Kamis, 24 Oktober 2013

Judicial Review Peraturan Daerah (Paska Putusan Perda Rel Kereta Api Kalimantan Tengah)

Kemaren pada hari jum’at 12 Oktober 2013 Raperda Peyelengaraan Perkeretaapian dari Puruk Cahu-Bangkuang dan Batanjung telah di ketuk palu dalam artian lain telah disahkan. Pengesahan Perda tersebut, dilaksanakan DPRD bersama Pemprov Kalteng, pada Rapat Paripurna ke 6 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2013 DPRD Kalteng, Jumat (11/10).

Setelah melalui berbagai tahapan, mulai dari pidato pengantar Gubernur Kalteng Teras Narang. Dilanjutkan dengan Pemandangan Umum Fraksi Pendukung DPRD Kalteng, kemudian jawaban/ penjelasan Gubernur. Tahapan pembahasan, hingga laporan hasil pembahasan dan pemandangan umum terakhir Fraksi, akhirnya Perda tentang Perkeretaapian disahkan.[1]

Tentunya ini berita yang sangat mengkagetkan dan sekaligus berita buruk bagi kita semua yang memandang kebijakan ini hanya untuk kalangan investasi dan tidak pro rakyat serta pro lingkungan.

Dalam tulisan singkat ini mencoba untuk mengangkat tentang mekanisme judicial review Peratuan Daerah, dimana tujuan dari tulisan ini bukan untuk mengurui ataupun merasa sang penulis sudah paham dengan mekanisme hukum yang sebenarnya namun sebagai sumbangan pemikiran terkait soal kereta api ini.

Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 Jo No.32 tahun 2005 tentang Pemerintah Daerah untuk pembatalan Peraturan Daerah dapat dilihat dipasal 145 ayat (2) menyebutkan “ Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan /atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah”.  Pasal 145 ayat (3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Hal berkaitan dengan ini disebut dengan executive review dimana pembatalanya lewat peraturan presiden.

Sedangkan untuk judicial review peraturan daerah dimana pengujinya adalah masyarakat atau lembaga diatur dalam Undang-Undang 1945 pasal 24 A  ayat (1) menyebutkan “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.􀂒􀂒􀂒

Dikuatkan pula oleh Undang-Undang No.11 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pasal 9 ayat (2) menyebutkan “Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung”.

Lebih tekhnis judicial review peraturan perundang-udangan dibawah Undang-Undang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No.01 tahun 2011 tentang Hak Uji Materill. 

Dalam klausul menimbang huruf a dalam Perma tersebut menyebutkan “ Bahwa pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil menentukan bahwa : Permohonan keberatan diajukan dalam tengang waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak ditetapkan Peraturan Perundang-Undangan yang bersangkutan;

Namun di huruf c nya menyatakan bahwa penentuan batas waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sesuai dengan point a, sudah seharusnya di hapus dan/atau dicabut dari Perma Ini. Nah dalam hal ini saya mengutip pernyataan dari Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa bahwa "Kalau sekarang tidak lagi dibatasi waktu. Perda kapan pun bisa diajukan, asal ada masalah,". lihat (http://www.investor.co.id/home/ma-ubah-perma-batas-waktu-uji-materiil/14750).

Jadi untuk batasan waktu memang saya agak sulit untuk menentukan yang mana seharusnya, namun setidaknya dengan 180 hari setelah peraturan perundang-undang dibawah undang-undang itu disahkan maka kita masih mempunyai waktu untuk menguji perda Peyelengaraan Perkeretaapian dari Puruk Cahu-Bangkuang dan Batanjung Ini. Dalam hal ini juga perlu pandangan dari para praktisi hukum untuk memperjelas waktu yang tepat untuk uji materiil.

  1. Tugas kita sekarang adalah jika ingin benar-benar membatalkan Perda Ini adalah menyiapkan alasan untuk membatalkan Perda ini. Dimana keberatan/alasan tersebut meliputi :Bertentangan dengan Undang-undang dan atau peraturan yang ada diatasnya.
  2. Proses pembuatannya berkesusaian dengan peraturan pembuatan Perundang-Undangan.
  3. Tidak sesuai dengan Hukum yang hidup (The Living Law) yang berlaku.
  4. Bertentangan dengan kepentingan umum.


Demikian ini yang saya dapat sampaikan, masih ada harapan dan usul saya kita bisa mengundang salah seorang pakar hukum untuk membahas ini. Sekaligus juga menyiapkan para Advokat Publik untuk membuat permohonan judicial review/ uji materiil Perda Ini keyurisdiksi yang telah ditentukan oleh Peraturan perundang-undangan.

Selamat bermalam Minggu.

Salam Pro Justicia

Aryo Nugroho Waluyo