PALANGKA RAYA
 - Sekitar 30 orang pengunjuk rasa tergabung dalam Front Perjuangan 
Rakyat Kalteng (FPR-KT) mengelar aksi di bundaran besar Palangka Raya, 
Kemarin (23/7). Dalam orasinya pengunjuk rasa ini, meminta pemerintah 
mencabut izin usaha perkebunan kelapa sawit PT Buana Arta Sejahtera 
(BAS) beroperasi di Kabupaten Kotawarin Timur (Kotim).  
Alasan
 pengunjuk rasa, meminta pemerintah mencabut izin PT BAS ini, karena 
wilayah transmigrasi desa Biru Maju kecamatan Telawang kabupaten Kotim, 
telah dirampas PT BAS sejak tahun 2004 secara sewenang-wenang, bahkan 
belum ada penyelesaian sampai sekarang.
“Warga
 transmigrasi berhak atas tanah seluas 657 hektare itu, dengan bukti 
kepemilikan surat keterangan tanah dan telah dibayar pajak sejak tahun 
2000. Disisi lain Dinas kehutan Kotim sudah membenarkan tanah tersebut 
milik warga trasmigrasi,” kata Aryo yang juga sebaga juru bicara aksi.
Ia
 juga menilai PT BAS justru secara jelas melangar aturan yang berlaku, 
karena hanya berbekal surat izin prinsip dan surat izin lokasi. Tetapi 
ironisnya malah berani menyerobot lahan warga mengunakan alat berat 
seperti bulldozer untuk dijadikan areal perkebunan, tanpa memiliki izin 
pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan.
Aryo
 menyatakan selama penyelesaian komplik lahan, telah dilakukan penahanan
 terhadap Kepala Desa Biru maju oleh penguasa negeri ini. “Kita melihat 
hal itu sebagai upaya dilakukan PT BAS untuk meredam perjuangan warga 
yang ingin mempertahankan haknya. Yang lebih parah lagi aparat keamanan 
seperti Brimob dan TNI terus melakukan intimidasi dan teror,” tegasnya. 
Bentur intimidasi dialami warga transmigrasi ini terlihat seperti 
dibongkarnya jalan transportasi penghubung utama kedaerah PT BAS.
Aryo
 menambahkan selama ini warga trasmigrasi telah melakukan perjuangan 
atas tanah dirampas oleh PT BAS, mulai tingkat lokal seperti Pemerintah 
daerah setempat, Pemprov Kalteng, Dinas Kehutanan, Dinas Tenaga kerja 
sampai Tingkat Nasional yaitu Komisi Yudisial, Komnas Ham, Satgas 
Pemberantasan Mafia  Hukum hinga Mahkamah Agung.
Tetapi
 seperti biasanya laporan masyarakat terkait tindakan pelangaran yang 
dilakukan oleh pihak perusahan selalu berakhir di meja pengaduan semata 
tanpa bukti ygng kongkrit.
Kalau
 pun ada tindakkan,  Aryo menilai bahwa kekalahan selalu dipihak 
masyarakat, meski kesalahan perusahan ada didepan mata sendiri melanggar
 aturan berlaku di indonesia.
“Kami
 mengharapkan tanah seluas 657 hektar dikembalikan kepada warga 
transmigrasi di desa biru maju. Bebaskan segera kepala desa biru maju 
bapak purnom tanpa syarat. Tarik semua aparat keamanan seperti Brimop 
dan TNI dari tanah sengketa, dan hentikan segala bentuk intimidasi dan 
tindakan terhadap warga desa biru maju kabupaten kotawaringin timur,” 
cetusnya. 
Sekedar
 diketahui organisasi tergabung dalam FPR-KT yaitu Badan Eksekutif 
Mahasiswa Universitas Palangka Raya (BEM UNPAR), GMNI cabang  Palangka 
Raya, Himpunan Mahasiswa Huma Betang indonesia (HUMA ITAH), GMKI cabang 
Palangka Raya, Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Hanau (HMPH) , BEM UNKRIP,
 Forum Diskusi Mahasiswa, wahana Lingkungan Hidup (WALHI)  Save Our 
Borneo (SOB) dan LMMDD-KT
sumber : http://wartakalteng.blogspot.com/2011/07/fpr-kt-minta-pemerintah-cabut-izin-pt.html 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar