Minggu, 23 September 2012

Seri III Cerita Hukum Sertipikat Penganti (Kehilangan adalah hal yang paling menyedihkan dalam kehidupan ini)



Seri III Cerita Hukum

Sertipikat Penganti (Kehilangan adalah hal yang paling menyedihkan dalam kehidupan ini)

Oleh :
Aryo Nugroho Waluyo,.SH.

Beberapa hari ini dering telpon gengam selalu hadir membuyarkan lamunan sekaligus menghentikan sejenak runitas pekerjaan. Sumber dering telpon gengam adalah pamanku sendiri yang berada dikampung, Pak No adalah sapaan akrab beliau anak terakhir dari 5 bersaudara dan Ibuku adalah anak yang ketiga. Pak No dalam minggu-minggu ini akan mengalami kesibukan yang tidak seperti biasanya dimana sertipikat tanah yang beliau punya raif entah kemana. Tentunya hal inipun yang dikonsultasikan kepadaku terkait langkah-langkah apa yang harus diambil mengenai permasalahan tersebut.

Pak No mengalami kekhawatiran bahwa sertipikat tanah yang hilang tersebut akan dipergunakan oleh pihak yang tidak bertangung jawab dan tentunya akan memberikan dampak kerugian bagi Pak No dan keluarga. Alasan Pak No memang masuk akal walaupun proses untuk mempergunakan sertipikat yang hilang tersebut tidak semudah apa yang dikira karena juga memerlukan proses. Jikalau sertipikat tersebut untuk angunan Bank dan pihak Bankpun tidak sertamerta akan memproses sertipikat tersebut dengan cara mudah tentunya persyaratan harus lengkap dan peninjauan lokasi tanahpun harus ada sesuai prosedur Bank yang ada.

Saran pertama yang saya berikan kepada Pak No adalah membuat surat pernyataan kehilangan yang diketahui oleh kepala Desa setempat lalu dilanjutkan kepihak kepolisian. Setelah urusan itu selesai maka dilanjutkan pada tingkat BPN untuk mengurus sertipikat penganti. Saran pertama sudah dilakukan namun terganjal oleh dimana setipikat yang hilang tidak ada fotocopianya/salinan sehingga sulit/belum bisa pihak kepolisian membuatkan surat pernyataan kehilangan.

Pihak BPN sudah mendapatkan imformasi kehilangan ini walau hanya via telpon dan seperti apa yang saya sarankan bahwa Pak No harus membawa surat pernyataan kehilangan dari pihak kepolisian setempat.

Kawan-kawan yang budiman kehilangan adalah sesuatu yang menyedihkan dalam kehidupan ini, contoh kasus lain bahwa kehilangan pacara atau putus seseorang bisa bunuh diri. Apalagi kehilangan pada kasus ini adalah sertipikat tanah dimana posisi sertipikat adalah posisi tertinggi dalam hal hak kepemillikan tanah dalam perundang-undangan Indonesia.

Posisi Sertipikat Serta Peranya

Sertipikat adalah alas hak kepemilikan yang tertinggi di Negara ini hal ini ditegaskan dalam Penegasan tersebut bilamana kita baca dari bunyi Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997:

(1)        Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
(2)       Dalam hal atas suatu bidang   tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hokum yang memperoleh tanah tersebut dengan etikad baik dan secara nayata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penertbitan sertifikat tersebut.

Jadi jelasnya sekali bidang tanah milik kita sudah disertifikatkan maka, tidak  mudah bagi orang lain atau pihak manapun untuk merebutnya dari tangan kita, bahkan bunyi Putusan MA tanggal 3 Nopember 1971  Nomor 383/K/Sip/1971 adalah Pengadilan tidak berwenang membatalkan sertifikat.  Hal tersebut termasuk kewenangan Administrasi.

Proses Guna Mendapatkan Sertipikat Hak Atas Tanah

                 Setiap macam hak atas tanah wajib didaftarkan pada dan disertifikatkan oleh Kantor Pertanahan alias Badan Pertanahan Nasional/BPN yang berkantor disetiap daerah  Kabu paten dan daerah Kota, demikian lebih kurang pesan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)  5. Pasal 19 UUPA yang nama formulirnya adalah UU RI N0. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar   Pokok –Pokok Agraria tentu saja masih berlaku Hukum positip.  Dan banyak peraturan perundangan lainnya. 6. PP No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Kepala BPN N0. 3 Tahun 1997 yang kedua-duanya  tentang Pendaftaran Tanah yang menjadi dasar hukum operasi onal pelaksanaan Pendaftaran Tanah  (termasuk penerbitan sertifikat hak hak atas tanah) di Indonesia baik cara Sporadik maupun cara  Sistematik. PP N0. 24 Th. 1997 tersebut adalah pengganti PP No. 10 Th 1961 tentang Pendaftaran  Tanah  yang sudah dianggap “tidak  laik zaman”.

Macam-macam hak atas tanah tersebut antara lain : Hak Milik, Hak Pakai, Hak Sewa, dan masih banyak lagi. Tips cara mudah untuk memperoleh sertifikat tanah hak milik  dari kantor Pertanahan atau biasa disebut dengan “Kantor BPN Kabupaten/Kotamadya”.  Untuk beberapa daerah Kabupaten/Kota ada yang sudah mengganti nama “Kantor Pertanahan” menjadi Dinas Pertanahan” setelah berlakunya Otonomi Daerah berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang N0. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Bagi kita tidaklah menjadi persoalan mengenai nama-nama tersebut, toh misi dan tugas serta fungsinya tetaplah sama. Buktinya hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang diterbit kan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), menurut Keputusan Presiden RI No. 10 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Bidang Pertanahan, masih berlaku. Hak milik atas tanah, sudah pasti merupakan macam atau status hak atas tanah yang paling tinggi derajatnya bila dibandingkan dengan macam atau status hak lainnya. Hanya hak milik saja yang tidak dibatasi masa berlakunya oleh negara dan karenanya ia mempunyai harga atau nilai yang paling tanah lainnya untuk bidang tanah yang sama kualitasnya. Sungguhpun demikian paling kuat dan tinggi status social-ekonominya tanah hak milik juga rawan terhadap tangan-tanagn jahil beritikad buruk dari pihak lain, buktinya tak jarang kita dengan kasus dimana tanah milik seseorang yang belum disertifi katkan oleh orang etrsebut tiba-tiba  telah disertifikatkan oleh orang lain secara “aspal” (asli tapi palsu)atau secara 10% palsu. Bahkan tak jarang pula kita dengan beredarnya sertifikat atas nama pemiliknya yang kita kenal dengan istilah “sertifikat dobel” atau  “sertifikat ganda”. Oleh karena itu, penulis menganjurkan dengan sangat agar segeralah sertifikatkan tanah milik anda, agar kepemilikan anda terhadap tanah tersebut dijamin kepastian dan perlindungan hukumnya dari tangan-tangan jahat atau etikad buruk pihak lain. Apalagi kalau “umur” sertifikat hak milik atas tanah anda itu telah mencapai lima tahun, maka orang atau pihak lain tidak akan bisa menggugat atau nerbutnya dari tangan anda  alasannya cukup panjang.

Pembuatan Sertipikat Tanah Yang Hilang
  1. Peraturan Terkait:
    1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria;
    2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;
  2. Pendahuluan:
Sertifikat tanah merupakan bukti pemilikan seseorang atas suatu tanah dan bangunan. Oleh karenanya tentu saja harus disimpan baik-baik dan diperlakukan sebagaimana halnya surat berharga lainnya. Namun, bagaimana jika terjadi suatu ketika asli sertifikat tanah yang kita miliki hilang? Apakah berarti hak kita atas tanah tersebut juga hilang? Tentu saja tidak demikian, karena pada dasarnya asli sertifikat tanah yang kita miliki hanyalah merupakan salinan dari buku tanah yang disimpan pada Kantor Pertanahan setempat letak tanah. Jadi, apabila sertifikat tanah tersebut hilang, maka kita dapat mengajukan permohonan kepada kantor pertanahan untuk menerbitkan “Sertifikat Pengganti” atau lazim disebut juga sebagai: “Sertifikat Kedua”.

Guna menjamin kepastian hukum hukum status kepemilikan tanah di Indonesia oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran ini bermaksud guna menjamin kepastian hukum status tanah yang ada di Indonesia contohnya adalah apabila terjadi kehilangan atau rusaknya sertifikat.
Pendaftaran Tanah sebagimana diatas adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pendaftaran Tanah ini meliputi:
    1. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
    2. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; dan
    3. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
  1. Pembuatan Sertipikat Hilang:
Apabila pemilik atas tanah kehilangan sertifikat tanah yang dimiliki maka pihak yang kehilangan tersebut dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat pengganti dengan prosedur dan tata cara serta persyaratan sebagaimana dijabarkan berikut ini
    1. Permohonan Pengajuan Sertipikat Hilang:
Penerbitan sertipikat pengganti karena hilang didasarkan atas pernyataan dari pemegang hak mengenai hilangnya sertipikat tersebut yang dituangkan dalam Surat Pernyataan. Pernyataan tersebut dibuat dibawah sumpah di depan Kepala Kantor Pertanahan letak tanah yang bersangkutan atau Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau pejabat lain yang ditunjuk Kepala Kantor Pertanahan. [Lihat Lampiran 25 Permen No.3/1997].
Apabila pemegang atau para pemegang hak tersebut berdomisili di luar Kabupaten/Kotamadya letak tanah, maka pembuatan pernyataan dapat dilakukan di Kantor Pertanahan di domisili yang bersangkutan atau di depan pejabat Kedutaan Republik Indonesia di negara domisili yang bersangkutan (apabila berada diluar negeri).
Permohonan sertifikat ini harus dilengkapi dengan syarat-syarat sebagaimana terdapat dalam huruf b dibawah ini.
    1. Persyaratan-persyaratan yang harus dilengkapi untuk mengajukan permohonan pembuatan sertifikat yang hilang:
      1. Surat laporan kehilangan sertifikat tersebut dari polisi setempat
      2. Untuk mengajukan laporan hilang, pemohon harus membawa:
        1. copy sertifikat yang hilang tersebut.
        2. Surat keterangan lurah setempat yang menerangkan bahwa memang benar ada tanah yang tertera dalam copy sertifikat tanah tersebut dan berlokasi di kelurahan itu.
      3. Bukti pengumuman sertifikat hilang dalam Surat kabar sebanyak 2 X 2 bulan Bukti pengumuman sertifikat hilang dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia sebanyak 2 X 2 bulan
      4. Foto copy KTP pemohon yang dilegalisir
      5. Bukti kewarganegaraan RI yang dilegalisir (WNRI)
      6. Bukti pembayaran lunas PBB tahun terakhir
      7. Aspek penatagunaan tanah jika terjadi perubahan penggunaan tanah
    2. Pengumuman:
Dengan mengingat besarnya biaya pengumuman dalam surat kabar harian [Pasal 59 PP No.24/1997], Kepala Kantor Pertanahan dapat menentukan lain sehingga pengumuman akan diterbitkannya sertipikat tersebut ditempatkan di papan pengumuman Kantor Pertanahan dan di jalan masuk tanah yang sertipikatnya hilang dengan papan pengumuman yang cukup jelas untuk dibaca orang yang berada di luar bidang tanah tersebut.
Sebagai tindak lanjut pengumuman akan diterbitkannya sertipikat pengganti, maka dibuat Berita Acara Pengumuman dan Penerbitan/ Penolakan Penerbitan Sertipikat Pengganti [Lihat Lampiran 69 Permen No.3 Tahun 1997 Daftar Isian 304A].
    1. Penerbitan Sertifikat Hilang Tidak Memerlukan Pengukuran Ulang:
Dalam menerbitkan sertifikat pengganti yang hilang tidak dilakukan pengukuran maupun pemeriksaan tanah dan nomor hak tidak diubah. Akan tetapi dalam praktek sehari-hari terkadang kantor pertanahan akan melakukan peninjauan lokasi dan melakukan pengukuran ulang untuk memastikan bahwa keadaan tanah tersebut masih seperti yang tertera dalam buku tanah dan copy sertifikat dari pemohon. Setelah dilakukan pengukuran, proses penerbitan sertifikat akan dilanjutkan. Apabila semua proses berjalan dengan normal, dalam arti tidak ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan atau gugatan, maka sertifikat pengganti akan terbit dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah permohonan.

Saran-Saran Untuk Pembaca

Pembaca yang budiman berhati-hatilah dalam menaruh/menyimpan sesuatu yang penting yang ada miliki dan selalu cek/update keberadaan benda tersebut. Jika berbentuk surat seyogyanya ada salinan atau fotocopianya bila perlu dilaminating agar tetap awet. Jika ada hal yang menyangkut dengan permasalahan hukum saran saya tanyakanlah permasalahan itu.

Kewaspadaan serta antisipasi akan memudahkan kehidupan anda, mencintai barang-barang serta merawatnya dengan baik akan membuat anda meminimalisir permasalahan dikehidupan anda.

Selalu berbagi Sahabatmu !

Daftar Pustaka :
a.     Sistem Sertifikasi Hak Atas Tanah Di Indonesia Sebagai Perwujudan Ps 33 UUD 1945 Oleh S U W A R D I, Ubaya.


Jumat, 21 September 2012

Sejarah Kelurahan Kalawa



Sejarah Kelurahan Kalawa
(Petak Danum Itah Ditentukan oleh Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A)
Merekam Jejak “Iventarisasi Tanah Adat dan Hak-Hak Adat di atas Tanah”
di Kelurahan Kalawa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah)
oleh :
Aryo Nugroho Waluyo,.SH.

Kelurahan Kalawa merupakan sebuah kampong dimana penduduknya mayoritas merupakan Suku Dayak Ngaju. Sisanya adalah suku Banjar dan Jawa. Asal penduduk kampong Kalawa  adalah berasal dari Pulang Pisau yang dulunya merupakan sebuah Desa. Berdasarkan cerita dari orang-orang tua, Kampong Kalawa dulunya bernama Lewu Dandang Taheta Rundung Ulek Lawang Patahu. Kampong ini bersebarang langsung dengan Desa Pulang Pisau atau  Lewu Tumbang Hantasan Raja Rundung Ulek Labuhan Banama. Desa Pulang Pisau dan Kalawa ini tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan keluarga yang saling berhubungan sampai sekarang.

Pulang Pisau sejak zaman Belanda merupakan sebuah Bandar atau pelabuhan bongkar muat barang hasil bumi seperti karet, gemor dan jelutung. Di sebelah selatan juga terdapat sebuah Desa yaitu desa Buntoi atau dulunya bernama  Lewu Luwuk Dalam Betawi.g Di perkirakan pada tahun 1957 Lewu Luwuk dalam Betawig berganti nama menjadi lewu Petak Bahandang. Nama Buntoi diambil dari nama sebuah sungai dimana dulunya penghasil ubi kayu (jawau) yang dibawa ke Banjarmasin (Provinsi Kalimantan Selatan). Lama kelamaan orang menyebut Jawau Buntoi lalu sebuatan tersebut  berganti dengan Buntoi.

Begitu juga halnya Lewu Dandang Taheta Rundung Ulek Lawang Patahu, berganti nama menjadi sebuah Desa pada tahun 1958 dan bernama Desa Kalawa, pada tahun 1980 Desa Kalawa secara administratif masuk ke dalam wilayah kelurahan Pulang Pisau yang di pimpin oleh bapak Yan Tandu (saat ini menjabat menjadi Damang kepala adat Kecamatan Kahayan Hilir). Pada tahun 2006, Desa Kalawa menjadi sebuah kelurahan yang bernama Kelurahan Kalawa.[1]
 
Sebelum menjadi sebuah Kelurahan pada tahun 2006, kampong kalawa dipimpin oleh seorang pambakal yang merupakan pimpinan pemerintahan desa. Pambakal pertama kampong Kalawa adalah Bapak Luwi Handuran yang kemudian di jabat pambakal kedua yang di jabat oleh Bapak Idie Sangan. Pada tahun 1980 desa kalawa masuk ke dalam kelurahan Pulang Pisau, kemudian pada tahun 2006 secara administrasi Kalawa berganti menjadi sebuah kelurahan yang di pimpin oleh Bapak Mardi S.Sos yang menjabat sampai sekarang.

b). Keadaan Sosial dan Budaya

Ä  Jumlah Penduduk Dan Persebarannya

Kelurahan Kalawa, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki luas wilayah 10.307,7 Ha, berpenduduk 1.569 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 781 jiwa - perempuan 788 jiwa, dan jumlah kepala keluarga sebanyak 424 KK. 
Jumlah KK Prasejahtera 95KK , KK sejahtera 106KK, KK Kaya 10KK, KK sedang 40KK dan KK miskin sebanyak 190 KK.

Tingkat pendidikan : Buta huruf 12 orang, Tidak tamat SD 186 orang, Tidak tamat SLTP 24 orang, Tidak tamat SLTA 58 orang, tamat SLTP 788 orang, tamat SLTA 354 orang, Diploma II 26 orang dan sarjana 11 orang.
Sarana kesehatan : pondok bersalin 1 buah, Pos yandu 3 buah, PPKBD 1 buah, Sub PPKBD 2 buah. Sarana ibadah Masjid 1 buah, Mushola/langgar 2 buah, Gereja 2 buah, Balai Hindu kaharingan. 

Kompisi kepercayaan di Kelurahan Kalawa, Islam 45%, Kristen 45% dan Kaharingan 10%. Walaupun secara umum hukum adat yang hidup dikelurahan Kalawa berasal dari kepercayaan Kharingan, namun seiringnya waktu kepercayaan kharingan pun berganti dengan agama pendatang yaitu islam dan kristen, namun khusus untuk masalah adat, semua agama harus mengikuti adat istiadat para leluhur orang dayak yaitu kharingan. Dikelurahan Kalawa untuk menyatukan hal ini maka dibentuklah para Mandir adat berdasarkan agama kepercayaan masing-masing.

Penduduk menurut umu dan pekerjaannya, 0-12 th 364 jiwa, 13-19 th 151 jiwa, 20-40 th 171 jiwa, 41-57 th 883 jiwa, jumlah total jiwa 1.569. Klafikasi pekerjaan , PNS (26), POLRI                (1), Pensiunan (8), Swasta (202), Dagang (18), Tani/Nelayan              (616), Karyawan (12), Buruh (5), Pekerjaan Lain (186), Belum Bekerja (495).

c). Keadaan Geografis
Letak Geografis wilayah Kelurahan Kalawa : 114˚ 14 ̕ BT 02 44̕ LS. Batas Wilayah Adminitrasi Kelurahan Kalawa : Utara (Desa Gohong), Selatan (Mentaren I), Barat  (Kecamatan Sebangau Kuala), Timur (Sungai Kahayan).
Sebagian besar permukiman warga Kelurahan Kalawa berada disepanjang aliran sungai kahayan, selain untuk keperluan sehari-hari sungai kahayan dijadikan oleh warga Kelurahan Kalawa sebagai sarana transportasi jalur air.

d). Keadaan Ekonomi
Sebagian masyarakat  bermata pencaharian sebagai  petani, yaitu berladang dan berkebun karet, jumlah mata pencahrian berdasarkan jiwa adalah sebagai berikut  : Buruh 7 Jiwa, Petani 571 Jiwa, Peternak 50 Jiwa, Pedagangan 10 Jiwa, Tukang kayu 1 Jiwa. Jumlah area pengolahan tanah untuk lahan pertanian dan perkebunan di Kelurahan Kalawa adalah sebagai berikut : Lahan Persawahan 716 Ha, Kebun Karet 1.122 Ha, Kebun Buah-Buahan 12 Ha. Perternakan: ternak sapi 2 ekor, ternak ayam buras 1.648 ekor, ternak itik 64 ekor, ternak babi 142 ekor.

Masyarakat Kelurahan Kalawa dalam hal mengelola tanah mereka mengenal pola handel[2], istilah handel sebenarnya berati sungai kecil yang sengaja dibuat untuk sebagai pembatas antara lahan garap yang satu dengan lahan garap yang lain. Penulisan istilah  handel sendiri pun beragam,  ada yang menyebut handel ada yang menyebut handil walaupun secara artian maknawiah itu sama saja.

Sejarah Dan Pengelolaan Handil Di Kelurahan Kalawa
Handil adalah sebuah sungai (parit) untuk sistem pengairan pada daerah pasang surut pada kawasan rawa gambut berbentuk yang digunakan  untuk pengelolaan pertanian dan perkebunan yang dilakukan kebanyakan masyarakat Kalimantan tengah. Handil merupakan konsep pengelolaan kawasan yang unik dimana pada awalnya adalah sebuah sungai kecil (saka) yang dijadikan parit memanjang untuk mengatur arus sungai. Pada sisi kiri dan kanan handil dijadikan masyarakat tempat untuk dijadikan lokasi ladang, kebun karet, dan kebun buah.  Sedangkan Handil dalam bahasa Banjar[3] artinya kawasan pertanian yang baru ditemukan yang biasanya dikerjakan oleh kumpulan para petani yang berasal dari suatu kampung yang sama, misalnya:
·         Handil Baru, Aluh Aluh, Banjar

Di Kelurahan Kalawa sendiri sejak dari dulu sudah terdapat beberapa handil yang saat ini masih di kelola oleh warga. Handil yang dari dulu digunakan oleh warga adalah Handil Mahikei dan Handil Buluh. Dulunya kedua handil ini adalah sebuah sungai kecil yang digunakan warga untuk jalur transportasi ke lokasi ladang, kebun karet, kebun panting dan menuju arah hutan untuk memungut hasil hutan. Menurut penuturan orang tua  di kampong Kalawa, diperkirakan handil sudah ada sejak tahun 1914 an. 

Nama-nama handil tersebut biasanya diambil dari nama pohon, nama tumbuhan, nama orang, nama ikan atau nama alam lainnya. Setiap handil biasanya dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan kepala handil. Peran penting dari kepala handil adalah mengkordinir setiap kegiatan pengaturan, pemeliharaan sungai dan handil. Selian itu juga adalah mengatur pembagian lahan di kiri kanan handil. Oleh karena itu kepala handil sangat berperan dalam pembagian lahan untuk masyarakat di kampong. Kepala handil dipilih oleh anggota handil dengan system musyawarah bersama anggotan handil.

Untuk membantu pengelolaan lahan, kepala handil di bantu oleh seorang kepala padang dan seorang pengerak. Kepala padang adalah orang yang mengkoordinir kegiatan berladang pada musim tanam padi. Dan penggerak adalah seorang yang biasanya mengumpulkan warga untuk berkumpul apabila diadakan musyawarah atau kegiatan, misalnya gotong royong atau handep. Lama kepemimpinan kepala handil tidak terbatas selama kepala handil tersebut masih mampu dan akan dipilih lagi bersama anggota handil dengan azas mufakat dan kekeluargaan.

Untuk membatasi lahan warga biasanya dibuat tatas yang berguna untuk batas tanah warga dan juga digunakan untuk mengeluarkan kayu atau saluran air untuk kolam ikan tradisional atau biasa di sebut beje. Untuk menjadi keanggotaan handil warga yang terlibat harus melakukan berbagai proses, antara lain ;
¨  Membayar uang ke kas kelompok Handil ; hal ini untuk bangan dimana akan dilakukan gotong royong pembersihan handil dan juga bisa dipakai untuk memberikan sumbangan kepada anggota handil apabila mengalami  musibah.
¨  Setelah membayar sumbangan kepada kepala handil atau pembantunya, maka anggota handil akan di berikan lokasi lahan. Lokasi lahan ini digunakan untuk berladang yang kenudian dijadikan kebun karet dan buah. Luas lahan tidak ditentukan secara pasti, namun biasanya tergantung anggota kelompok dan kepala handil berkisar luasan 32 X 32 Depa.
¨  Melakukan gotong royong ; anggota handil harus melakukan kegiatan gotong royong atas permintaan kepala handil. Keputusan ini  biasa dikeluarkan setelah ada rapat dengan anggota handil. Kegiatan gotong yong dilakukan untuk pembagian lokasi lahan baru untuk berladang.

a.       Bentuk Dan Pola Kepemilikan
Untuk mengatur sistem kepemilikan lahan di kawasan handil,  memang belum di atur dalam sebuah peraturan dalam bentuk dokumen tertulis. Akan tetapi bagi masyarakat di Kampong Kalawa maupun Desa –Desa yang berada disekitar Kampong Kalawa pola kepemilikan mereka atur dalam kehidupan sehari-sehari atas pembagian lahan saat menjadi anggota handil yang di tandai dengan adanya jenis tanaman seperti jenis karet, cempedak atau durian. Begitu juga halnya kepemilikan kawasan yang terdapat pohon  jelutung, cukup ditandai dengan membersihkan sekitar pohon tersebut dan menyadap pohon jelutung yang sudah diturunkan dari generasi sebelumnya. 

Dalam hal jual beli lokasi lahan (misalnya,kebun karet) biasanya dapat diperjual belikan kepada orang lain yang masih ada ikatan keluaraga di kampung, sebatas memenuhi prinsip-prinsip yang berlaku di masyarakat (adat istiadat). Luas lahan atau lokasi (ladang atau kebun) di nyatakan dengan luasan lembar atau depa. Dalam sistem penjualan lokasi lahan atau kebun dilakukan kedua belah pihak dengan disaksikan atau diketahui oleh kepala handil atau pambakal. Selain jual beli, pergantian kepemilikan bisa berdasarkan pemberian seseorang, warisan, tukar menukar (nangkiri) atau sistem gadai (sandak). Tukar menukar atau barter (nangkiri) bisa berupa lahan kebun dengan sebuah perahu (kelotok) atau rumah . Dan lokasi Lahan didalam akan dikelola dan diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya untuk di manfaatkan.

Sedangkan untuk kepemilikan komunal sebuah wilayah misalnya wilayah Kampong, adalah di tandai dengan batasan yang sudah diatur oleh pemerintahan berdasarkan dari peta Kampong. Wilayah atau batas kampung biasanya di tandai dengan sebuah sungai atau nama pohon. Batas kampung tersebut dari dulu sudah ada yang mana berdasarkan dari kesepakatan antar kampung bersebelahan  yang sejak dari dulu sudah terjalin serta masih ada hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Misalnya batas kampung Kalawa dengan Kampung Gohong ditandai dengan batas sungai (sei.langanen).

b.      Sistem Pengukuran Tanah di Kelurahan Kalawa

Warga Kelurahan Kalawa mempunyai istilah tersendiri untuk hal ukuran tanah yaitu : borong /depa, 1 borong = 17 m x  17 m = 282 m², sedangkan untuk 1 hektare = 36 borong x 289 m² = 10404 m²/ hektare.





[1]  Uban Subandi, Riset Handil di Kelurahan Kalawa
[2]  Ada berbagai ragam menegenai penyebutan Handel/Handil, Menurut Andi Kiki “Handil fungsinya  serupa dengan Beje, sedangkan Beje adalah sebuah kolam perangkap ikan yang dibuat oleh masyarakat (umumnya oleh suku Dayak) di pedalaman hutan Kalimantan Tengah. Beje umumnya berukuran lebar 2 m, kedalaman 1.5 m dan panjang bervariasi bisa sampai ratusan meter jika dilakukan bersama-sama (bukan milik perorangan). Beje-beje akan tergenang oleh air luapan dari sungai dan sekitarnya serta terisi oleh ikan-ikan alami pada musim penghujan. Kemudian air akan surut kembali pada musim kemarau. Beje-beje menjadi kolam-kolam tempat pembesaran ikan di dalamnya, dan siap di panen pada musim kemarau.
Pembuatan “handel” (kanal berdimensi kecil) tersebutdilakukan berdasarkan kemampuan air masuk ke daerah bagian dalam sebagai akibatdorongan air laut. Oleh karena itu “handel ” yang dibuat masyarakat hanya berdimensikecil yaitu sempit (1-2 m), dangkal (1-2 m) dan pendek (0,5 – 2,0 km). Siwido limin http://ml.scribd.com/doc/7757605/Pemanfaatan-Lahan-Gambut-Dan-Permasalahannya