Apa
sebenarnya yang disebut dengan relasi produksi dimana dua suku kata tersebut
menjadi satu diskursus[1] mengenai struktur kelas
antara pekerja dan pemilik modal. Untuk mempermudah memahami tentang arti
relasi produksi secara cepat dan sederhana yaitu dengan membagi dua suku kata
tersebut menjadi satu-satu dan lalu didefiniskan. Relasi dalam Kamus Besar
Indonesia[2] online menyebutkan “hubungan; perhubungan; pertalian: banyak -- (dng orang lain);. Sedangkan produksi adalah proses mengeluarkan hasil;
penghasilan: ongkos --
barang;. [3] Kalau disambungkan antara dua suku kata tersebut bunyinya seperti ini
relasi produksi adalah hubungan proses mengeluarkan hasil produksi.
Lalu apa hubungannya dengan struktur sosial dan kehidupan kita
sehari-hari ?, ya...mungkin kita secara serampangan bisa mendefinisikan tentang
relasi produksi dan tidak ada yang spesial untuk menjadi satu bahasan ataupun
menjadi suatu diskursus. Penulis memulainya dengan sebuah sekelumit cerita
bahwa penulis diminta kawan-kawan sarinah[4] untuk menyampaikan satu materi pendidikan tentang
gerakan perempuan Indonesia. Mengingat GMNI pada sejarahnya menganut paham Bung
Karno maka penulispun menggali informasi untuk dibagikan dalam materi tersebut,
dimana Bung Karno sendiri pernah menulis satu gagasan tentang peran perempuan
untuk kemerdekaan bangsa Indonesia dalam satu buku yang berjudul sarinah. Dalam
buku sarinah tersebut Bung Karno membagi tiga tingkatan perjuangan yang harus
dilalui oleh perempuan Indonesia dimana pada tingkatan yang ketiga Bung Karno
menyampaikan “ Penindasan perempuan tidak bisa
dilepas dari relasi produksi.”
Dua paragraf diatas sekiranya
sudah cukup untuk membuka tulisan ini tentang relasi produksi. Pentingkah
relasi produksi kita pelajari, penulis kemukakan penting karena kita akan
mengetahui bagaimana sebenarnya posisi kita hari ini terkait produksi dalam
satu pekerjaan. Relasi produksi mencoba mengurai hubungan antara pekerja dan
pemilik modal, dimana dalam alam kapitalis pekerja diposisikan sebagai
komoditas atau sumber bahan baku. Mengapa begitu, sebagai manusia yang diberi
ide atau pikiran akan selalu memerlukan barang-barang dari hasil produksi untuk
mempermudah dirinya. Barang-barang yang diproduksi merupakan sasaran kerja, dan
untuk mencapai sasaran kerja itu dibutuhkan alat kerja, metode kerja dan tenaga
kerja. Dalam alam masyarakat kapitalis alat kerja dimiliki kaum kapitalis. Buruh bekerja berdasarkan
sistem kerja upahan, dimana hasilnya seluruhnya menjadi milik kaum kapitalis.
Dalam proses produksi manusia
memerlukan dan mengadakan hubungan antara yang satu dengan yang dengan yang
lainya. Hubungan antara manusia dalam proses produksi itu disebut hubungan
produksi. Hubungan produksi itu ditentukan oleh pemilik alat produksi, kemudian
keseluruhan hubungan produksi menentukan suatu sistem ekonomi masyarakat.
Sistem ekonomi pada hakikatnya merupakan sistem masyarakat dan sebagai basis
kehidupan masyarakat yang diatasnya berdiri bangunan atas.
Pekerja menjadi komoditas atau
bahan baku oleh pemilik modal, satu sistem ekonomi yang lekat dibenak kita
adalah dimana mengeluarkan modal sedikit dan mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya. Dari paham inilah petaka itu berasal dimana seharusnya
antara pemilik modal dan pekerja itu harus sama-sama mendapatkan keuntungan
namun dengan paham ini keuntungan hanya untuk pemilik modal. Upah para pekerja
di batasi sedemikian rupa dihitung dan diakumulasikan sebagai proses produksi.
Saat upah pekerja itu murah maka keuntungan akan berlipat ganda. Tenaga yang
dihasilkan oleh pekerja statusnya tidak berbeda dengan alat produksi, manusia
diposisikan sebagai mesin.
Maka adanya sebuah kewajaran jika
para pekerja selalu menuntut upah yang layak dan para pengusaha selalu akan memberitakan
bahwa jika upah pekerja dinaikan maka akan menganggu proses produksi dan
bisa-bisa gulung tikar alias bangkrut. Dua kutup yang berbeda ini disebut
dengan kontradiksi pokok, dimana yang kalah akan tetap mengalami nasib yang
sama tanpa ada perubahan yang berarti.
Relasi produksi yang ideal adalah
dimana sasaran kerja yang meliputi alat kerja, metode dan tenaga kerja dimiliki bersama. Bersama-sama
berkerja sama-sama mendapatkan keuntungan. Jika sistem ini sampai pada waktu
demikian maka kita telah masuk dalam dunia baru. Dimana dunia baru disebut Bung
Karno : Masyarakat yang adil dan sejahtera, tidak ada eksploitasion antar
manusia, maupun antar Negara, tidak ada kemiskinan dan kapitalisme, tidak ada
perbudakan, serta tidak ada lagi perempuan yang sengsara. Degan kata lain:
suatu tatanan masyarkat yang penuh keadilan dan kesejahteraan, di mana laki –
laki dan perempuan sama – sama merdeka dan sejahtera.
Sahabatmu,
selalu
berbagi,
@Aryo
Sang Penggoda, 10:56,
Kamis, 7/11/2013
[1]
Secara
umum, diskursus (sering juga disebut wacana dalam bahasa Indonesia) berarti
cara khas dalam berbahasa atau menggunakan bahasa, baik bahasa tulis maupun
lisan. Kelompok masyarakat tertentu menggunakan bahasa secara khas. Orang-orang
kedokteran, misalnya, mempunyai diskursus sendiri yang berbeda dengan
orang-orang hukum, lihat : http://teori-teori.blogspot.com/2009/01/foucault-speak-diskursus.html
[3] Ibid.
[4] Sebutan
kader perempuan di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar