Kemaren pada
hari jum’at 12 Oktober 2013 Raperda Peyelengaraan Perkeretaapian dari Puruk
Cahu-Bangkuang dan Batanjung telah di ketuk palu dalam artian lain telah
disahkan. Pengesahan Perda tersebut, dilaksanakan
DPRD bersama Pemprov Kalteng, pada Rapat Paripurna ke 6 Masa Persidangan III
Tahun Sidang 2013 DPRD Kalteng, Jumat (11/10).
Setelah
melalui berbagai tahapan, mulai dari pidato pengantar Gubernur Kalteng Teras
Narang. Dilanjutkan dengan Pemandangan Umum Fraksi Pendukung DPRD Kalteng,
kemudian jawaban/ penjelasan Gubernur. Tahapan pembahasan, hingga laporan hasil
pembahasan dan pemandangan umum terakhir Fraksi, akhirnya Perda tentang
Perkeretaapian disahkan.[1]
Tentunya ini berita yang sangat mengkagetkan
dan sekaligus berita buruk bagi kita semua yang memandang kebijakan ini hanya
untuk kalangan investasi dan tidak pro rakyat serta pro lingkungan.
Dalam tulisan singkat ini mencoba untuk
mengangkat tentang mekanisme judicial review Peratuan Daerah, dimana tujuan
dari tulisan ini bukan untuk mengurui ataupun merasa sang penulis sudah paham dengan
mekanisme hukum yang sebenarnya namun sebagai sumbangan pemikiran terkait soal
kereta api ini.
Dalam Undang-Undang No.32 tahun
2004 Jo No.32 tahun 2005 tentang Pemerintah Daerah untuk pembatalan Peraturan
Daerah dapat dilihat dipasal 145 ayat (2) menyebutkan “ Peraturan Daerah
dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan /atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah”. Pasal 145 ayat (3) Keputusan
pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1). Hal berkaitan dengan ini disebut dengan executive
review dimana pembatalanya lewat peraturan presiden.
Sedangkan
untuk judicial review peraturan daerah dimana pengujinya adalah masyarakat atau
lembaga diatur dalam Undang-Undang 1945 pasal 24 A ayat (1) menyebutkan “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Dikuatkan
pula oleh Undang-Undang No.11 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan pasal 9 ayat (2) menyebutkan “Dalam
hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga
bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung”.
Lebih
tekhnis judicial review peraturan perundang-udangan dibawah Undang-Undang diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung No.01 tahun 2011 tentang Hak Uji Materill.
Dalam
klausul menimbang huruf a dalam Perma tersebut menyebutkan “ Bahwa pasal 2 ayat
(4) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang Hak
Uji Materiil menentukan bahwa : Permohonan keberatan diajukan dalam tengang
waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak ditetapkan Peraturan
Perundang-Undangan yang bersangkutan;
Namun
di huruf c nya menyatakan bahwa penentuan batas waktu 180 (seratus delapan
puluh) hari sesuai dengan point a, sudah seharusnya di hapus dan/atau dicabut
dari Perma Ini. Nah dalam hal ini saya mengutip pernyataan dari Ketua Mahkamah
Agung Harifin Tumpa bahwa "Kalau sekarang
tidak lagi dibatasi waktu. Perda kapan pun bisa diajukan, asal ada
masalah,". lihat (http://www.investor.co.id/home/ma-ubah-perma-batas-waktu-uji-materiil/14750).
Jadi untuk batasan waktu memang
saya agak sulit untuk menentukan yang mana seharusnya, namun setidaknya dengan
180 hari setelah peraturan perundang-undang dibawah undang-undang itu disahkan
maka kita masih mempunyai waktu untuk menguji perda Peyelengaraan
Perkeretaapian dari Puruk Cahu-Bangkuang dan Batanjung Ini. Dalam hal ini juga
perlu pandangan dari para praktisi hukum untuk memperjelas waktu yang tepat
untuk uji materiil.
- Tugas kita sekarang adalah jika ingin benar-benar membatalkan Perda Ini adalah menyiapkan alasan untuk membatalkan Perda ini. Dimana keberatan/alasan tersebut meliputi :Bertentangan dengan Undang-undang dan atau peraturan yang ada diatasnya.
- Proses pembuatannya berkesusaian dengan peraturan pembuatan Perundang-Undangan.
- Tidak sesuai dengan Hukum yang hidup (The Living Law) yang berlaku.
- Bertentangan dengan kepentingan umum.
Demikian
ini yang saya dapat sampaikan, masih ada harapan dan usul saya kita bisa
mengundang salah seorang pakar hukum untuk membahas ini. Sekaligus juga
menyiapkan para Advokat Publik untuk membuat permohonan judicial review/ uji
materiil Perda Ini keyurisdiksi yang telah ditentukan oleh Peraturan
perundang-undangan.
Selamat
bermalam Minggu.
Salam
Pro Justicia
Aryo
Nugroho Waluyo