Paru-paru
dunia itulah sebutanku tanah yang penuh akan jamrud khatulistiwa, permata hijau
nan elok tak sekedar menyejukkan mata. Tanah borneo dipenuhi ragam budaya yang
bersinergi dengan alam, alam adalah kawan dengan segala isinya.beratus-ratus
tahun tanah ini dijaga selaras berirama dengan pacuan waktu. Sesuatu yang
tumbuh dengan alami harus dilindungi sebagai rasa syukur atas karunia sang
pencipta. Rimbunya dedaunan hutan serta penghuni didalamnya adalah warisan untuk
anak cucu nanti bukan untuk dijamah ataupun dirusak namun dijaga
kelestariannya. Pohon yang hidup bukan benda mati namun mereka adalah tempat
roh-roh penjaga berdiam diri.
Ya sekulumit
kisah mengenai identitas budaya warga Dayak kalimantan tengah mengenai alam dan
sekitarnya. Namun semua itu kini tinggal sebuah cerita yang sebentar lagi akan
menjadi sebuah dongeng karena hutan sudah tidak ada lagi walaupun ada bukan
untuk masyarakat namun untuk orang hutan dan yang lainya. sesuatu yang ironi
dan perlu adanya diskusi untuk beragumen tentang siapa yang harus dibela apakah
manusia atau orang hutan dinegeri setengah jajahan dan setengah feodal ini.
Sekumpulan manusia
yang disebut dengan masyarakat kini terancam akan martabatnya karena hak-hak
untuk hidup kian dipasung sedemikian rupa. Masyarakat tidak saja kehilangan
hutan namun juga kehilangan tanah-tanah mereka. Hutan yang indah kini berganti
dengan satu tanaman komuditas, tanaman monokultul yang telah terbukti rakus
dalam menyerap unsur hara (baca: unsur kesuburan tanah). Ditingkat internasional
problema ini tidak dipandang sebagai suatu permasalahan melainkan hanya
dipandang sebagai seleksi alam dimana yang lemah dalam adaptasi dengan alam
akan punah.
Berbicara kerusakan
hutan/lingkungan siapakah yang merusaknya apakah masyarakat atau perusahaan
dengan dukungan pemerintah atas dasar investasi. Perlu melihat lebih dalam dan
lebih jauh untuk menentukan siapakah yang perlu mendapatkan vonis sebagai
perusak lingkungan. Jika masyarakat bersalah logika apa yang dibagun untuk
mendukung logika ini, ataukah logika ini harus diluruskan bahwa sebenarnya
masyarakat bukan perusak lingkungan malah sebaliknya sebagai penyelemat
lingkungan dengan hasil karya mereka sendiri dikenal dengan inisiatif lokal. Lalu
bagaimana dengan perusahaan apakah mereka yang merusak lingkungan, iya atau
tidak mari melihat fakta yang ada, dimana ada perusahaan disitu ada ekploitasi dalam
konteks lain bisa disebut dengan mengeruk hasil alam baik didalam tanah maupun
diatas tanah. Ekploitasi ini secara fakta juga tidak ada yang dapat menerangkan
tentang penyelamatan lingkungan, prinsip ekploitasi menghabiskan tanpa sisa apa
yang ada dialam masalah dampak itu akan dipikirkan kemudian hari. Apabila kilah
perusahaan serta pendukungnya selalu berujar mengenai bahwa semua ini ada
karena untuk masyarakat dalam hal sejahtera. Sejahtera untuk siapa, sejahetra
untuk perusahaan itu pasti, perusahaan mana yang mau rugi. Lalu kesejahteraan
masyarakat dimana hanyalah ada di dalam impian semata dan semua itu tidak
pernah terealisasi dalam dunia nyata. Konflik-konflik selalu terjadi di bumi
borneo hampir diseluruh kabupaten dengan masalah yang sama bahwa keadilan tidak
memihak masyarakat baik itu masyarakat adat dan masyarakat dengan katagori yang
lain. Apakah konflik itu sebuah tanda kesejahteraan masyarakat mari kita
sama-sama menulis tanda tanya besar kepada mereka yang mengiyakan logika seperti
itu, masih waraskah mereka atau sudah kian gila pemikiranya karena segepok duit
dan empuknya kursi kekuasaan.
Manusia dan
orang hutan adalah sama-sama korban dari sistem setengah jajahan dan setengah
feodal. Setengah jajahan secara sederhana dapat dipahami dimana sebuah negara
yang tidak mempunyai sebuah kedaulatan dibidang apapun. Sedangkan setengah
feodal adalah dimana penguasan tanah hanya dimiliki segelintir orang saja. Dibidang
apa bangsa ini berdaulat politik, ekonomi dan budaya semuanya sudah tidak ada
yang murni semuanya pesenan dari tuan pemodal dan untuk keuntungan tuan pemodal
itu sendiri. Sedangkan ciri-ciri feodalisme adalah dimana tanah dimonopoli oleh
satu orang saja. Tanah beribu-beribu hektar hanya dimiliki satu orang saja
dengan membuat skema anak gruop perusahaan yang sejatinya satu pemilik saja. Lalu
siapa yang kita bela orang hutan atau manusia tentu saja jika dia manusia akan
membela manusia bukan orang hutan. Orang hutan begitu dimanjakan sedangkan
manusianya dibiarkan mati kelaparan apakah logika ini yang dipakai oleh
orang-orang pembela orang hutan. Orang hutan diselamatkan memang ia namun kita
melihat juga skala perioritas dan juga melihat dampaknya, jika manusia
diselamatkan dahulu maka manusia akan menyelematkan orang hutan. Pilihanya hanya
apakah membiarkan manusia punah atau orang hutan yang punah.
Biasanya para
penyayang hewan selalu mengarahkan pelestarian lingkungan melalui taman
nasional. Dimana ditaman nasional itu masyarakat yang ingin mengumpulkan
ranting-ranting saja ditembaki oleh aparat contoh kasus dipulau jawa pada waktu
yang lalu. Taman nasional juga
memisahkan masyarakat dengan alamnya, dimana masyarakat secara alamiah selalu
bergantung pada alam untuk mempertahankan hidup tanpa merusak alam. Perlu pemikiran
jernih untuk menyikapi perihal ini dengan milahat siapa yang sebenarnya merusak
dan perusak lingkungan itu. Daripada mengebu-gebu mengampanyekan taman alam
mengapa tidak berkampanye anti perusahaan yang benar-benar telah banyak bukti
kelakuanya merusak lingkungan. Apalagi ikut dalam kampanye perkebunan besar
swasta berkelajutan, berkelanjutan yang seperti apa, apakah melanjutkan
parampasan tanah masyarakat, melanjutkan menghilangkan budaya masyarakat adat,
melanjutkan memenjarakan masyarakat, melanjutkan masyarakat menjadi buruh
ditanahnya sendiri.
Memandang permasalahan
dengan secara tepat maka akan mendapatkan solusi tepat guna juga. Solusinya adalah
biarkan masyarakat merawat dan mengelola tanahnya sendiri tanpa harus meminta
bantuan kepada perusahaan. alam diperuntukan untuk mempertahan kehidupan bukan
untuk keserakahan.
Selamatkan dan
perjuangan hak-hak dasar masyarakat dalam kehidupan ini maka alam dengan segala
isinya termasuk orang hutan akan baik-baik saja.
Hati-hati
mereka kapada mereka yang berkata “ aku
adalah seorang pendukung keberlanjutan
lingkungan agar tetap lestari namun berkerja sama dengan perusahaan besar yang
telah terbukti merampas tanah rakyat”. Tentukan siapa kawan dan siapa lawan....
kawan !
Wasalam
@Aryo Sang Penggoda !
Front Marhenis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar