Rabu, 06 November 2013

Relasi Produksi

Apa sebenarnya yang disebut dengan relasi produksi dimana dua suku kata tersebut menjadi satu diskursus[1] mengenai struktur kelas antara pekerja dan pemilik modal. Untuk mempermudah memahami tentang arti relasi produksi secara cepat dan sederhana yaitu dengan membagi dua suku kata tersebut menjadi satu-satu dan lalu didefiniskan. Relasi dalam Kamus Besar Indonesia[2] online menyebutkan “hubungan; perhubungan; pertalian: banyak -- (dng orang lain);. Sedangkan produksi adalah proses mengeluarkan hasil; penghasilan: ongkos -- barang;. [3] Kalau disambungkan antara dua suku kata tersebut bunyinya seperti ini relasi produksi adalah hubungan proses mengeluarkan hasil produksi.

Lalu apa hubungannya dengan struktur sosial dan kehidupan kita sehari-hari ?, ya...mungkin kita secara serampangan bisa mendefinisikan tentang relasi produksi dan tidak ada yang spesial untuk menjadi satu bahasan ataupun menjadi suatu diskursus. Penulis memulainya dengan sebuah sekelumit cerita bahwa penulis diminta kawan-kawan sarinah[4] untuk menyampaikan satu materi pendidikan tentang gerakan perempuan Indonesia. Mengingat GMNI pada sejarahnya menganut paham Bung Karno maka penulispun menggali informasi untuk dibagikan dalam materi tersebut, dimana Bung Karno sendiri pernah menulis satu gagasan tentang peran perempuan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia dalam satu buku yang berjudul sarinah. Dalam buku sarinah tersebut Bung Karno membagi tiga tingkatan perjuangan yang harus dilalui oleh perempuan Indonesia dimana pada tingkatan yang ketiga Bung Karno menyampaikan “ Penindasan perempuan tidak bisa dilepas dari relasi produksi.”

Dua paragraf diatas sekiranya sudah cukup untuk membuka tulisan ini tentang relasi produksi. Pentingkah relasi produksi kita pelajari, penulis kemukakan penting karena kita akan mengetahui bagaimana sebenarnya posisi kita hari ini terkait produksi dalam satu pekerjaan. Relasi produksi mencoba mengurai hubungan antara pekerja dan pemilik modal, dimana dalam alam kapitalis pekerja diposisikan sebagai komoditas atau sumber bahan baku. Mengapa begitu, sebagai manusia yang diberi ide atau pikiran akan selalu memerlukan barang-barang dari hasil produksi untuk mempermudah dirinya. Barang-barang yang diproduksi merupakan sasaran kerja, dan untuk mencapai sasaran kerja itu dibutuhkan alat kerja, metode kerja dan tenaga kerja. Dalam alam masyarakat kapitalis alat kerja dimiliki kaum kapitalis. Buruh bekerja berdasarkan sistem kerja upahan, dimana hasilnya seluruhnya menjadi milik kaum kapitalis.

Dalam proses produksi manusia memerlukan dan mengadakan hubungan antara yang satu dengan yang dengan yang lainya. Hubungan antara manusia dalam proses produksi itu disebut hubungan produksi. Hubungan produksi itu ditentukan oleh pemilik alat produksi, kemudian keseluruhan hubungan produksi menentukan suatu sistem ekonomi masyarakat. Sistem ekonomi pada hakikatnya merupakan sistem masyarakat dan sebagai basis kehidupan masyarakat yang diatasnya berdiri bangunan atas.

Pekerja menjadi komoditas atau bahan baku oleh pemilik modal, satu sistem ekonomi yang lekat dibenak kita adalah dimana mengeluarkan modal sedikit dan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Dari paham inilah petaka itu berasal dimana seharusnya antara pemilik modal dan pekerja itu harus sama-sama mendapatkan keuntungan namun dengan paham ini keuntungan hanya untuk pemilik modal. Upah para pekerja di batasi sedemikian rupa dihitung dan diakumulasikan sebagai proses produksi. Saat upah pekerja itu murah maka keuntungan akan berlipat ganda. Tenaga yang dihasilkan oleh pekerja statusnya tidak berbeda dengan alat produksi, manusia diposisikan sebagai mesin.

Maka adanya sebuah kewajaran jika para pekerja selalu menuntut upah yang layak dan para pengusaha selalu akan memberitakan bahwa jika upah pekerja dinaikan maka akan menganggu proses produksi dan bisa-bisa gulung tikar alias bangkrut. Dua kutup yang berbeda ini disebut dengan kontradiksi pokok, dimana yang kalah akan tetap mengalami nasib yang sama tanpa ada perubahan yang berarti.

Relasi produksi yang ideal adalah dimana sasaran kerja yang meliputi alat kerja, metode dan tenaga kerja dimiliki bersama. Bersama-sama berkerja sama-sama mendapatkan keuntungan. Jika sistem ini sampai pada waktu demikian maka kita telah masuk dalam dunia baru. Dimana dunia baru disebut Bung Karno : Masyarakat yang adil dan sejahtera, tidak ada eksploitasion antar manusia, maupun antar Negara, tidak ada kemiskinan dan kapitalisme, tidak ada perbudakan, serta tidak ada lagi perempuan yang sengsara. Degan kata lain: suatu tatanan masyarkat yang penuh keadilan dan kesejahteraan, di mana laki – laki dan perempuan sama – sama merdeka dan sejahtera.

Sahabatmu,
selalu berbagi,
@Aryo Sang Penggoda, 10:56, Kamis, 7/11/2013




[1] Secara umum, diskursus (sering juga disebut wacana dalam bahasa Indonesia) berarti cara khas dalam berbahasa atau menggunakan bahasa, baik bahasa tulis maupun lisan. Kelompok masyarakat tertentu menggunakan bahasa secara khas. Orang-orang kedokteran, misalnya, mempunyai diskursus sendiri yang berbeda dengan orang-orang hukum, lihat : http://teori-teori.blogspot.com/2009/01/foucault-speak-diskursus.html
[3] Ibid.
[4] Sebutan kader perempuan di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)