Jumat, 25 Mei 2012

17 Tips Mengatasi Stress


Stress adalah keadaan jiwa yang paling populer di abad ini. Coba anda ingat-ingat kembali berapa banyak orang yang anda jumpai mengatakan bahwa mereka sedang mengalami stress atau mungkin anda sendiri sedang mengalaminya?
Stress bukan suatu penyakit, tetapi jika anda tidak dapat mengatasinya dalam waktu tertentu, anda akan terkena banyak masalah kesehatan.
Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa :
  • Lebih dari 40 juta orang di Eropa atau setidaknya 1 dari 3 orang pekerja mengatakan bahwa mereka mengalami stress di tempat kerja.
  • Stress di tempat kerja adalah masalah kedua yang sering terjadi disamping masalah sakit punggung.
  • Dari hasil survei juga dikatakan bahwa lebih dari seperempat pekerja absen selama 2 minggu (akumulasi) dalam setahun karena masalah kesehatan yang diakibatkan oleh stress.
Mohon maaf karena saya belum mendapatkan hasil survei di Indonesia, tapi kurang lebih saya perkirakan sama.
Sebelumnya saya akan sampaikan beberapa hal utama yang dapat menyebabkan stress di tempat kerja :
  • Kondisi kerja yang selalu berada di bawah tekanan
  • Ketidakjelasan tugas yang diberikan
  • Permintaan barang yang sangat tinggi
  • Kurangnya perencanaan kerja
  • Adanya ancaman di kalangan karyawan
  • Teriakan dan makian para konsumen
  • Teman kerja yang selalu mengganggu
  • Ketidaknyamanan fisik, seperti suara mesin yang ribut, ventilasi yang kurang dsb.
  • dan yang paling buruk, tidak adanya perbaikan untuk mengatasi masalah-masalah diatas.
Hal-hal ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan fisik dan mental seperti : depresi, gelisah, gugup, tidak dapat fokus untuk waktu yang lama dan keletihan yang berkepanjangan. Jika ada hal-hal diatas yang anda rasakan …. hmmm, saya rasa anda perlu segera merubah aktivitas anda sehari-hari baik di tempat kerja maupun di hidup anda secara keseluruhan.
Berikut adalah 9 tips mengatasi stress di tempat kerja :
  1. Rencanakan dengan baik aktivitas anda : apa, mengapa, bagaimana, kapan dan siapa yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas. Penting sekali untuk membuat perencanaan bukan hanya jangka panjang tapi juga jangka pendek (rencana bulanan, rencana harian).
  2. Pastinya anda di masa lalu pernah mengalami masalah-masalah di tempat kerja. Coba ingat-ingat kembali adakah cara-cara yang dapat anda gunakan untuk mengatasi masalah yang anda hadapi saat ini.
  3. Ikutlah membangun iklim kerja yang menyenangkan, yaitu dengan bersikap terbuka dan berkomunikasi dengan sesama rekan kerja.
  4. Pastikan anda mengerti terhadap tugas dan tanggung jawab anda, serta jangan ragu untuk bertanya.
  5. Lakukan beberapa kali break untuk beberapa menit selama anda bekerja. Santai dan JANGAN MELAKUKAN APAPUN. Ambil nafas dalam-dalam.
  6. Miliki sikap toleransi kepada sesama rekan kerja. Ingatlah bahwa masing-masing orang adalah pribadi yang unik, sebagai contoh : beberapa orang justru berprestasi lebih baik di bawah tekanan sementara sebagian yang lain membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaannya.
  7. Delegasikan sebagian tanggung jawab anda kepada anak buah anda.
  8. Pertahankan semangat tim anda, misalnya dengan melakukan perayaan-perayaan kecil, berolahraga atau berekreasi bersama.
  9. Sediakan lingkungan kerja yang baik. Minimalkan gangguan-gangguan seperti suara, ventilasi, cahaya dan suhu.
Disamping stress di tempat kerja, di kehidupan secara umum kita pun dapat mengalami stress dengan beberapa alasan.
Berikut adalah 8 tips mengatasi stress dalam kehidupan :
  1. Lakukan pemijitan tubuh (body massage), karena pemijitan baik sekali untuk relaksasi dan penormalan tekanan darah. Setelah pemijitan, anda akan mengalami perbaikan kualitas tidur yang tentu saja akan memulihkan lebih baik keletihan anda.
  2. Berolahraga teratur merupakan hal yang sangat penting dalam memerangi stress. Berolahraga akan memobilisasi otot-otot kita, mempercepat aliran darah dan membuka paru-paru untuk mangambil lebih banyak oksigen. Dampaknya anda akan memperoleh tidur yang lebih nyenyak dan kesehatan yang lebih baik.
  3. Lakukan hobi anda, seperti memancing, mendaki gunung atau apapun yang anda senangi. Anda bisa juga melakukan petualangan yang belum pernah anda alami sebelumnya seperti berarung jeram misalkan.
    Melakukan kegiatan-kegiatan seperti ini dapat menghilangkan pikiran yang menyebabkan stress.
  4. Banyak asumsi yang mengatakan bahwa bir, anggur atau whiskey dapat menghilangkan stress. Pada kenyataannya, air putih lah yang dapat menghilangkan stress. Penelitian menunjukkan bahwa minum segelas atau 2 gelas anggur memang dapat menyebabkan kita relax saat itu, tetapi setelah efek alkoholnya hilang, stress kemungkinan besar akan membangunkan anda di tengah malam. Dengan banyak minum air putih akan membantu memulihkan tubuh kita dari kekurangan cairan, karena kekurangan cairan dapat menimbulkan keletihan.
  5. Lakukan meditasi. Para ahli kesehatan mengatakan bahwa alat yang sangat ampuh dalam mengatasi stress adalah meditasi. Meditasi sangat membantu membersihkan pikiran kita dan meningkatkan konsentrasi. Telah terbukti bahwa meditasi selama 15 menit sama dengan kita beristirahat selama 1 jam. Meskipun anda hanya melakukan meditasi selama 2 menit, tetap akan cukup membantu. Meditasi akan sangat membantu anda melupakan hal-hal yang dapat menyebabkan stress.
  6. Ketika seseorang mengalami stress, suatu reaksi yang alamiah jika orang tersebut kemudian melampiaskannya dengan mengkonsumsi banyak makanan. Perlu anda ketahui bahwa mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi dapat meningkatkan kadar insulin di dalam tubuh, dimana insulin ini dapat membuat tubuh menjadi cepat lelah dan mood anda menjadi jelek.
  7. Seks adalah penyembuhan yang sangat baik untuk menghilangkan stress. Banyak dokter mengatakan bahwa seks adalah cara yang luar biasa dalam meredam kemarahan dan stress.
  8. Jika tubuh kita sedang lelah, tidak mudah bagi kita dalam mengendalikan stress. Tidak cukup tidur akan mempengaruhi keseluruhan hari kita, dan biasanya kita mengalami hari yang buruk karena kurang tidur menyebabkan kita tidak dapat berkonsentrasi dan melihat suatu permasalahan lebih buruk dari yang seharusnya. Tidur yang baik bagi orang dewasa adalah 7 jam sehari.
Sumber: Kaskus
( http://danigunawan.com/tips-n-trik/17-tips-mengatasi-stress/)
 

Kamis, 24 Mei 2012

Ajaran Marxisme


Di penghujung pemerintahan Soekarno, PKI dibubarkan, ajarannya dilarang, para pengikutnya diadili, keturunannya pun tak luput dari kecaman. Di era pemerintahan Gus Dur, isu komunisme kembali menghangat dengan kebijakan Gus Dur waktu itu yang ingin menghapuskan Tap MPR mengenai pelarangan ajaran komunisme. Tindakan ini pun kemudian memperoleh berbagai respon. Gus Dur dianggap ingin menghidupkan ajaran yang sangat-sangat anti terhadap ajaran ketuhanan, kafir dan yang lainnya. Terlepas dari stigma negatif yang disandang PKI dan Komunisme, pada dasarnya memang perlu dilakukan sebuah kajian yang benar-benar mendalam guna memahami esensi pokok komunisme sebelum kemudian muncul kesimpulan untuk menentang atau bahkan menerima dengan legowo.

Sekilas Marxisme

Karl Marx adalah pemilik gagasan marxisme yang kita kenal sekarang, bernama lengkap Karl Heinrich Marx. Lahir di kota Trier , terletak diJerman (Prusia) pada 5 Mei 1818. lahir dalam keluarga yang memiliki garis keturunan Yahudi yang sangat kental. Ketika berumur 6 tahun, seluruh keluarganya berpindah agama dari Yahudi menjadi Kristen. Peristiwa ini jelas akan sangat berpengaruh pada perkembangan berpikir Marx nantinya. Di usia 17 tahun, Marx menamatkan pendidikannya di sekolah menengah atas dan melanjutkan studi ke Fakultas Hukum Universitas Bonn. Setahun kemudian ia tak betah dan kemudian pindah ke Universitas Berlin dan berkonsentrasi mempelajari filsafat. Disinilah awal dimana ia mulai membangun komunikasi dengan komunitas Hegelian. Ia menjadi anggota dari “Club Young Hegelian”, kelompok yang mempelajari pemikiran-pemikiran Hegel yang pada waktu itu menjadi ideology resmi Jerman.

Dalam memahami gagasan Karl Marx, seringkali kita kenal pembagian fase berpikir Marx dalam dua tahap, Marx muda dan Marx tua. Pada awalnya, kerangka teori yang dipakai Marx sangat terpengaruh oleh dialektika Hegel. Inilah yang dinamakan periode Marx muda. Hegel berpandangan bahwa, pertama, masyarakat berkembang secara evolutif serta didasari oleh proses dialektis antara tesis melawan antitesis yang kemudian menghasilkan sintesis. Proses masyarakat adalah proses negasi yang membentuk sebuah siklus dialektis yang tak ada ujungnya.

Kedua, Hegel berpendapat bahwa kesadaran manusia sangat ditentukan oleh idealitas. Dengan kata lain tanpa ide, perubahan sosial takan pernah terjadi. Ide manusia kemudian menjadi pusat perhatian kajian hegelian. Kesadaran individu dan social akan mengalami proses evolusi menuju tingkat kesadaran yang lebih tinggi dikarenakan pertarungan yang terus menerusantara ide dan realita sosial. Proses pembentukan kesadaran menurut Hegel sangatlah dipengaruhi oleh dua hal di atas. Proses negativitas realita sosial akan berjalan terus menerus yang justru akan menjadi pemicu bagi munculnya bentuk kesadaran baru. Proses negasi selalu dimaknai dengan penggemblengan moralitas individu tanpa henti. Ide dialektika idealistis Hegel ini disepakati oleh Marx muda yang kemudian ditinggalkannya. Inilah era Marx tua dimana ia mulai memupuk teorinya secara mandiri. Marx mengambil pemikiran dialektis Hegel, akan tetapi baginya dialektika yang didasari idealitas sebagaimana dikemukakan Hegel justru akan membawa manusia menuju angan-angan utopis karena suatu keyakinan bahwa kesadaran pasti datang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Proses semacam ini hanya akan berjalan di ranah ide semata dan tidak akan membawa bentuk perubahan di masyarakat secara konkrit. Dengan berpikir semacam ini, manusia akan semakin larut dalam gaya hidup yang penuh dengan spekulasi, asumsi, interpretasi yang tak memberik efek apa-apa bagi fenomena konkrit. Marx menempatkan manusia secara materi sebagai subyek dalam proses menuju kesadaran individu yang kemudian menjadi cikal bakal perubahan sosial. Manusialah yang menentukan arah idenya berdialektis.

Hakekatnya, manusia adalah materi yang kemudian harus diarahkan dengan kesadaran penuh agar kemudian bisa mengendalikan semua yang ada baik di dalam maupun luar dirinya. Dalam hal ini, Marx sangat dipengaruhi oleh ide Ludwig Andreas Feurbach yang terkenal dengan semboyannya homo homini deus, Manusia sebagai Allah bagi sesamanya. Sebagaimana Marx, Feurbach pun menerima dialektis Hegel namun menolak isi ajaran Hegel yang berlandaskan otoritas ide. Baginya, pergerakan manusia adalah pergerakan materi dan bukanlah ide, sehingga, manusia memiliki otoritas penuh untuk melakukan pengelolaan terhadap ide bukan sebaliknya. Baginya materi memegang peranan penting dalam proses kehidupan. Perubahan sosial yang konkrit hanya bisa tercapai dengan dialektika di alam materialis. Semua entitas baik suprastruktur maupun infrastruktur bergerak sesuai dengan pergerakan materi. Ranah kesadaran manusia pun merupakan ekses dari proses tersebut. Dalam hal agama, ajaran marxisme yang sering diidentikkan sebagai ateis ini malah memposisikan agama sama seperti produk budaya yang lain. Agama adalah realisasi kemanusiaan yang tentu seharusnya tidak menjadi suatu nilai yang penuh dengan tekanan-tekanan eksternal.

Berangkat dari sini, Marx kemudian merintis gagasannya yang dikenal sebagai Materialisme Dialektis. Proses pergerakan dunia baginya adalah proses materi sehingga kemudian masyarakat harus mencapai kesadaran bahwa sejarah masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Hal ini sekaligus membantah dogma gereja waktu itu yang senantiasa melarutkan masyarakat dalam khayalan akan kehidupan bahagia di akhirat dengan konsekwensi bersikap pasif terhadap penderitaan yang hari itu menimpanya. Satu hal yang ditambahkan Marx dalam aliran filsafatnya yang sering dilupakan oleh paradigma-paradigma filsafat yang ada. Marx menggagas ide revolusi dalam perspektifnya. Bagi Marx, para filosof seharusnya tidak hanya sibuk membolak-balik literatur, menciptakan berbagai macam teori, mengasah kemampuan untuk menginterpretasikan perspektif filsafat saja. Lebih dari itu, para filosof seharusnya bisa kemudian mengkondisikan perubahan sosial yang lebih nyata. Dalam konteks eropa waktu itu, marx menawarkan perubahan di wilayah struktural yang sangat berpengaruh pada seluruh konteks sosial yang ada pada waktu itu. Marxisme, Kritik Kapitalisme Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, konteks sosial yang membangun pemikiran Marx pada waktu itu adalah konteks industrialisasi kapitalistik. Marx jengah menyaksikan kondisi masyarakatnya yang sarat dengan kemelaratan serta ketergantungan terhadap modal yang tak terkendalikan. Marx kemudian melakukan penelusuran pola kerja kapitalistik yang menurutnya menyesatkan masyarakat. Kapitalisme memiliki dua factor penting yang kemudian menggiring masyarakatnya dalam kemelaratan yakni: sifatnya yang eksploitatif serta alienasi yang merupakan akibat sistem tak sehat dari ekonomi kapitalistik.
a.      Eksploitatif

Dalam sistem kapitalisme, persaingan individu menjadi hal yang wajar . Asumsinya, bila setiap individu saling bersaing, maka masyarakat yang merupakan individu-individu yang bergabung secara komunal ini pun akan maju bersama. Namun dalam prakteknya, tidak semua individu dapat bersaing secara seimbang. Kapasitas personal menjadi problem, sebab tak semua orang memiliki kapabilitas sama. Hal ini diperparah lagi dengan eksistensi modal yang sangat berperan membentuk persaingan-persaingan ini. Golongan yang terlanjur memiliki modal besar akan dengan mudah mempermainkan dan menguasai golongan yang terlanjur tak memiliki apa-apa.

Marx berpendapat, ada nilai lebih yang diambil kaum majikan dari para pekerjanya yang sama sekali tidak diketahui oleh kaum pekerja. Nilai lebih ini yang semakin menguatkan karakter ekploitatif kaum borjuasi. Relasi yang terjadi antara buruh dan majikan adalah relasi ekonomi sebagai berikut; majikan memiliki modal, buruh memiliki tenaga –yang juga merupakan modal walaupun kecil–. Majikan membutuhkan tenaga buruh untuk menjalankan roda produksi perusahaannya. Dengan argumentasi semacam ini, majikan kemudian menawarkan proses barter dengan buruh. Tenaga buruh dibeli majikan, tenaga buruh tersebut kemudian harus diarahkan sesuai dengan keinginan majikan. Walaupun ada proses kesepakatan di awal, namun kesepakatan itu tetap saja dimanipulasi oleh majikan. Semisal, tenaga buruh dihargai oleh majikan sebesar Rp. 100,-/hari untuk kemudian dipakai selama 8 jam. Setelah diteliti ternyata buruh bisa menghasilkan nilai produksi sebesar Rp. 100,- hanya dalam waktu 4 jam per hari.

Dengan kata lain, tenaga buruh yang dibeli oleh majikan sebesar Rp. 100,- seharusnya hanya diganti oleh buruh dengan bekerja selama 4 jam saja. Kenyataannya majikan masih terus menambah waktu kerja sehingga melipatgandakan keuntungan majikan tanpa disadari buruh. Marx melihat kenyataan ini. Secara sederhana tentu terlihat jelas bahwa telah terjadi penghisapan secara diam-diam dalam hal ini.
Teori nilai lebih Marx ini hanyalah gambaran sederhana yang diberikan dalam merespon kondisi obyektif yang terjadi dalam masyarakatnya. Inilah titik dimana Marx sangat terlihat sebagai seorang ekonom. Dari titik inilah kemudian marx semakain tertarik untuk menelusuri kondisi mengenasskan masyarakatnya yang menurutnya merupakan imbas dari pola ekonomi tak berperasaan ala kapitalis. Masyarakat, menurut Marx, terjebak dalam alienasi yaitu keterasingan dirinya dari dirinya sendiri bahkan dari lingkungan sosialnya.

b. Alienasi

Alienasi memang bukanlah terminologi baru dalam ranah kefilsafatan. Sebagaimana yang kita ketahui, terminologi yang sama juga sempat digunakan oleh para filsuf sebelum Marx seperti Hegel dan Feurbach. Konsep alienasi Marx berkaitan dengan motif di balik kepemilikan dan pengelolaan modal dalam relasi produksi masyarakat waktu itu. Dalam kenyataannya, buruh atau pekerja mengalami degradasi nilai yang luar biasa. Buruh dianggap tak lebih dari sekedar komoditi belaka yang siap dimanfaatkan oleh golongan borjuasi. Bagi Marx, buruh adalah manusia yang juga memiliki hakekat diri sebagaimana manusia yang lainnya.
Hakekat manusia adalah kesadaran, tanpa kesadaran maka manusia tak lebih dari binatang. Fungsi kesadaran inilah yang kemudian dimainkan oleh sistem kapitalistik. Manusia tak lagi mengerti untuk apa hidupnya, yang dia tahu hanyalah bagaimana cara mempertahankan hidup, dan dalam konteks masyarakat industri, persaingan individu menjadi satu-satunya cara bertahan hidup.

Marx membagi alienasi manusia menjadi tiga bagian, pertama, alienasi pekerja terhadap obyek pekerjaannya (alienation of worker in his object), alienasi pekerja terhadap dirinya sendiri (self alienation), serta alienasi tenaga kerja (alienation of labour). Alienasi obyek pekerjaan adalah keterasingan manusia terhadap produk buatannya. Pekerja tidak lagi memiliki barang hasil produksinya sendiri. Pada hakekatnya manusia harus mengenali, memiliki serta menguasai dirinya serta semua potensi yang merupakan representasi dirinya, namun dalam pola kapitalistik hal ini tidak terjadi. Faktor eksternal dari pekerja lebih dominan sehingga kemudian mempengaruhi pola tindak pekerja dalam hal menyikapi produk buatannya. Kenyataan semacam ini sering ditemukan di dalam badan usaha yang menerapkan sistem kapitalistik dimana yang menguasai hasil produksi bukanlah pekerja namun mereka yang dikatakan sebagai pemilik perusahaan yang tentunya memiliki saham (modal) terbesar . Sementara itu, para pekerja yang menghasilkan langsung produk tersebut hanya dihargai tenaganya dengan nilai yang sama sekali tidak sebanding dengan hasil kerjanya.

Bentuk alienasi selanjutnya adalah alienasi pekerja terhadap dirinya sendiri. Dalam hal ini, pekerja sama sekali tidak menyadari tujuan ia bekerja dan menghasilkan produk. Pekerja menciptakan sebuah produk yang sama sekali bukan representasi dirinya dikarenakan tekanan faktor eksternal yang sangat kuat. Pada akhirnya, pekerja kehilangan orientasi hidupnya yang hakiki. Pada hakekatnya, manusia ada adalah dalam rangka mengoptimalkan fungsi internal dirinya yang tak lain adalah menciptakan dirinya sendiri.

Masyarakat seharusnya bisa berpikir dan berbuat secara bebas tanpa ada tekanan dari segala faktor eksternal dirinya sebab itulah hakekat dari manusia yang merupakan makhluk hidup. Karena manusia merupakan subyek dari gerak alam, maka sudah sepatutnyalah manusia mengambil posisi sebagai poros dari segala pola dialektika yang terjadi di alam. Dalam proses produksi, kedudukan manusia dan hewan adalah kontradiktif. Walaupun kemudian hewan juga melakukan proses produksi, namun hal tersebut dilandasi oleh kebutuhan fisik yang harus dipenuhi.Selain itu, kesadaran hewan pun hanya sampai pada taraf insting yang sama sekali berbeda dengan manusia. Berbeda dengan hewan, manusia yang melakukan proses produksi seharusnya bukan hanya dilandasi oleh pemenuhan kebutuhan fisik semata. Lebih dari itu, proses produksi yang dilakukan manusia adalah proses realisasi diri sebagai manusia yang mampu berdialektika dalam kerangka kesadaran yang benar-benar kritis. Apabila proses produksi manusia hanya berorientasi pada bagaimana memenuhi kebutuhan fisik semata, maka dengan sendirinya sekat antara kesadaran hewan dan manusia secara otomatis telah dihancurkan.

Manusia adalah entitas yang pada hakekatnya harus mengerti esensi hidup. Sebagai bagian dari alam, maka manusia pun tak bisa dilepaskan begitu saja dari alam. Hasil produksi manusia merupakan realisasi diri yang lebih dari sekedar pemenuhan kebutuhan fisik semata, selain itu merupakan bentuk pembuktian bahwa manusia bisa menguasai keinginan dalam dirinya. Karena inilah hakekat dari manusia bebas dab merdeka dan bebas dari alienasi. Bila manusia kemudian teralienasi dari dirinya dan produksinya, maka sudah bisa dipastikan bahwa dia benar-benar terasing dari rekannya sesama manusia. Nilai sosial manusia lama akan semakin pudar semata-mata dikarenakan pola diferensiasi yang diciptakan kapitalisme. Dalam konteks pekerjaan, manusia hanya mengorientasikan dirinya pada pemenuhan bkebutuhan fisk yang itu semua tak lain untuk dirinya dan keluarganya. Sementara itu, komunikasi antar manusia kemudian menjadi bentuk formalitas belaka.

Konflik Kelas, dan Komunisme Pola industrialisasi kapitalisme telah mendesak masyarakat untuk terstratifikasikan dalam kelas-kelas sosial. Hal ini disebutkan dalam the Communist Manifesto, bahwa sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas. Sistem produksi dalam masyarakatnya waktu itu telah menimbulkan dua kelas sosial, borjuasi yakni kelompok minoritas yang memiliki modal lebih besar sehingga menguasai sarana produksi, serta kelas proletar yang merupakan golongan pekerja yang sangat bergantung pada borjuasi sebab modal yang dimiliki jauh lebih kecil dibanding borjuasi. Dengan kekuatan modal yang besar, borjuasi bisa dengan mudah menikmati nilai produksi jauh lebih besar dibanding para pekerja yang menghasilkan nilai tersebut. Marx menyatakan:
Mereka yang memiliki modal dan alat-alat produksi menentukan upah para pekerja. Penentuan upah itu melewati suatu perjuangan, tarik-menarik antara pemilik modal dan pekerja. Kemenangan sudah barangtentu mudah dipastikan, yaitu di tangan pemilik modal. Pemilik modal dapat hidup lebih lama tanpa para pekerja, sementara kaum pekerja tidak mungkin hidup lebih lama tanpa pemilik modal. Kumpulan pemilik modal adalah sesuatu yang biasa dan efektif, tetapi kumpulan para pekerja dianggap membahayakan dan membawa konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi pemilik modal. Lebih dari itu, tuan tanah dan pemilik modal dapat menambah kekayaannya dan keuntungannya dari usaha industri, sedangkan pekerja tidak memperoleh keuntungan maupun memiliki modal yang bisa menambah penghasilan dari keterlibatannya dalam kerja industri. (Karl Marx, “Wages of Labour”)
Marx sendiri berteori bahwa proses social akan mengalami evolusi sejarah dalam kerangka tahapan kehidupan masyarakat. Gambaran relasi borjuasi-proletar diatas oleh Marx dikatakan sebagai suatu tahapan yang memang harus dilalui demi terwujudnya masyarakat komunis yang merupakan tahapan selanjutnya. Setiap tahapan evolusi social, menurut Marx, memiliki potensi untuk menghancurkan dirinya sendiri. Sistem kapitalis akan menciptakan tatanan social yang selalu akan bersaing demi mendapatkan posisi kelas yang lebih tinggi. Persaingan yang rentan konflik ini pun terjadi secara individualistik. Setiap individu akan terus bersaing untuk memprivatisasi alam, dengan begitu, modalnya akan semakin bertambah, dengan modal kuat kekuasaan dapat diraih dan dengan kekuasaan, maka akan semakin mudah untuk mengumpulkan modal yang lebih banyak lagi.

Persaingan individu inilah yang oleh Marx dikatakan akan mengalienasi setiap individu dari individu yang lain. Dengan demikian, manusia yang pada hakekatnya merupakan makhluk social akan menjadi semakin apatis dengan kehidupan social yang kemudian juga akan berakibat fatal dalam relasi social yang terbangun.

Harus diakui bahwa Marx yang telah meninggalkan pola pikir dialektika idealis Hegel memang mengkonsentrasikan kajiannya pada sektor ekonomi. Sarana produksi memiliki peran penting dalam pembentukan berbagai varian sistem sosial seperti agama, hukum, poloitik, budaya bahkan kesadaran berpikir masyarakat. Pola pikir Marx yang semacam ini sedikit banyak dipengaruhi oleh nalar zamannya pada waktu itu dimana terjadi krisis sosial yang diakibatkan oleh Revolusi Industri. Kondisi masyarakat dipenuhi dengan kemelaratan, bergantung dan kehilangan jati diri sebagai manusia. Sistem kelas yang tercipta akibat industrialisasi memaksa setiap individu untuk bersaing meraih posisi yang lebih baik.

Bagi Marx, penyebab terbesar atas kemelaratan yang terjadi dalam masyaraktnya adalah kepemilikan secara pribadi sarana-sarana produksi. Hal ini yang kemudian memicu setiap person untuk berjuang agar mendapatkan status kepemilikan yang semakin banyak. Proses ini tidak akan berhenti sampai kapanpun, sehingga akan menimbulkan konflik yang semuanya berlandaskan pada nafsu untuk memiliki lebih banyak lagi. Marx kemudian menawarkan suatu konsepsi kepemilikan yang didasarkan pada konsensus komunal dimana masyarakat memiliki dan mengelola secara komunal semua asset yang diberikan alam. Dari sinilah diharapkan persaingan-persaingan kelas yang tak sehat akan lenyap dan akhirnya tak ada lagi penghisapan atas nama modal.

Walau demikian, apakah pola pikir yang ditawarkan ini masih relevan untuk konteks hari ini?

Selasa, 22 Mei 2012

Problematika Mahasiswa, Manajemen Waktu Kuliah dan Organisasi


Seorang mahasiswa akan memperoleh nilai tambah, jika ia tidak hanya sibuk dengan nilai akademis tetapi juga aktif berorganisasi. Mengapa dikatakan nilai tambah? Karena dengan berorganisasi, ia bakal terbiasa bekerjasama dengan orang lain (work as a team), memiliki jiwa kepemimpinan (work as a leader), terbiasa bekerja dengan manajemen (work with management). Di masa depan, skill tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia yang sebenarnya. Tetapi kadang seorang mahasiswa aktivis organisasi menemui kendala dalam membagi waktu antara kuliah dan organisasi. Ada beberapa tips yang dapat diterapkan:
1.  Tentukan atau renungi kembali visi hidupmu Visi adalah pandangan ke depan yang menggambarkan jadi apa kamu kelak. Misi adalah hal-hal yang dilakukan untuk mencapai visi. Visi adalah jawaban atas pertanyaan, “Apa yang paling penting bagimu?”, “Apa yang memberi makna dalam hidupmu?”, “Kamu ingin jadi apa dan apa yang ingin kamu lakukan dalam hidupmu?” Jadi, bila visimu adalah “Mahasiswa Plus”, memang seharusnya kamu merencanakan dan mengatur segalanya
2.      Aturlah hal-hal berikut:

a)      Waktu.

Biasakan memenej perencanaan waktu. Buatlah jadwal kuliah dan kegiatan organisasi dalam satu timeline yang detail – baik hari, jam, dan tempatnya. Kamu bisa menulisnya di ponsel atau di buku agenda.

b)     Prioritas

• Kuadran I:

Dahulukan yang penting dan mendesak, yaitu: krisis-krisis, pekerjaan –pekerjaan yang memiliki deadline, sakit atau kecelakaan- dan harus segera ke dokter, dsb.

• Kuadran II:

Penting tapi tidak mendesak. Ini adalah kuadran kualitas. Perencanaan jangka
panjang, mengantisipasi dan menanggulangi masalah-masalah, memberi wewenang pada orang lain, memperluas cakrawala berpikir (membaca
buku, surfing internet), membangun hubungan sosial (menengok orang sakit,
menghadiri undangan perkawinan, dll).

• Kuadran III:

Bayang-bayang dari Kuadran I. Kuadran ini seesungguhnya, tidak penting tetapi kadang penting lagi mendesak. Kuadran III adalah kuadran tipuan. Jangan salah nilai! Kita kerap mengira aktivitas tertentu adalah aktivitas Kuadran I yang mana kadang terlihat mendesak, padahal tidak
(telepon yang berdering, bunyi sms, kunjungan tamu dadakan). Kalaupun
penting, mungkin bagi orang lain – but might be not for you.

• Kuadran IV:
Kuadran pemborosan. Ini terjadi karena kita sering terjebak pada Kuadran I dan III sehingga kita sering melarikan diri ke Kuadran IV untuk bertahan; nonton TV/ VCD/main game hingga kecanduan, membaca novel picisan hingga “muak”, ngerumpi tanpa batas. Cobalah senantiasa mencermati
prioritasmu dan usahakan selalu berada di Kuadran II dan sekali di Kuadran I –jika memang sangat mendesak. Jangan tertipu dan terjebak di Kuadran III dan IV.
c)      Komunikasi.

Biasakan bersikap dan berkomunikasi asertif. Contoh: besok, kamu menghadapi ujian semester. Akan tetapi, kamu juga memiliki agenda rapat yang – nampaknya- mendesak. Dalam situasi ini, kamu harus berani mengatakan tidak –tapi tetap dalam koridor kesantunan. Ujian semester adalah
Kuadran I, sedangkan rapat organisasi, boleh jadi, penting bagi orang lain, tapi
mungkin tidak bagimu. Rapat bisa diganti waktu lain, namun ujian semester tidak bisa.

d)     Jangan menunda pekerjaan.

Menunda pekerjaan adalah kebiasaan buruk dan tidak bertanggungjawab yang menyebabkan kita kerap terjebak pada Kuadran I secara membabibuta. Kita bisa tiba-tiba merasa semua pekerjaan pada deadline-nya. Padahal jika kita terbiasa mencicil pekerjaan-pekerjaan yang diamanahkan atau dibebankan pada kita, tidak akan berakhir sedemikian naasnya.
Biasakanlah setiap hari: membaca kembali kuliah yang diberikan dosen, meringkas buku diktat kuliah, merencanakan kegiatan
setiap hari. Meski terasa berat di awal, namun kamu bakal memetik hasil yang
menyenangkan di bagian akhir dalam hidupmu, Insya Allah.