udara telah berada pada tingkat berbahaya (bukti
P-9) dan tragedi kabut asap telah pula mengakibatkan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di
14 (empat belas) Kabupaten/kota dengan jumlah kasus sekitar 11.751 (sebelas ribu tujuh ratus lima puluh satu) kasus di bulan Agustus
2015, sekitar 23795 kasus di bulan September 2015 dan
sekitar 13.949 kasus (bukti P-5.5) dan
kabut asap telah mengakibatkan penyakit diare dengan jumlah sebesar 4.453 orang (bukti P-11) serta kabut asap telah mengakibatkan meninggalnya 1 balita, 1 anak dan 2 orang dewasa diantaranya Ratu
Agnesia (2 bulan) dari Kota Palangkaraya, Salmiah (49 thn)
dari Kota Palangkaraya, Karmansyah (70
thn) dari Kabupaten Pulang Pisau dan Intan Destiaty Zulfah (9 tahun) dari Kabupaten Kotawaringin Timur (bukti P.5-7);
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan di atas, maka kinerja dari Tergugat VI yang kurang optimal atau lamban dalam penanganan pencegahan dan penanggulangan tragedi kabut asap yang menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah yang
terjadi pada tahun 2015 sehingga menimbulkan dampak yang
negatif terhadap masyarakat tersebut, maka perbuatan Tergugat VI tersebut dapat dikualifikasikan
sebagai perbuatan melawan hukum;
Tergugat VII (DPRD Provinsi
Kalimantan Tengah) dapat
dikualivisir telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Menimbang, bahwa menurut Majelis pertanggungjawaban Tergugat VII dalam peristiwa kabut asap yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah
yaitu sebagai berikut :
Menimbang, bahwa sebagaimana yang didalilkan oleh para Penggugat bahwa TERGUGAT VII adalah Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi
Kalimantan Tengah yang memiliki kedudukan sebagai wakil rakyat
yang dipilih melalui pemilihan umum
dan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi Sebagaimana diatur Pasal 18 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 jo Pasal 315 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, dimana TERGUGAT VII mempunyai fungsi: legislasi, anggaran
dan pengawasan, ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam
kerangka representatif masyarakat di
provinsi dan selain itu TERGUGAT VII mempunyai wewenang dan tugas yaitu membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur dan meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, maka berdasarkan ketentuan
diatas, TERGUGAT
VII ikut bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi khususnya dalam pengendalian dan penanganan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana yang telah Majelis kemukakan di atas telah ternyata bahwa kejadian/ peristiwa
kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan kabut asap di
wilayah Provinsi Kalimantan Tengah sudah
terjadi sejak lama dan selalu terjadi berulang-ulang hampir setiap tahunnya yaitu sejak tahun 1997 sampai dengan 2015;
Menimbang, bahwa Tergugat VII dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Tengah atau pejabat legislatif, dimana sesuai kewenangannya guna untuk mengatasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah tidak terulang lagi setiap
tahunnya dan juga untuk memberi efek jera kepada pelaku
pembakaran hutan dan lahan di wilayah
Kalimantan Tengah sebenarnya Tergugat VII sesuai kewenangannya dapat mengambil inisiatif untuk mengusulkan Peraturan Daerah (Perda)
yang mengatur perihal larangan pembakaran lahan di
wilayah Kalimantan Tengah kepada pihak
eksekutif (Tergugat VI), namun sebelum terjadinya kebakaran Tergugat VII dalam kenyataannya tidak ada mengambil inisiatif untuk itu,
dan inisiatif untuk menerbitkan Perda terkait larangan
pembakaran lahan baru ada setelah
terjadinya peristiwa kebakaran pada tahun 2015, yang mana fakta tersebut menunjukan bahwa Tergugat VII, sebagai pejabat legislatif di
Provinsi Kalimantan Tengah dalam kapasitasnya selaku wakil
rakyat belum secara optimal
melaksanakan tugas kewajibannya untuk mengambil inisiatif atau segera merespon khususnya dalam pengendalian dan penanganan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah, yang mana
perbuatan
Tergugat VII tersebut dapat dikualivisir telah melakukan perbuatan melawan hukum;
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas, menurut Majelis petitum Penggugat pada poin 2 yang memohon agar
para Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan
melawan hukum cukup beralasan
sehingga patut untuk dikabulkan;
Pertimbangan Hakim mengacu
Deklrasi Rio tentang Lingkungan Hidup dalam
Prinsip keadilan antargenerasi (intergenerational
equity).
Menimbang, bahwa menurut Majelis para Tergugat sebagai pemangku kewenangan dalam mengambil kebijakan atau dalam penanganan masalah lingkungan di Indonesia dapat mengacu pada Deklarasi Rio tentang
Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang juga disebut sebagai the
Earth Charter merupakan “soft-law agreements”, yang memuat 27
prinsip, dimana beberapa prinsip yang
menjadi unsur penting konsep pembangunan berkelanjutan adalah :
a. prinsip
kedaulatan dan tanggung jawab negara (prinsip 2);
b.
prinsip keadilan antar generasi (prinsip 3);
c.
prinsip keadilan intragenerasi (prinsip 5 dan 6);
d.
prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan
hidup dan pembangunan (prinsip 4);
e.
prinsip tanggung jawab bersama tetapi berbeda
(prinsip 7);
f.
prinsip tindakan pencegahan (prinsip 11);
g.
prinsip bekerja sama dan bertetangga baik dan kerja
sama internasional (prinsip 18, 19 dan 27);
h.
prinsip keberhati-hatian;
Dimana dalam Prinsip keadilan antargenerasi (intergenerational equity)
yang dirumuskan dalam prinsip ke-3 Deklarasi Rio yang
berbunnyi : “Prinsip keadilan antargenerasi
mengandung makna, bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Prinsip ini mengandung makna, bahwa generasi sekarang memiliki kewajiban untuk menggunakan sumber daya alam secara hemat dan bijaksana serta melaksanakan konservasi sumber daya alam sehingga sumber daya alam tetap tersedia dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup
untuk dimanfaatkan oleh generasi masa datang. Adalah
tidak bijaksana jika generasi sekarang
meninggalkan sumber-sumber air, tanah dan udara yang telah tercemar, sehingga generasi masa datang tidak lagi dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Prinsip keadilan antargenerasi diharapkan menjadi dasar bagi pengembangan hukum lingkungan nasional maupun hukum internasional.
Gugatan Pengugat poin 3 di
kabulkan sebagian
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan petitum para Penggugat yang selebihnya yaitu dengan pertimbangan sebagai berikut
:
Menimbang,
bahwa mengenai petitum para Pengugat pada poin 3 yang memohon agar Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat :
1. Peraturan
Pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup;
2. Peraturan
Pemerintah tentang baku mutu lingkungan, yang meliputi: baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
3. Peraturan
Pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
4. Peraturan
Pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup;
5. Peraturan
Pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup;
6. Peraturan
Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan
7. Peraturan
Pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup;
Majelis akan
mempertimbangkannya sebagai berikut :
Menimbang, bahwa menurut Majelis yang berwenang untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah adalah Presiden (Tergugat I), sedangkan Tergugat II dalam kapasitasnya selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak berwenang untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah, sedangkan terkait
dengan permohonan dari para Penggugat agar diterbitkan 7
(tujuh) Peraturan Pelaksana dari UU Nomor 32 Tahun 2009, menurut
Majelis khusus untuk Peraturan
Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau sudah ada PP nya yaitu PP No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian
Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan
Dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan, yang mana PP tersebut
merupakan pelaksanaan ketentuan
Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UUPLH Tahun 1997. Dimana PP No. 4 Tahun 2001 tersebut mengatur upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan serta pengawasan terhadap pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/ atau lahan. Untuk itu telah ditetapkan kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup dan baku mutu pencemaran lingkungan hidup yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan.
Menimbang, bahwa sungguhpun PP No. 4 Tahun 2001 hingga sekarang masih berlaku dan PP No. 4 Tahun 2001 tersebut merupakan pelaksanaan
dari Undang-Undang Lingkungan Hidup yang lama (ketentuan
Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UUPLH
Tahun 1997), sehubungan dengan hal tersebut maka menurut Majelis PP No. 4 Tahun 2001 tersebut perlu diperbaharui untuk
disesuaikan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup yang baru
yaitu UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas, maka menurut Majelis petitum para Penggugat pada poin 3 patut untuk dikabulkan sebagian;
Gugatan Pengugat Poin 4 di Kabulkan
Menimbang, bahwa untuk melindungi terjaminannya pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana
diatur dalam UUD 1945 jo Pasal 2 dan Pasal 9 ayat 3
Undang-Undang Nomor 39 tentang Hak
Asasi Manusia jo Pasal 65 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka petitum Para Penggugat pada poin 4 yang memohon agar Tergugat I dihukum untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang menjadi dasar hukum terbentuknya Tim gabungan yang terdiri dari Tergugat II,
Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat VI cukup beralasan
menurut hukum dan oleh karenanya
patut untuk dikabulkan;
Gugatan Pengugat Poin 5 di
Kabulkan
Menimbang, bahwa untuk keperluan Penanggulangan Pencemaran/Kerusakan Lingkungan Hidup secara terpadu serta untuk pemeliharaan, pengawasan serta penegakan hukum dibidang lingkungan hidup,
maka petitum
para Penggugat pada poin 5 yang memohon agar Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat VI untuk membuat Tim Gabungan,
yang mana tugas dan fungsinya adalah :
1. Melakukan
peninjauan ulang dan merevisi izin-izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah terbakar maupun belum terbakar berdasarkan pemenuhan kriteria penerbitan izin serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
2.
Melakukan penegakan hukum lingkungan perdata,
pidana maupun administrasi atas perusahan-perusahaan yang
lahannya terjadi kebakaran;
3. Membuat
roadmap (peta jalan) pencegahan dini, penanggulangan dan pemulihan korban kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan;
Adalah cukup
beralasan menurut hukum, sehubungan dengan hal tersebut,
maka petitum
para Penggugat pada poin 5 patut untuk dikabulkan;
Gugatan Pengugat Poin 6 di
Kabulkan
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta dan kenyataan bahwa kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah
telah terjadi sejak lama dan mulai
masif sejak tahun 1997 dan terakhir terjadi pada tahun 2015, sehubungan dengan hal tersebut maka guna mengantisipasi terulangnya kembali peristiwa kebakaran hutan dan lahan di wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah dan untuk melindungi terjaminnya pemenuhan
hak masyarakat atas lingkungan
hidup yang bersih dan sehat sebagaimana yang diamanahkan dalam peraturan perundang-undangan, maka petitum para Penggugat pada poin 6 yang memohon agar Tergugat I, Tergugat II, Tergugat V dan Tergugat
VI untuk segera mengambil tindakan berupa :
1.
Mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit
lain akibat pencemara udara asap di
Provinsi Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi Korban Asap;
2.
Memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada
di wilayah provinsi Kalimantan
Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Provinsi Kalimantan Tengah;
3.
Membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna
antispasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran
udara asap;
4.
Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama
dengan lembaga lain untuk
memastikan evakuasi berjalan lancar;
Adalah cukup
beralasan menurut hukum, sehubungan dengan hal tersebut maka petitum para Penggugat pada poin 6 patut dikabulkan
Gugatan Pengugat Poin 7, 8, 9, 10 dan poin 11 di Kabulkan
Menimbang, bahwa dengan berpedoman pada hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas, menurut penilaian Majelis petitum para Penggugat
pada poin 7, 8, 9, 10 dan poin 11 tidaklah bertentangan
dengan peraturan yang berlaku,
sehubungan dengan hal tersebut maka petitum para Penggugat pada poin 7, 8, 9, 10 dan poin 11 patut untuk dikabulkan;
Gugatan Pengugat Poin 12 di
Tolak
Menimbang, bahwa mengenai petitum para Penggugat pada poin 12 yang memohon agar para Tergugat dihukum untuk meminta maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Kalimantan Tengah melalui 3 (tiga) media cetak nasional, menurut penilaian Majelis petitum yang dimohonkan oleh para Penggugat tersebut sangatlah berlebihan dan oleh karenanya petitum para Penggugat pada poin 12 tersebut haruslah dinyatakan ditolak;
Gugatan Pengugat Poin 13 di
Tolak
Menimbang, bahwa mengenai petitum Para Penggugat pada poin 13 yang memohon agar putusan perkara a quo dapat dijalankan terlebih dahulu (Uitvoorbaar Bij Vooraad), menurut penilaian Majelis petitum para
Penggugat pada poin 13 tersebut haruslah dinyatakan ditolak
karena tidak memenuhi ketentuan
Pasal 191 (1) R.Bg;
Gugatan Pengugat Poin 14 di
Kabulkan
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan di atas telah ternyata bahwa para Penggugat telah berhasil membuktikan sebagian dari dalil gugatannya, sehubungan dengan hal
tersebut gugatan Para Penggugat patut dikabulkan untuk
sebagian dan menolak untuk yang
selebihnya, sehubungan dengan hal tersebut maka Para Tergugat sebagai pihak yang kalah patut dihukum untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;
Penutup
Semoga
berguna untuk meraih keadilan bersama. Hal inipun merupakan suatu kebanggaan
yang tidak terhingga bagi saya karena
bisa terlibat atas kemenangan masyarakat Kalimantan Tengah ini. Kemenangan dan
Kepastian atas kondisi lingkungan selama 18 tahun (1997-2015). Walaupun
kemenangan ini tetap harus di perjuangkan. Tulisan ini dibuat juga sebagai
bagian harapan yang tidak terpisahkan dari saya pribadi. Genap ke-30 tahun umur
saya, semoga kedepan lebih baik lagi untuk bisa mendedikasikan hidup untuk
kepentingan bersama. Untuk sebuah lingkungan yang adil dan sehat.
Terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberi dinamika kehidupan selama ini.
Tetap
berserikat, berlawan dan Gembira.
Minal
Aizin Wal Faizin
Aryo Nugroho Waluyo
Sumber Tulisan :
Lihat putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya No: 118/Pdt.G/LH/2016/PN Plk,
di